Chapter 10

3022 Kata
Daniel mengetuk pintu kamar Pamela ketika siang hari telah tiba. Mereka memiliki jadwal untuk pergi ke air terjun siang ini. Pamela sudah mengatakan tadi pagi bahwa dirinya akan ikut. Untuk itu, Daniel akan memanggil Pamela sekarang. "Pamela." Daniel terus mengetuk namun ia tidak mendengar sahutan dari dalam. Lelaki itu pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Pamela. Akan tetapi saat memutar knop pintu, dirinya menyadari bahwa pintu itu terkunci. Daniel pun menghela napas dan kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci cadangan kamar Pamela. Setelah kembali dengan kunci cadangan, ia langsung membuka pintu kamar Pamela dan masuk ke dalam kamar gadis itu. "Jadi dia tertidur," gumam Daniel ketika melihat Pamela yang tengah memeluk bantal guling di atas ranjang. Daniel menghampirinya dan berdiri di sisi ranjang. Ia menyilangkan tangan di depan d**a dan menatap Pamela yang masih tertidur. Pandangannya kemudian beralih pada bantal guling yang dipeluk gadis itu. Daniel kemudian tersenyum masam. "Bantal guling sepertinya lebih beruntung dariku," gumamnya. Daniel kemudian berusaha membangunkan gadis itu. "Pamela, bangunlah." Daniel menarik bantal guling dari gadis itu agar tidurnya menjadi terganggu. Cara itu berhasil karena Pamela langsung membuka matanya. "Apa?" tanyanya dengan pandangan mengantuk yang sangat kentara. "Kita akan pergi ke aiar terjun. Ayo," ajak Daniel. Pamela menghela napasnya. "Aku mengantuk," ujarnya kemudian menggulingkan tubuh sehingga menghadap ke samping. "Cepatlah, agar kita bisa kembali sebelum malam." "Lima menit lagi," pinta Pamela dengan mata terpejam. "Sekarang atau kau mau aku bangunkan dengan caraku?" Pamela pun hanya terdiam dan tetap memejamkan matanya. "Baiklah bila kau memaksa." Daniel langsung mendekat ke arah gadis itu dan langsung berada di atasnya. Hal itu sontak membuat Pamela merasa terkejut. "Sialan, apa yang kau lakukan?!" Pamela langsung membuka mata dan mendorong d**a Daniel. Sayangnya Daniel bahkan tidak berpindah seinchi pun. "Aku sudah memberimu pilihan tadi." "Baiklah aku bangun. Menjauhlah dariku," pekik Pamela. "Tidak. Kau sudah memilih tadi. Jadi aku akan melanjutkan." Lelaki itu mendekat sehingga jarak wajah mereka semakin dekat. Pamela pun mengalihkan wajahnya seraya tetap mendorong tubuh Daniel. "Maaf, Tuan dan Nona." Kegiatan Daniel terhenti sejenak karena suara dari pelayan. "Tuan Pet ingin bicara dengan Tuan Daniel. Tuan Pet menunggu di dekat kolam berenang." Daniel menghela napasnya. Ia akan benar-benar menghadiahkan pukulan kepada Pet setelah ini. Melihat Daniel yang lengah, Pamela langsung mendorong d**a lelaki itu sekuat mungkin sehingga Daniel pun langsung memilih untuk bangkit dari posisinya yang berada di atas Pamela. "Aku akan kembali sebentar lagi. Segera siapkan dirimu." ucap Daniel kepada Pamela. Daniel kemudian melangkah meninggalkan kamar Pamela. Jullie adalah pelayan yang memberikan pesan itu. Dirinya membungkuk ketika Daniel melewatinya begitu saja. Ia kemudian menatap Pamela. "Saya permisi, Nona." "Baiklah." ------------ "Ada apa, Pet? Kau ini mengganggu saja." "Keberangkatan kita dipercepat. Besok setelah sarapan akan langsung berangkat." "Apa?" Daniel terkejut. "Ya, dipercepat." "Aku bahkan belum merasakan berlibur disini." "Kau masih punya waktu hingga nanti malam. Setelah itu kau bisa kembali lagi kesini dalam jangka waktu yang belum bisa ditetapkan." Daniel berdecak sebal. "Apalagi yang ingin kau katakan?" "Tidak ada. Hanya itu." "Hanya itu?" tanya Daniel tidak percaya. "Ya." "Lalu kenapa tidak mengirim pesan saja?" "Aku melihatmu memasuki kamar Pamela. Jadi ku rasa aku perlu memanggilmu kesini sebentar. Kau harus pintar memanfaatkan waktu disini. Bukankah kau bilang mau berlibur disini? Tapi yang kulihat kau hanya terus berusaha menghabiskan waktu bersama Pamela." Daniel memutar bola matanya malas. "Aku akan kembali ke kamar Pamela," ujar Daniel langsung meninggalkan Pet begitu saja. ------------- "Serius aku tidak perlu membawa apapun?" tanya Pamela. Daniel menganggukkan kepalanya. "Kau mau berenang disana?" tanya Daniel. Melihat keadaan nantinya dimana hanya mereka berdua saja dan bila Pamela berenang maka ia perlu berganti pakaian. Sepertinya itu akan menjadi keadaan yang sangat tidak aman karena keberadaan Daniel bersamanya. "Tidak." "Kau yakin?" "Ya. Aku bisa berenang di lain hari saat kesana tanpamu." Daniel pun hanya tersenyum. "Kau melewatkan kesempatan berenang bersama aktor Hollywood terseksi tahun ini." "Aku tidak peduli dengan itu. Bagaimana dengan minuman? Kurasa aku bisa membawa satu tas berisi minuman." "Baiklah. Tunggu disini." Daniel kemudian segera melangkah meninggalkan Pamela di ruang tamu. Pamela memilih untuk diam saja. Pet muncul seraya membawa tabletnya. "Mau kemana?" tanya Pet melihat pakaian Pamela yang seperti ingin pergi. "Ke air terjun." "Hanya berdua bersama Daniel?" tebak Pet. "Ya, kau mau ikut?" Pet kemudian tersenyum masam. "Bawal bubuk cabai. Lelaki itu bisa tiba-tiba b******k padamu nanti." Pamela mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Pet barusan. "Berhati-hatilah dengan Daniel," ujarnya kemudian pergi melangkah keluar villa. Pamela terdiam berpikir mendengar ucapan Pet. "Mereka benar-benar teman, kan?" tanyanya pada diri sendiri. Akan tetapi Pamela berterima kasih pada pesan Pet tersebut. Dirinya memang harus berhati-hati kepada Daniel. Setidaknya ia memang harus menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk mengingat nanti keduanya akan menghabiskan waktu bersama hingga malam. Pamela pun bangkit untuk meninggalkan ruang tamu. Ia harus mencari keberadaan dapur. Tadi Bibi Margareth telah menunjukkan jalan jadi ia hanya perlu melangkah kesana. Setelah tiba di dapur, Pamela dapat melihat Daniel tengah menyiapkan beberapa botol minuman. "Kenapa kesini?" tanyanya. "Tidak apa." Daniel melakukan pekerjaanya di meja seraya dibantu oleh seorang pelayan. Pamela langsung melangkah menuju rak dinding dan membukanya satu persatu. Ia mencari-cari bubuk cabai yang seharusnya ada di sekitar sini. Ketika mendapatkannya, Pamela langsung mengambil itu dan memasukkannya ke dalam saku celana. Untungnya terdapat banyak botol kecil bubuk cabai jadi bila Pamela mengambilnya satu untuk keamananan seterusnya, masih ada bubuk cabai lainnya disini. "Apa yang kau ambil?" tanya Daniel menghampiri Pamela. "Bukan urusanmu. Ayo kita berangkat." Daniel menatapnya seolah tengah meneliti Pamela. Hal itu membuat Pamela menghela napasnya. "Ayolah. Kita harus cepat berangkat." Gadis itu menarik tangan Daniel agar cepat meninggalkan dapur. Daniel pun menatap tangannya yang digenggam oleh Pamela. Ia kemudian melangkah mengikuti Pamela yang menariknya.  Ketika melewati meja, ia mengambil tas berisi perbekalan yang telah disiapkannya tadi. ---------- Sepanjang perjalanan mereka hanya saling terdiam. Pamela yang asik menikmati pemandangan yang ada sementara Daniel memang sedang tidak ingin membicarakan apapun. Itu sebabnya mereka hanya saling berdiam diri seraya melangkah. "Aku jadi penasaran. Jadi sebenarnya kau menjalin hubungan gelap dengan Bella?" tanya Pamela. "Kenapa? Kau ingin mencari fakta lebih banyak agar bisa membeberkannya lebih banyak ketika kembali dari sini?" "Tidak. Aku hanya penasaran. Ku dengar hubungan Bella dan Edward adalah idaman semua orang. Aku hanya terkejut saat tahu kau ternyata berhubungan dengannya." "Tidak semua yang diberitakan media itu sesuai dengan kenyataan." "Benar." "Kau bekerja di production house cukup lama. Kau pasti tentu sudah bertemu dengan banyak public figure." "Ya." "Aku penasaran kenapa kau sangat ingin bertemu Robert Shawn." Pamela menghela napasnya dan langsung menghentikan langkah ketika mendengar nama itu. Padahal ia sudah mulai melupakannya dan terbuai dengan kenyamanan di tempat ini. Akan tetapi karena Daniel kembali menyebut namanya, Pamela pun jadi teringat kembali dan merasa sedih karena kehilangan kesempatan yang sangat berharga itu. "Ada apa?" tanya Daniel ikut menghentikan langkah. Mereka bersebelahan dengan Daniel yang menatap ke arah Pamela. Gadis itu kemudian menghadap ke samping sehingga kini berhadap dengan Daniel. "Jangan menyebutnya. Aku jadi kesal kembali karena harus berada disini. Kau benar-benar menghancurkan segalanya." Pamela kemudian kembali melanjutkan langkahnya. "Aku juga penasaran kenapa kau akhirnya menjadi jinak dan tidak berusaha kabur." "Hentikan semua penasaran itu. Kau tidak perlu penasaran pada orang yang kau culik." Daniel pun mempercepat langkahnya agar ia berdampingan lagi dengan Pamela. "Ini pertama kalinya ada gadis yang mengabaikanku." "Sudah kukatakan aku tidak termasuk ke dalam para gadis yang tergila-gila padamu." "Mengapa demikian?" "Kau masih bertanya? Tentu saja karena kau b******k! Menculikku dan membawaku kemari. Kau menghancurkan hidupku." Daniel mengernyitkan keningnya. "Jadi bila aku tidak melakukan itu, kau sebenarnya tergila-gila padaku?" "Kau terlalu percaya diri. Aku hanya menyukai Robert Shawn. Selain itu tidak ada." "Kau yakin tidak tergoda olehku?" Pamela menghentikan langkahnya. "Kau yakin hanya menyukai Robert Shawan? Aku lebih seksi, tampan, dan menarik dibandingkan dia." "Kita harus kemana?" tanya Pamela seraya menatap dua jalan kecil yang berada di hadapannya. Daniel menatap jalan itu kemudian menarik tangan Pamela. "Kemari," ucapnya. Setelah mereka memilih jalan sebelah kanan, Daniel masih tetap menggenggam tangan Pamela seraya melangkah. Hal itu membuat Pamela langsung menarik tangannya. "Jadi mengapa kau lebih memilih Robert Shawn dibanding aku?" tanya Daniel. "Dia jauh lebih seksi." "Sepertinya matamu salah melihat." "Tidak. Aku memiliki selera sendiri jadi menurutku, Robert Shawn adalah pria terseksi yang pernah kulihat." Daniel pun tersenyum masam. "Kau akan menyesal mengatakannya nanti setelah melihat diriku lebih lama." Pamela memutar bola matanya. "Berhentilah bersikap terlalu percaya diri. Tidak semua orang di dunia ini akan tergila-gila padamu." "Memang tidak, tapi akan." Pamela memilih untuk tidak menanggapi karena merasa malas. "Oh, kita sudah sampai." Pamela memekik terkejut ketika melihat air terjun di hadapannya.  Meski air terjun itu tidak terlalu tinggi, akan tetapi cukup indah. Belum lagi aliran sungai di bawah air terjun itu yang cukup jernih. Pamela jadi tergiur ingin langsung berenang disana. Sayangnya ia tadi sudah bertekad tidak akan berenang sekarang melainkan berenang keesokan harinya. "Bagaimana? Menyesal karena tidak berenang sekarang?" tanya Daniel. "Tidak. Aku biasa saja." Daniel kemudian meletakkan tas yang sejak tadi berada di punggungnya. Aku akan berenang. Kau jangan pergi terlalu jauh. Akan merepotkan bila tersasar. Nikmatilah pemandangan yang berada di dekat sini. "Kau kesini untuk berenang?" "Ya. Untuk apa lagi?" Daniel kemudian menunjuk bagian bawah air terjun. "Berada di bahwa sana sangat menyenangkan," ujarnya. Daniel kemudian langsung melepas bajunya sehingga ia dalam keadaan topless. Hal itu membuat Pamela merasa terkejut. Ia sedikit tercengang dengan bentuk tubuh Daniel yang seolah terpahat dengan sempurna. Otot perut lelaki itu terlihat begitu sangat menggoda. Pamela bahkan tidak sadar telah memperhatikan tubuh Daniel hingga pipinya memerah. Daniel tersenyum melihat ekspresi keterkejutan Pamela. Ia kemudian menurunkan celana panjangnya yang kemudian membuat Pamelalangsung menutup mulut dan mengalihkan pandangan. "Apa yang sebenarnya kau lakukan?" tanya Pamela dengan wajah berpaling. "Apa? Aku akan berenang. Jadi aku melepas baju serta celana panjangku. Kenapa kau menghindar melihatnya?" "Kau benar-benar membuatku terkejut." Daniel kemudian terkekeh. "Kau bilang tidak akan tergila-gila padaku. Kau seharusnya bersikap biasa saja dan tidak tergoda. Pipimu bersemu merah, dan aku yakin kau mulai tertarik." "Itu tidak benar! Kau terlalu percaya diri." "Benarkah? Kalau begitu bersikaplah biasa saja dan tatap aku dengan berani." Pamela menghela napasnya. Ia kemudian kembali menatap ke arah Daniel. Dirinya memejamkan mata sejenak. "Sampai kapan kau berenang?" tanya Pamela berusaha fokus menatap wajah Daniel. Pasalnya lelaki itu mengenakan celana yang terlalu pendek dan ketat sehingga miliki lelaki itu tercetak dengan sangat jelas. "Sampai aku puas," jawabnya. "Nikmatilah bekal yang ku bawa. Kau bisa bersantai disini karena udara sangat teduh. Jangan melangkah terlalu jauh karena aku tidak akan memperhatikanmu setiap saat," ujar Daniel kemudian. Pamela pun hanya terdiam. "Kalau kau kabur, itu juga tidak masalah. Kau tidak akan bisa keluar dari pulau ini dengan cara apapun. Jadi daripada menyusahkan diri dengan tersesat, akan lebih baik bila kau duduk dengan tenang disini menyaksikanku berenang." Lelaki itu kemudian melangkah menuju sungai dan langsung menceburkan diri. Pamela pun menghela napasnya karena juga ingin berenang. Akan tetapi dirinya masih sedikit terkejut dengan apa yang tadi ia lihat. "Bila Riana yang berada di posisiku, aku bertaruh dia pasti akan senang ditahan disini." Pamela kemudian duduk dan membuka tas yang dibawa oleh Daniel. Saat hendak mengambil kotak makanan yang dibawa lelaki itu, Pamela melihat ponsel.  Ponsel itu tentu adalah milik Daniel. Pamela sempat terdiam sejenak menatap ponsel itu. Ini sebenarnya adalah kesempatan baik untuk melakukan apapun supaya ia bisa kabur. Ia bisa saja menelpon polisi. Pamela yakin pulau ini telah memiliki sinyal yang baik karena ia dapat melihat tower tinggi menjulang di sebelah timur. Itu pasti tower sinyal. Dirinya kemudian menghela napas. Ia memilih untuk mengambil kotak bekal.  Biar saja begini. Dirinya pasti akan terlibat masalah yang lebih rumit bila melaporkan semua ini. Yang perlu ia lakukan hanya sabar menunggu dan setelah itu ia bebas menjalankan apa saja. Pamela hanya harus memastikan ia mendapatkan kontak Daniel agar bisa memanfaatkan relasi lelaki itu nantinya. -------------- Setelah puas berenang di air terjun, Daniel kembali ke daratan dengan tubuh basah. Pamela tengah berada di pinggir aliran sungai seraya menatap ke dalam air. Daniel pun menghampirinya. "Sedang melihat apa?" tanya Daniel. Pamela langsung mengelus dadanya karena merasa terkejut. "Kau ini benar-benar membuatku terkejut!" "Ikan-ikan disini lumayan juga," ujarnya kemudian. Daniel ikut mengamati ikan yang ada. "Mau menangkapnya?" tanya Daniel. "Ingin tapi pasti sulit." "Itu mudah. Kita hanya perlu menutup aliran air dan mereka akan tertahan di satu tempat. Kita hanya perlu menangkapnya." Pamela langsung menatap ke arah Daniel. Ia langsung terpukau dengan tampilan lelaki itu saat ini. Daniel dengan keadaan rambut basah yang terlihat begitu mempesona. Pandangannya kemudian turun ke bagian d**a lelaki itu dan perutnya. Otot lelaki itu terlihat semakin menggoda dengan beberapa tetesan air yang menempel. Pandangannya pun semakin turun dan ia membulatkan matanya ketika melihat celana lelaki itu. Bentuk itu semakin tercetak jelas dan Pamela justru terus memandanginya. Daniel dapat merasakan tatapan gadis itu jadi ia membiarkannya. Dirinya justru merasa senang bila akhirnya Pamela dapat tergoda oleh dirinya. Pamela mulai tersadar akan apa yang ia lakukan. Ayolah, dirinya adalah gadis normal yang menyukai lelaki. Sangat wajar bila ia merasa terpesona ketika melihat tubuh Daniel yang begitu jelas begini di hadapannya. Sepertinya lelaki itu benar mengenai dirinya adalah pria terseksi tahun ini. Pamela benar-benar kagum dengan tubuh lelaki itu. Benar-benar sangat menggoda. "Jadi bagaimana? Mau menangkapnya? Sepertinya ikan bakar akan menjadi menu yang menyenangkan untuk malam ini." Pamela terdiam sejenak dan menatap kembali ke aliran sungai. "Kita tidak membawa wadah untuk ikannya." "Benar juga" Daniel juga baru teringat akan hal itu. "Sepertinya kita harus membawa persiapan untuk menangkap ikan saat akan kesini lagi." Pamela menoleh ke arah lelaki itu. "Kita? Kesini lagi?" tanya Pamela. "Ya, tentu saja. Setelah aku kembali besok, beberapa waktu setelahnya aku akan datang lagi. Kau pikir aku akan kembali besok dan tidak datang-datang lagi kemari selama kau disini?" Pamela menghela napasnya. "Aku baru saja merasa senang karena kau tidak ada lagi disini." Daniel tertawa mencemooh. "Aku yakin kau akan merasa lebih senang menghabiskan waktu bersamaku." Daniel kemudian mendongakkan matanya dan menatap langit. "Sebenarnya ini masih ada banyak waktu sebelum kita kembali. Akan tetapi tidak apa. Ayo kita kembali." Pamela pun menganggukkan kepalanya. "Aku akan berganti pakaian dan telanjang bulat," ujar Daniel. Pamela dapat merasakan pipinya langsung memerah mendengarkan ucapan itu. "Kau sangat tidak tahu malu." Daniel pun tersenyum seraya membuka tasnya untuk mengambil celana dalam pengganti. Ia akan mengenakan baju tadi dan celana panjang tadi yang ia gunakan saat berangkat kemari. "Terserah kau mau melihatnya atau tidak. Aku juga tidak keberatan bila kau memperkosaku disini." Pamela pun memutar bola matanya malas. Ia kemudian membalikkan tubuhnya sehingga kini membelakangi Daniel. "Lakukan dengan cepat. Aku ingin segera kembali dari sini." "Kau yakin ingin segera kembali?" tanya Daniel. "Ya. Aku bosan menghabiskan terlalu banyak waktu bersamamu." Daniel pun hanya bisa terkekeh. Ia melakukan kegiatan berganti pakaiannya dengan cepat. "Aku sudah selesai." "Kau yakin?" tanya Pamela. "Ya. Berbaliklah." Pamela menghitung hingga sepuluh kemudian ia membalikkan tubuhnya.  "Kau tidak ingin menikmati bekal yang kau bawa?" "Tidak. Itu semua untukmu. Aku kesini hanya untuk berenang. Mengapa tidak dihabiskan?" Pamela menghela napasnya. Bila tahu semua itu untuknya, pasti tadi ia habiskan saja. "Aku berpikir kau menyiapkannya juga untuk dirimu jadi aku menyisakannya. Mengapa tidak mengatakan dari tadi?" "Aku pikir kau sudah tahu itu semua untukmu. Sudahlah, ayo kembali." --------- "Kau mengingat jalannya dengan cepat," ujar Daniel yang melangkah di belakang Pamela. "Ya, ingatanku sangat baik. Aku mengingat banyak hal dengan cepat." Daniel pun tersenyum. Ia kemudian meletakkan ponselnya kembali ke dalam tas. Sejak tadi dirinya sengaja berjalan di belakang Pamela agar ia dapat memeriksa ponselnya itu. "Aku akan memberikan penanda di beberapa jalan bercabang." "Untuk apa?" tanya Pamela. "Kau bilang akan kesini lagi tanpa aku. Hanya antisipasi siapa tahu kau lupa jalannya." Begitu mereka menemukan jalan percabangan pertama, Daniel segera merogoh sebuah tali plastik merah yang telah disiapkannya tadi. Ia memang sengaja membawanya agar dapat dipasang sebagai penanda jalan. "Kau membawa itu?" tanya Pamela. "Ya." "Mengapa tidak dipasang saat berangkat saja?" "Aku ingin mengetes apa kau ingat jalannya dengan baik atau tidak. Katakan kemana arah yang harus diambil di antara dua jalan di depan." Pamela ingat dengan baik bahwa mereka tadi melangkah ke kanan saat melewati jalan ini. "Tadi saat berangkat kita belok ke kanan, itu artinya saat kembali kita lewat sini." Pamela menunjuk jalan yang diketahuinya. Daniel tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Bagus. Jawaban yang benar." Daniel kemudian mengikatkan tali merah tersebut kepada batang pohon yang ada. "Ini akan menjadi penandamu bila ingin kesini." "Baiklah. Terserah dirimu. Padahal aku dapat mengingat semuanya dengan baik." Mereka kemudian melanjutkan langkah. Daniel jadi penasaran terhadap gadis itu. Ketika memeriksa ponselnya, ia tidak menemukan keanehan apapun. Padahal tadi ponselnya terletak di tempat yang sangat terjangkau dan terlihat. Bila Pamela mengeluarkan makanannya, maka sudah pasti gadis itu melihat ponselnya. Akan tetapi tidak ada yang dilakukan gadis itu. Daniel menjadi penasaran. Padahal itu kesempatan yang baik untuk menghubungi siapa pun yang Pamela inginkan. Meski ponselnya memiliki sandi yang harus dipecahkan, akan tetapi sepertinya gadis itu tidak mencoba memainkan ponselnya. "Aku ingin bertanya," ujar Daniel kemudian. "Apa?" "Kenapa kau tidak memakai ponselku?" "Untuk?" "Menghubungi siapapun agar dapat melarikan diri." "Itu tidak ada gunanya." "Kau yakin?" "Ya. Aku akan menikmati hidup disini. Itu lebih baik daripada mencari masalah dengan aparat polisi. Aku harus menjalani begitu banyak rangkaian pemeriksaan hanya untuk menangkapmu. Itu pasti melelahkan dan membuang banyak waktu." Daniel tersenyum. Ia kemudian mengacak perlahan rambut gadis itu. "Gadis pintar." Pamela langsung menepis tangan Daniel yang menyentuh kepalanya. "Kendalikan tangamu," ucap Pamela memperingatkan. "Baiklah." "Arghh!" Pamela secara tiba-tiba terjatuh dan Daniel pun menjadi terkejut. Daniel pun berdecak sebal karena Pamela tidak memperhatikan jalan dengan baik. Gadis itu pun terpeleset dan terjatuh. "Aw.." Daniel berlutut agar tingginya setara dengan Pamela. "Perhatikan lah langkahmu dengan baik," ujar Daniel. "Ini sangat sakit." Daniel menatap kaki Pamela. "Kau bisa bangkit?" tanya Daniel. Pamela pun mencoba untuk bangkit akan tetapi dirinya tidak bisa. Hal itu membuat Daniel menghela napasnya. "Sepertinya kakimu terkilir. Biar aku-" Pamela langsung menepis tangan Daniel yang hendak menyentuh pergelangan kakinya. "Jangan menyentuh! Ini masih terasa sangat sakit." "Lalu aku harus bagaimana? Kau pasti tidak bisa berjalan bila seperti ini." "Tunggu dulu sebentar," pinta Pamela. Ia sedang berusaha menenangkan diri agar kuat menahan rasa sakitnya. Daniel pun memutar bola matanya malas. Ia langsung memposisikan dirinya di depan Laura dan meyodorkan punggungnya. "Naiklah. Aku akan menggendongmu." "Apa?" "Akan lebih baik bila kita segera pulang dan kakimu diobati di villa." Pamela tidak memiliki pilihan. Ia juga merasa malas bila berada terlalu lama disini.  Dirinya pun kemudian menyetujui ucapan Daniel dan segera naik ke punggung lelaki itu. "Berpeganganan lah yang erat." Daniel kemudian bangkit dengan menggendong gadis itu. "Jangan katakan bahwa aku berat," ujar Pamela. "Tidak. Kau bahkan sangat ringan." "Baguslah. Padahal aku berharap kau tidak kuat menggendongku. Aku suka melihatmu bila lemah begitu." Pamela sungguh tidak suka melihat kearoganan Daniel. Lelaki itu terlalu percaya diri dalam banyak hal. Pamela jadi penasaran ingin melihat bagaimana keadaan lelaki itu ketika ia merasa lemah. Pamela ingin melihat saat lelaki itu merasa tidak percaya diri. Daniel pun terkekeh atas ucapan Pamela. "Aku sangat kuat. Tidak selemah yang kau pikirkan." Pamela memilih untuk diam saja. Ia malas meladeni sikap lelaki itu yang terlalu percaya diri. Setelah ucapan Daniel itu, mereka saling terdiam sepanjang perjalanan. Hawa yang sejuk, posisi yang terasa sangat nyaman membuat Pamela jadi mengantuk bila digendong seperti ini. Apa ia pernah berpikiran untuk memuji pundak Daniel? Bila tidak, ia akan memujinya sekarang. Pundak lelaki itu sangat lebar. Pundak yang sangat nyaman untuk bersandar atau dipeluk. Pamela yang sejak tadi merengkuh leher lelaki itu dengan kedua tangannya pun lama-lama merasa nyaman. Ia kemudian menyadarkan kepalanya pada pundak Daniel. Lalu lama kelamaan, dirinya memejamkan mata karena merasa mengantuk. Daniel tahu bahwa gadis itu tengah tertidur sekarang. Ia membiarkan Pamela menikmati tidurnya. Ia akan melangkah dengan kecepatan biasa. Meski akan lebih menyenangkan bila ia melangkah seraya berbincang dengan gadis itu, akan tetapi tidak masalah bila Pamela tertidur di gendongannya. "Tunggu saja, Pamela. Belum pernah ada gadis yang mengabaikanku. Bila kau tetap berpendirian teguh pada seleramu bahwa Robert Shawn lebih seksi dari aku, maka pasti ada yang salah dari dirimu." Daniel pun melanjutkan langkahnya dengan senyuman yang mengembang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN