Chapter 11

2156 Kata
"Apa yang terjadi?" tanya Pet ketika melihat kedatangan Daniel. Keningnya mengernyit karena Daniel tengah menggendong Pamela yang memejamkan mata. Pet tidak tahu apakah gadis itu memejamkan mata karena tertidur ataukah karena pingsan. "Kakinya terkilir." Pet pun memilih untuk mengabaikannya dan melanjutkan kegiatan membaca buku di ruang tamu. Daniel melangkah menuju ruang tengah dan sudah berada dekat dengan pintu kamar Pamela. "Pet!" panggilnya. Pet yang berada di ruang tamu masih dapat mendengar suara teriakan itu. Akan tetapi ia sengaja menulikan telinganya. "Pet!!" Pet masih tetap tak bergeming. Dirinya benar-benar malas menyahut atas panggilan Daniel. Ia tahu bahwa Daniel akan meminta sesuatu. Merasa kesal karena Pet tidak kunjung menyahut, Daniel pun kembali ke ruang tamu. "Apa kau mulai tuli?" tanyanya seraya menatap Pet. "Apa?" tanya Pet tanpa repot-repot menatap ke arah Daniel. Ia masih tetap fokus pada bukunya. "Tolong bukakan pintu kamar Pamela." Pet pun menghela napasnya. "Minta tolong pada pelayan saja." "Cepat, Pet!" Pet pun langsung bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tengah. Ia melakukan kegiatan itu dengan cepat. Dirinya membuka pintu kamar Pamela kemudian pergi begitu saja meninggalkan Daneil. "Kau menyebalkan," ucap Daniel kemudian mendengus menatap Pet yang melenggang pergi. Daniel lantas memasuki kamar Pamela dan segera memindahkan gadis itu dari gendongannya menjadi di atas ranjang. Setelah Pamela berbaring di atas ranjang, Daniel pun melangkah untuk menutup pintu kamar. Dirinya kemudian kembali ke atas ranjang dan segera melepas sepatu yang dikenakan oleh Pamela. Kaki gadis itu terkilir jadi harus cepat ditangani. Daniel berharap kegiatannya tidak membangunkan gadis itu. "Aw." Daniel langsung menoleh ketika mendengar suara itu. Pamela langsung membuka matanya. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya langsung setelah terbangun dari tidur. Pamela pun bangkit dari tidurnya sehingga kini posisinya menjadi duduk. "Mengobati kakimu." Pamela menatap kakinya yang kini telah dalam keadaan tidak mengenakan sepatu. Ia kemudian menghela napasnya. "Memangnya kau bisa?" tanya Pamela. Ia sebenarnya tidak menyangka telah tertidur terlalu lama sehingga saat dirinya terbangun, rupanya ia telah sampai. "Bisa. Aku sering mengatasi masalah seperti ini." "Apa?" "Terkadang saat syuting, ada saja yang mengalami cedera seperti kaki terkilir. Itu membuatku terbiasa menanganinya." Daniel kemudian mulai kembali memijat kaki gadis itu. "Aw." Pamela langsung menyentuh tangan Daniel yang memijat kakinya. Bermaksud agar tangan itu berhenti melakukan kegiatan memijat tersebut. "Tenanglah. Semua akan baik-baik saja." Pamela menatap kakinya. "Berhentilan menahan tanganku," pinta Daniel. Pamela kemudian melepas tangan Daniel dengan perlahan. "Lakukan dengan hati-hati. Ini menyakitkan." Baru saja beberapa detik setelah Pamela mengatakan hal tersebut, Daniel menekan kakinya sehingga Pamela merasakan sakit yang luar biasa. "Astaga!" "Tahan sebentar. Setelah itu kakimu akan baik-baik saja." Pamela pun menggigit bibirnya untuk menahan segala aduhan yang akan keluar dari mulutnya. Ia berusaha bertahan. Dirinya juga beberapa kali memejamkan mata karena merasa tidak kuat atas rasa sakit yang ia rasakan. Setelah beberapa menit menahan sakit, akhirnya Daniel menghentikan kegiatannya. "Kurasa sudah. Coba berdiri." Pamela menghela napasnya dan mulai menggerakanna kaki menuju lantai. "Biar kubantu," ujar Daniel seraya memegang tangan Pamela.  Pamela pun mulai berdiri dengan menumpukan kedua tangannya pada pundak Daniel. Ia mulai menginjakkan kakinya di atas lantai. "Bagaimana?" tanya Daniel seraya menatap kaki Pamela di lantai. Keduanya sama-sama menunduk menatap kaki Pamela. "Sudah terasa lebih baik." "Masih sakit?" tanya Daniel. "Tidak." "Coba berjalan." Pamela mencoba melangkahkan kakinya dengan masih bertumpu pada pundak Daniel. Daniel pun memundurkan langkahnya karena Pamela melangkah maju. Langkah kaki gadis itu sangat perlahan. Lalu pada langkah keempat, Pamela memutuskan untuk berhenti. "Bagaimana?" tanya Daniel seraya menatap Pamela. "Sudah lebih baik dan kurasa sudah biasa saja." Pamela kemudian mendongakkan kepalanya. "Terima kasih," ucapnya seraya menatap Daniel. Daniel pun terdiam dan menatap mata Pamela. Mereka bertatapan selama beberapa menit. Pamela pun tersadar sehingga ia segera melepaskan tumpuan tangannya pada pundak Daniel. Daniel pun tersenyum menatap Pamela. "Aku yakin kau berdebar karena ditatap olehku." "Omong kosong. Jantung memang akan selalu berdebar setiap saat. Bila tidak berdebar maka artinya aku tidak hidup." Pamela kemudian melangkah perlahan ke arah ranjang kemudian duduk disana. Daniel memperhatikannya. "Istirahatlah. Lakukan apa saja yang kau inginkan. Jangan lupa kita ada makan malam seperti kemarin." Daniel kemudian melangkah keluar dari kamar gadis itu. Setelah pintu kamar tertutup dan Daniel telah keluar, Pamela menghela napasnya. Ia kemudian menatap kakinya. "Lumayan juga bisa menangani kaki terkilir," gumamnya. ---------- "Dimana Max?" tanya Daniel ketika ia menuju meja makan hanya ada Pet disana. "Masih melakukan ritual hibernasi." "Apa dia benar-benar tidak makan?" "Tentu saja tidak. Pelayan mengantar makanan ke kamarnya." "Apa dia sakit?" tanya Daniel kemudian. "Dia sehat. Kau seperti tidak mengenal dia saja." Daniel pun menganggukkan kepalanya. Pamela keluar dari kamar dan melangkah menuju meja makan dengan langkah perlahan. "Kakimu baik-baik saja?" tanya Daniel ketika Pamela telah duduk di kursi ruang makan. "Ya." Pet pun berdehem. "Dimana Max?" tanya Pamela. Ia ingin segera bicara dengan lelaki itu untuk meminta mesin ketik. Sayang sekali Pamela bahkan tidak melihatnya seharian ini. "Masih hibernasi di kamarnya," sahut Daniel. "Dia benar-benar tidak keluar seharian ini?" Daniel menganggukkan kepalanya. "Kenapa mencarinya?" tanya Pet kemudian. "Aku ingin membicarakan sesuatu dengannya. "Sampaikan saja padaku lalu akan kusampaikan kepada Max," ujar Daniel. "Tidak bisa. Aku harus mengatakan langsung kepada Max." Pet menatap menu ayam yang berada tidak jauh di hadapannya. "Aromanya semakin kuat saja," gumam Pet. "Apa bedanya bila mengatakan padaku. Kami bertiga seperti satu kesatuan. Jadi tidak ada bedanya." "Tentu saja berbeda. Ini adalah privasiku dan Max. Kalau begitu setelah makan aku akan mengunjunginya ke kamar." "Jangan melakukan itu," ujar Daniel. "Kenapa? Aku harus bicara padanya." "Max sedang tidak ingin diganggu." Pamela pun menghela napasnya. ---------- "Aku sudah mengatakan kepadamu agar tidak menemui Max hari ini. Sebaiknya besok saja sebelum kami berangkat." Pamela kemudian menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan kemudian menatap Daniel. "Jam berapa besok kau berangkat?" tanya Pamela. "Tepat setelah selesai sarapan. Kau akan bertemu max di meja makan." Pamela terdiam sejenak kemudian menganggukkan kepalanya. Ia kemudian berbalik arah dan tidak jadi mencari kamar Max. Daniel pun mengernyitkan keningnya karena Pamela mengurungkan niat dengan sangat cepat. Daniel memilih untuk mengikuti langkah Pamela. "Apa yang akan kau lakukan malam ini?" tanya Daniel. "Tidak ada. Aku akan tidur di kamar." "Sangat membosankan." "Itu menyenangkan bagiku." Daniel menghela napasnya. "Mau bermain denganku?" "Bermain apa?" "Sesuatu yang bisa dilakukan di atas ranjang?" Pamela langsung menghentikan langkahnya kemudian menatap ke arah Daniel. "Maksudmu?" "Di luar sedang dingin jadi sepertinya akan lebih baik bila bermain di dalam kamar." "Mengapa harus kamar? Masih ada banyak ruangan di tempat ini." "Karena kamar adalah tempat yang paling nyaman." Pamela memutar bola matanya malas kemudian melangkah pergi begitu saja. "Temani aku menonton film," ucap Daniel seraya langsung menahan tangan Pamela. --------- Meski baru berada dua hari disini, Pamela akui ia cukup rindu kegiatan menonton film. Dirinya sangat suka menonton film. Ia memiliki cita-cita untuk menjadi penulis naskah film. Itu sebabnya Pamela suka menonton berbagai jenis film agar mendapatkan banyak referensi. Hal itu membuat dirinya menjadi sangat menyukai begitu banyak film. Daniel mengajaknya menonton film 'KNIFE' melalui aplikasi langganan berbayar yang dimilikinya. Pamela memang sangat ingin menonton film itu mengingat film itu adalah film terbaru yang dirilis oleh idolanya, Robert Shawn. Bila saja tadi Daniel tidak menyebutkan judul film yang ingin ditontonnya, maka Pamela akan lebih memilih untuk pergi ke kamar. Ia mau menonton bukan karena untuk menemani Daniel. Akan tetapi karena dirinya ingin menonton film terbaru dari sutradara favoritnya tersebut. "Edward benar-benar keren disini." Daniel langsung menoleh ketika Pamela mengatakan hal seperti itu. "Tunggu hingga kau menonton filmku, 'The Week'. Aku jauh lebih keren." Pamela memilih untuk mengabaikannya. "Bagaimana bisa ada lelaki dengan kharisma sebagus dia," gumam Pamela. Bila harus memilih di antara aktor yang ada, maka Pamela akan memiliki Edward. Terlebih lelaki itu sangat mencintai kekasihnya Bella.  Sikap Edward yang tenang, kalem, stay cool membuat pesonanya jauh lebih meningkat. Sayang sekali Bella justru menjalin hubungan gelap dengan Daniel. Pamela jadi ikut sedih untuk Edward.  Padahal lelaki itu sebenarnya berhak untuk mendapatkan yang terbaik. Akan tetapi entah mengapa justru ia mencintai gadis yang bahkan tega berselingkuh darinya. Bagi Pamela, Edward adalah lelaki idaman. Edward juga memiliki banyak penggemar seperti Daniel. Hanya saja memang aura Daniel jauh lebih seksi dibandingkan Edward yang memiliki aura cool. "Berkediplah. Dia tidak se-wah itu." Pamela menghela napasnya. "Bagaimana bisa kau lebih memuja Edward yang bahkan tidak pernah kau temui. Sementara kau mengabaikanku yang seperti titisan dewa ini. Yang sekarang sedang berada di sebelahmu dan berbincang denganmu." "Apa yang sebenarnya kau bicarakan?" tanya Pamela bingung. "Katakan. Bukankah aku jauh lebih tampan dan seksi dibandingkan Edward?" tanya Daniel. Pamela kembali menghela napasnya. "Fokuslah menonton," ucap Pamela kemudian. Mereka pun lanjut menonton film tersebut dengan fokus. Keduanya sama-sama fokus terhadap jalan cerita dan alur maju mundur yang ditampilkan dalam film. "Benar-benar khas Robert Shawn," gumam Pamela. "Sebenarnya Robert menawarkan aku untuk menjadi pemain utama film ini." Pamela langsung menatap ke arah Daniel. "Benarkah?" Daniel pun menganggukkan kepalanya dan menatap Pamela. "Lalu kenapa tidak kau terima tawaran itu?" Daniel kemudian terkekeh. "Saat itu aku sedang berfokus untuk film The Week. Aku juga merasa tidak cocok dengan karakter yang ada. Meskipun Robert mengatakan aku yang paling cocok memerankan itu." "Berarti kau tidak mampu melakukannya," gumam Pamela. "Bukan seperti itu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa seharusnya aku yang menjadi tokoh utama di film ini." "Untuk apa mengatakannya? Nyatanya Edward yang sekarang bermain. Bagiku juga Edward lebih cocok memerankannya. Dia terlihat sangat mempesona dengan aura cool-nya." "Jadi kau menyukai lelaki yang cool? Dingin?" "Tidak juga. Untuk kalangan aktor aku akan memilih Edward dan untuk kalangan artis aku menyukai CH." "CH? Caroline Huntington?" tanya Daniel. "Ya." "Benarkah? Dia menjadi lawan mainku di film 'The Week'." "Apa?" Pamela baru tahu. Ia biasanya hanya mengikuti berita mengenai film yang digarap oleh Robert Shawn. "Itu artinya kau bertemu dengannya." "Tentu saja. Kami sering bertemu." Pamela membulatkan matanya.  Ia sangat kagum pada artis itu karena memiliki banyak prestasi. Pamela sungguh ingin bertemu dengannya namun sadar diri itu adalah hal yang cukup sulit. Mengingat Caroline sangat sibuk dan tidak semudah itu untuk dapat bertemu dengannya. Pamela jadi benar-benar ingin memanfaatkan Daniel. "Kau harus meminta tanda tangannya untukku!" "Tidak mau. Kau minta saja sendiri." "Harus. Kau harus membantuku untuk itu!" "Tidak mau." Pamela menghela napasnya. "Dengar! Dia itu sangat sibuk dan saat ini pasti kau akan sering menemui dia. Aku benar-benar ingin agar buku karyanya yang telah kubeli mendapatkan tanda tangan eksklusif dari CH. Sayang sekali buku itu di apartemenku sekarang." "Tidak usah berharap banyak. Aku tidak akan melakukannya untukmu." Pamela pun menatap lelaki itu dengan pandangan mata membulat. "Benar-benar menyebalkan!" gumamnya. Pamela kemudian kembali menatap ke layar film dengan perasaan kesal. ---------------- Pamela tidak tahu ia bangun pukul berapa. Akan tetapi yang jelas, ketika dirinya bangun, ia dapat merasakan dirinya tengah memeluk sesuatu. Ia yakin itu bukan bantal karena kali ini terasa keras. Ketika membuka mata dan mendapatkan kesadaran penuh, dirinya akhirnya tahu bahwa ia tertidur satu ranjang bersama Daniel. Hal itu membuatnya merasa terkejut dan lekas bangkit dengan tergesa. Pasti karena semalam ia lanjut menonton film lain setelah menonton film 'KNIFE'. Hingga tanpa sadar dirinya tertidur begitu saja di atas ranjang ini. Mereka memang menonton bersama di ruang televisi. Dimana ada sebuah sofa lipat multifungsi yang bisa dirubah menjadi ranjang. Tempat itu sangat nyaman untuk menikmati film. Sehingga wajar apabil Pamela tertidur begitu saja. Setelah bangkit dari sana, Daniel pun terbangun dan menatap ke sebelahnya. Lelaki itu kemudian tersenyum. Ia masih ingat dengan jelas kemarin Pamela tertidur lebih dahulu dan memeluknya begitu saja. Mungkin gadis itu mengiranya sebagai bantal guling sehingga melakukannya begitu saja. Daniel pun memilih kembali memejamkan mata ketika melihat Pamela melangkah menuju arah kamarnya. Ketika Pamela hampir tiba di kamarnya, ia bertemu dengan Max. Akhirnya ia melihat lelaki itu. Pamela pun langsung menghampirinya. "Max, aku ingin bicara." Max mengernyitkan keningnya menatap Pamela. "Ah, kau sudah bangun rupanya." "Kenapa?" "Tadi aku mencari Daniel. Rupanya dia tidur bersamamu." "Soal itu sebenarnya terjadi karena tidak sengaja." "Baiklah. Aku tidak akan bertanya. Kau ingin bicara apa?" Pamela pun nampak bersemangat. "Kau mengatakan akan memenuhi apa yang aku minta selama tinggal disini." "Ya, itu benar. Akan tetapi ku harap kau tidak akan memanfaatkan ucapanku itu untuk meminta hal-hal aneh." "Tidak. Aku ingin meminta beberapa hal." "Katakan saja." "Aku ingin menghabiskan waktu untuk menulis naskah disini seraya menanti waktu kebebasanku. Untuk itu aku membutuhkan perangkat untuk mengerjakannya. Aku yakin kau pasti tidak akan mengabulkan  bila aku meminta laptop atau komputer. Aku tahu sinyal disini bagus karena ada tower tinggai menjulang. Jadi besar kemungkinan aku terkoneksi internet bila memiliki laptop atau komputer. Jadi aku ingin meminta mesin ketik. Setidaknya itu aman dan aku bisa tetap menulis naskah selama berada disini." Max terdiam sejenak untuk berpikir. "Baiklah. Aku bisa menyediakan mesin ketik. Itu mungkin akan datang beberapa hari lagi saat ada helikopter menuju kemari. Biasanya akan helikopter akan datang membawa beberapa kebutuhan untuk para manusia yang tinggal di pulau ini." "Terima kasih banyak." Pamela sungguh merasa senang dan lega atas hal tersebut. Max benar-benar sangat baik. "Lalu apalagi yang kau butuhkan?" Senyum Pamela semakin mengembang. "Daniel mengatakan bahwa ia bermain film bersama CH. Aku adalah salah satu penggemarnya. Aku ingin minta tolong agar kau membelikan bukunya yang berjudul 'TAKE' lalu tolong minta agar ia menandatanganinya atas namaku." Max pun menyentuh dagunya atas permintaan Pamela yang satu itu. "Aku tidak yakin apa itu bisa dilakukan atau tidak." "Ayolah, kumohon! Pasti Daniel memiliki jadwal untuk bertemu dengan CH. Kau selalu bersama Daniel jadi pasti kau juga bertemu dengan CH." "Mengapa tidak meminta Daniel yang melakukan hal itu?" tanya Max. "Dia tidak mau." Max pun menjentikkan jarinya. "Bila ia tidak mau, berarti itu hal yang sulit dilakukan. Kau tahu CH sangat selektif dalam memberikan tanda tangan. Tidak, bukan berarti dia sombong. Hanya saja dia memang sedikit pemilih." Pamela memang mengetahui hal itu. Dari begitu banyak eksemplar buku yang dirilisnya, biasanya bisa dihitung jari buku yang akan mendapatkan tanda tangannya. Caroline adalah artis sekaligus penulis best seller. Tentu tidak mudah untuk mendapatkan tanda tangannya. Pamela terdiam sejenak. "Aku harap kau bisa mendapatkannya. Aku akan menunggu itu." Max terdiam sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepala. "Baiklah, akan ku coba usahakan." Pamela pun menganggukkan kepalanya. "Terima kasih banyak." Max pun menatap ke arah belakang Pamela. "Baiklah. Cepatlah mandi dan bersiap. Sarapan akan berlangsung sebentar lagi." Pamela menganggukkan kepalanya. "Aku akan pergi ke kamar." Lalu setelah itu, Pamela pergi melangkah meninggalkan Max. Tidak menyadari Daniel sejak tadi berada di belakangnya. Lelaki itu kemudian menyilangkan kedua tangan di depan d**a dan kemudian menatap Max. "Cepatlah mandi. Kau bangun kesiangan," ujar Max. Max kemudian melangkah meninggalkan Daniel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN