+#- 6 sesuatu tapi bukan bakwan

1328 Kata
Rangga. "Guys, tunggu elah. Capek nih gue!" Gue menatap nanar pada Adit yang terengah berusaha menyusul kami yang sudah jauh di depan dia. "Mati ae! laki banci amat, timbang gowes dikit aja udah ngeluh!" "Bacot!" Gue terbahak mendengar celoteh kedua orang yang nggak pernah kehabisan bahan perdebatan. Anjar yang enjoy dan Adit yang selalu membuat celah untuk di hujat selalu lengkap rasanya. Gue jadi ingat momen di mana mereka di pertemukan untuk pertama kalinya di hari pertama kepindahan Anjar. Murid dengan penampilan berantakan dan terkesan sangar memperkenalkan diri di depan kelas, dengan wajah kaku yang seolah menahan sesuatu di dalam perut menjadi bahan olokan bagi Adit, saat itu Adit terbahak dengan cara pengenalan diri Anjar. "Lo murid pindahan dari SD mana? Kaku amat timbang kenalan doang?" Anjar yang saat itu berdiri di depan kelas langsung menatap Adit tajam, aura permusuhan keluar dari kedua matanya. "SD Tri raksa, kenapa emang. Kaku muka gue, kenapa lu yang sewot!" "Dih baper, bocah bet elah. gue kan cuma ngomong apa yang gue liat, muka lu kaku ke adonan bantat." "Dih sebodo amat bantat, timbang melempem kicep kek bubur nasi!" Saat itu gue hanya menggeleng pelan melihat perdebatan konyol kedua orang yang bahkan baru bertemu, bukan hanya gue, Bu Lastri yang mengajar pun saat itu terlihat mendengkus pelan melihat kelakuan murid nya, tapi tak menghentikan mereka, malah membiarkan perdebatan itu berlanjut. "Sama ae elah. sama-sama basi!" Adit berdiri saat itu, membusungkan d**a seolah mengeluarkan kewibawaan yang dia miliki. "Perkenalan tuh gini!" "Hay mentemen, kenalin gue Aditya raksa Mahendra, biasa di panggil Adit, ganteng, atau sayang juga boleh, teruntuk para cewek aja tapi, anak pertama dari bapak Rojali yang katanya juragan Empang, nggak kaya tapi nggak miskin juga, dan gue suka banyak cewek!" Ucap lantang Adit yang langsung mendapat sorakan seluruh kelas, kelakuan konyolnya memang menjadi daya tarik tersendiri untuk keramaian kelas. Bahkan Bu Lastri hanya menggeleng kepala dan hampir mengelus d**a melihat kelakuan mereka. Saat itu juga gue langsung berpikir jika Anjar akan cocok dengan Adit, dan benar saja, tak berselang dari kejadian perkenalan mereka terus berdebat dan tertawa bersama. Gue nggak tau kapan tepatnya sampai Anjar menjadi bagian dari kami, gue bersyukur memiliki tambahan sahabat yang seperti Anjar, simpel dan nggak banyak nuntut. Nggak banyak minta dan nggak pandang bulu soal pertemanan. Siapapun yang kesusahan dan dalam masalah dia akan menjadi orang yang berdiri di paling depan untuk pertama kalinya. "Gue laper!" Kesadaran gue teralihkan saat suara El masuk kedalam pendengaran gue. Gue menoleh menatap El dengan wajah merenggut ala cewek ngambek yang membuat gue terbahak kemudian. Satu lagi sahabat gue, cewek sendiri di antara kami bertiga, sifat jaim dan pemalu ya hilang sejak lama, atau karena memang sering bergaul dengan cowok yang asal mangap membuat dia acuh tak acuh dengan perlakuannya. Gue nggak tau, asal dia nyaman itu sudah cukup bagi gue. El salah satu anak kerabat dekat orang tua gue, dan gue sama El juga Adit itu sudah berteman sejak SD hingga sekarang kamu duduk di bangku kelas 3 SMA. "Jadi makan ayam geprek?" Tanya gue sekilas, permintaan pagi tadi sih pengen makan ayam geprek, tapi mood El itu aneh, suka berubah sekejap mata, makanya dari pada salah gue mending langsung tanya aja ke bocahnya. "Bubur ayam enak deh, jadi laper" Nah kan, gue udah bisa tebak, apapun yang di lihat ini bocah selalu aja saja berhasil mengubah keinginannya. "Yaudah bubur ayam deh." Jawab gue santai, gue nggak peduli sih makan apa aja, gue termasuk orang yang nggak pemilih, apapun gue lahap asal itu enak dan halal. "Dimana?" "Mang Roman?" Tanya dia menyebut salah satu langganan bubur ayam kami setiap ada kesempatan. Gue mengangguk kilas, lalu menoleh pada a**s, "bubur ayam nggak masalah kan?" Gue tau selera Anjar, dia suka pemilih makanan dan kadang suka nggak cocok sama bubur di pagi hari. Aneh aja katanya. "Gue cari uduk aja nanti, samping bang Roman kan ada." Gue mengangguk sebagai jawaban. "Ajak Adit, sekalian tungguin. Gue sama El duluan." "Buru, bekicot. Sarapan nggak Lo!" Teriak Anjar kuat, dia berhenti untuk menunggu Adit yang masih saja berusaha mengayuh sepeda nya dengan nafas yang hampir putus. Melihat itu gue kembali terbahak. Adit dan olahraga jangan harap akan berteman baik, jika bukan ada tujuan lain gue yakin Adit nggak akan mau gowes kayak gini. "Sabar elah, nafas gua habis, t*i!" "Mau mati?! Perlu gue bantu pake nafas buatan kagak?" "Bangcat! Kagak perlu. Mulut Lo bau!" "Dih siapa juga mau kasih pake mulut, pake kentut gue neh biar mampus sekalian lu!" "Anjim! bacot kalo ngomong!" Gue meninggalkan perdebatan mereka berdua menyusul El yang sudah memarkirkan sepedanya di depan warung mang Roman. "Udah pesen?" Kata gue setelah menyusul masuk dan memarkirkan sepeda tepat di sebelah el. Gue memilih duduk di sebelah el, "Udah, Lo biasa kan nggak pake kedelai?" Gue mengangguk sambil memasang senyum. "Paham banget sih sama kebiasaan gue!" Ledek gue mencolek dagu El berkali-kali membuat El terlihat risih. "Apaan elah, kenal lu dari orok juga, hapal lah gue sama tingkah lu, tidur lu yang ngorok dan suka ngigo aja gue paham." "Tau bobroknya gue lah ya?" El mengangguk, terlihat mengedarkan pandangannya. "Tau banget bobroknya Lo gimana." "Kok gue pingin senyum ya denger kata manis itu keluar dari mulut Lo, udah kayak di gombalin aja rasanya." gue terkekeh pelan melihat reaksi dari El. "Apa kayak ini yang biasa di rasain cewek kalo di gombalin sama Adit ya?" "Mungkin bisa jadi, gue kagak paham malah." "Serius, emang nggak ada debar gitu pas Adit gombalin Lo, perasaan yang lain Sampek mewek-mewek nggak bisa bersanding sama Adit." "Dih masih bocah omongan udah bersanding aja, udah berasa kayak Alfa sama indo yang selalu bersanding tapi tak bisa bersama!" Gue terbahak, banyolan seperti ini yang selalu menghibur rasa dingin dan kesepian gue. Mereka selalu tau apa yang gue butuhkan. Tak lama pesanan kamu datang, tiga mangkuk bubur ayam dan satu mangkuk nasi uduk dan sepiring gorengan. Gue tersenyum melihat itu, El selalu memikirkan kamu, walau tanpa di suruh pun dia selalu memesankan makanan untuk kami, bahkan hapal dengan selera kami masing-masing, Adit yang tak pernah suka menggunakan daun bawang dan kulit ayam lebih suka banyak bawang goreng, dan Anjar yang selalu suka makan uduk dengan gorengan. "Minum pesen sendiri-sendiri aja ya. gue nggak tau Lo orang mau minum apa." Gue mengangguk, meraih mangkuk bubur ayam gue, menambahkan sedikit sambal dan kecap asin kedalam nya. "Biarin nanti mereka pesen sendiri." El mengangguk, melanjutkan acara makannya dengan tengang. "Lo makan nggak nunggu-nungguin, gue kan laper juga." Adit datang, duduk tepat di hadapan El dengan dagu yang topang di atas tangannya, "tapi sekarang gue berasa kenyang pas liat Lo makan deh, El. Bahanya ini mah, bisa kurus gue kalo makan di depan Lo!" "Cor pake air aja kalo kurus, bingung amat." Anjar menyusul duduk tepat di sebelah Adit yang di balas dengkusan olehnya. "Lo kira sapi gelondongan." "Bisa, buat dikurbanin nanti lebaran haji." Balas El di sela makan yang membuat gue berhenti mengunyah dan menelan langsung di susuk kekehan yang tak bisa gue tahan. "Yaaah... Kok jahat sih El, segitunya amat sama gue." "Lah Lo baru tau gue jahat? Jangan deket-deket makanya" usir El dengan wajah sinis yang membuat gue terkekeh pelan. "Iya jauh-jauh aja deh lu sono, virus!" "Anjim lah! udah mau digelondongin, di virusin pula!" Adit memberenggut sesaat. "Salah aim apa yaallah." "Banyak salah lu, mati ae udah!" "Bacot lah Njar, bacot. Puasin aja lo ngebacot pusing gue, laper kan jadinya! Minggir mau makan!" "Dih sableng, orang gue udah jauhan juga suruh minggir kemana lagi bambank!" "Laut ae sono Lo!" Ucap Adit mencomot bakwan di piring gorengan yang langsung di tampol Anjar saat itu juga. "Bakwan sepesial gue nih!" "Aelah timbang bakwan doang ini." "Heh! Jangan salah di balik bakwan ini ada sesuatu yang bukan sesuatu tapi bakal jadi sesuatu!" "t*i. tuh bakwan bakal jadi t*i kalo udah Lo makan!" Sengit Adit membuat Gue dan el terbahak mendengar celoteh mereka disela acara makan kita, gue nggak habis pikir ada aja bahan Kegabutan mereka ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN