GDA//13

1010 Kata
Suasana kelas 3 sangat hening. Tidak ada yang berani membuka mulut mereka, apalagi mengeluarkan suara sedikit saja.  Mungkin bagi murid kelas tersebut, saat ini Alice dan Miya telah membangunkan singa.  Alice merasa sangat terhina dengan kondisinya saat ini. Bukannya membuat anak baru itu menjadi tontonan, dirinya-lah yang menjadi bahan tontonan.  Luna berjalan mendekati mereka dengan langkah ringan. Sesaat dia melirik sebuah pemukul kayu yang disimpan diatas meja guru. Mengambil benda itu, Luna mengangkatnya dan mengarahkan ujungnya tepat diwajah Alice.  "Apa kau datang hanya untuk mencari masalah denganku?" Walau nada yang ia gunakan sangat tenang, siapapun bisa melihat cahaya dingin dari mata gadis itu. "Ah...Apa yang kau ingin lakukan? Jangan macam-macan!"  Kekejaman dan rasa dingin di bawah matanya itu nyata, seperti dia bisa saja membunuh mereka berdua setiap detiknya. "Bukankah kalian datang kesini karena ingin mengobrol denganku?" "Ampuni aku!" Miya dikalahkan dengan rasa takutnya, ia langsung menyerah dan bersujud sambil memohon-mohon pada Luna.   Melihat bahwa temannya sendiri telah mengkhianatinya, Alice langsung marah. Dia memasang wajah marahnya, mengangkat kedua tangannya dan mengarahkan jari-jarinya dengan niat melukai wajah cantik gadis itu.   Melihat gerakan kasar orang itu, gadis bersurai perak itu hanya meliriknya dengan tatapan menghina. Mengambil langkah mundur, kaki kanannya secara cepat mengayung kedepan dengan tepat menendang perut bagian bawah Alice. "Aakkhh...!!" Jeritan menyakitkan dan memilukan gadis itu sangat menakutkan di telinga oleh murid-murid yang menonton. "Pe-perutku...sangat sakit...tolong...perutku sakit...." Alice memeluk perutnya dengan wajah pucat dan sudah kehilangan sikap angkuhnya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap orang yang berdiri dengan ekspresi tenang tersebut. "Kau...tidak akan lolos dari ini semua!" Bukannya takut, gadis itu malah tersenyum sangat manis. Tetapi siapapun yang mengenalnya akan tahu bahwa semakin manis senyuman gadis itu menandakan bahwa ia siap menumpahkan darah.   "Ingin melawanku? Apa kau mampu? Jangan terlalu banyak bermimpi,"cibir Luna dengan suara pelan.   Tangannya sudah bergerak ke kepala gadis itu. Jari telunjuknya menyentuh dengan pelan kening Alice. "Kamu tidak akan memiliki waktu untuk itu."   Deg.   Jantung Alice berdetak mendengar ancaman tajam dan berbahaya dibalik kata-kata tersebut.   "Ka-kami akan pergi. Jadi, tolong lepaskan kami..." Sosok Miya mendekat dan masih memohon dengan penuh rasa takut pada gadis didepan mereka.   Niat membunuh yang diperlihatkan oleh gadis tadi masih sangat jelas dalam kepalanya.   Luna bukanlah tipe orang yang akan membuang waktunya untuk meladeni anak-anak ini. "Silahkan." Dia memberikan jalan pada mereka berdua untuk pergi.   Miya buru-buru membantu Alice berdiri dan berjalan pergi dari kelas tersebut. Sebelum mereka melewati pintu kelas itu, suara dari orang dibelakang mereka membuat langkah kaki keduanya berhenti dengan tubuh kaku.   "Jangan mencoba datang kemari lagi. Jika tidak, kalian berdua akan mendapatkan hadiah dariku lagi."   Miya dan Alice buru-buru mengangguk dan berlari pergi dari kelas tersebut.   Sedangkan beberapa murid yang menonton itu, mereka juga tidak berani untuk membuat masalah. Beberapa anak perempuan dengan pasrah membersihkan bekas air tumpah itu. Siapa juga yang berani menyuruh murid baru itu membersihkan hal ini.   Yuna berjalan mendekati meja Luna dengan langkah pelan. Dia mengetuk-ngetuk meja pihak lain.   "Um?" Luna merespon dengan suara rendah.   "Luna...semalam aku pulang sendiri atau gimana? Soalnya aku tidak ingat satupun."   Luna mengeluarkan buku pelajarannya dan melirik gadis manis itu dengan gerakan cepat. "Kamu pulang sendiri. Mungkin karena terlalu lelah, kamu langsung tidur."   "Begitukah? Sepertinya benar," Ujar Yuna sambil mengangguk kecil. "Kalau begitu, lain kali kita jalan keluar,gimana?"   "Oke." Luna dengan cepat setuju.   ***   Acara pertunangan yang dipersiapkan oleh Lutfiana dan Hairul menjadi semakin sibuk.   Kedua orang itu sedang sibuk memilih gaun yang akan dikenakan oleh Lutfiana.   "Yang ini gimana?" Perempuan itu menunjukkan sebuah gaun merah maroon yang memiliki belahan tepat didepan d**a-nya. Gayanya saja sangat seksi dan pasti akan menarik banyak mata para pria.   "Sangat seksi." Puji Hairul, tangannya juga sudah meraba-raba tubuh perempuan itu.   Wajah Lutfiana memerah dan mendorong tubuh pemuda itu dengan kuat. "Jangan nakal!"   Hairul mengangkat bahunya dan kembali duduk di sofa yang disiapkan oleh toko.   Pandangan matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah gaun putih sederhana yang diletakkan dibagian paling belakang.   Hairul berdiri dan berjalan ke arah gaun itu. Saat dia menyentuh lapisan kainnya, ia tiba-tiba mengingat sosok seorang gadis.   "Hairul..ini cantik,nggak?"   "Kita akan segera bertunangan! Aku senang banget."   "Oh lihat, ini sangat manis."   "Aku senang menghabiskan waktu denganmu!"   Hairul mengingat bahwa ia sudah pernah kesini dengan Luna. Mereka juga awalnya akan bertunangan beberapa tahun lalu.   Tetapi yang anehnya, ia malah akan bertunangan dengan gadis lain. Walau merasa bersalah, ia tidak menyesal. Lutfiana dan Luna sangat berbeda.   Luna termasuk tipe gadis yang terlalu naif dan tidak tahu caranya berbagi kemesraan. Sedangkan Lutfiana sendiri, ia sangat antusias dan suka jika mereka saling bersentuhan. Apalagi Lutfiana termasuk wanita paling disukai di kampung dan jurusan mereka.   "Kamu lagi lihatin apaan sih?" Sosok Lutfiana datang dan mendekati sisi Hairul. Saat ia melihat gaun sederhana itu, tidak ada jejak emosi di wajahnya. Tetapi ia masih bertanya, " Kamu suka gaya gitu?"   Hairul menarik pandangannya lagi,lalu matanya tertarik pada gaun seksi yang dikenakan kekasihnya. "Tidak. Aku malah sangat tertarik dengan apa yang kamu pakai."   "Um..jangan menggodaku,nakal." Lutfiana tersipu malu.   Keduanya bermesraan secara terbuka ,padahal masih ada pegawai disana yang berubah menjadi penonton. Kedua pegawai itu melihat dua pelanggan mereka dengan tatapan aneh.   "Bukankah wajah pasangan pria itu sangat akrab buat kita?"   "Iya. Aku ingat dia dulu datang ke sini dengan gadis lain deh."   "Benar. Sepertinya mereka putus dan sekarang orang itu adalah pasangan barunya."   "Tetapi menurutku, gadis yang pertama lebih manis daripada yang ini. Lihat saja dia seperti p***cur hanya dengan sekali melihatnya."   "Hehehe...bukankah jaman sekarang para pria sukannya sama jenis kayak dia."   "Itu Mah namanya cuma nafsu doang."   "Namanya laki-laki,kan." "Benar."   Di luar toko itu, Cahya hanya tidak sengaja lewat dan melihat pemandangan yang merusak etika itu. Dia juga mendengar ejekan dari para pegawai, senyum licik muncul di bibirnya. Dia berjalan dan muncul di tengah-tengah keduanya. "Ahh!!..." Baru saja keduanya akan berteriak kaget, Cahya sudah menutup mulut mereka.   "Huss...jangan ribut." Cahya menyuruh mereka diam dan melepaskan tangannya. "Aku kenal dua orang itu. Yang satunya mantan pacar sahabatku dan satunya lagi mantan sahabat yang berhasil mencuri pria sahabatnya." "Ahh...sangat menjijikkan." Kedua pegawai itu kompak mengekspresikan rasa jijik mereka.  Cahya tersenyum puas. "Memang mereka sangat menjijikkan." Berani mengganggu teman kecilnya, jangan harap hidupmu damai.                       Bersambung…..      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN