10. Nggak suka atau gengsi?

1953 Kata
"ELANG! BERHENTI SEBENTAR KEK, CAPE TAU NGEJAR LO TERUS!" Ternyata dugaan Aina salah, Aina pikir Elang tak mau berhenti, ternyata tidak. Elang justru berbalik badan menatapnya dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana abu-abunya. "Lang, ngejar lo itu cape, apa lo nggak mau tuker posisi sehari aja? Gantian gitu lo yang ngejar gue," kata Aina. Terdengar kekehan pelan dari Elang. "Mimpi!" balasnya. "Ish! Lo nggak ada niatan suka gitu sama gue?" tanya Aina. "Nggak!" "Tapi—" "Kalau nggak ada yang penting gue cabut! Buang-buang waktu ngomong sama cewek kayak lo!" bentak Elang memotong perkataan Aina. Tanpa mau repot menunggu jawaban gadis itu, Elang segera berjalan pergi meninggalkan Aina sendiri yang masing setia mematung di tempatnya. Aina menatap nanar punggung Elang yang perlahan menghilang di tengah ramainya koridor saat itu. Aina pun menarik nafas panjang, ingin rasanya menyerah namun ketika mengingat perjuangannya yang kemarin-kemarin membuat semangat Aina kembali terpompa. Aina tak boleh nyerah begitu saja, ia harus menunjukkan kepada Elang jika ia benar-benar serius suka dengannya. "Aduh, aduh cewek nggak tau malu makin gencer aja berulahnya." Spontan Aina menoleh ke samping kanan dan kiri secara bergantian. Di sana ada Ratu dan kedua temannya, berdiri dengan kedua tangan yang sama-sama dilipat di depan d**a. "Emang ya, urat malu lo udah putus apa gimana? Udah ditolak masih aja ngejar!" kata Maya dengan judes. Aina tak takut sedikit pun kepada mereka bertiga. Aina malah tertawa sumbang sembari memainkan rambutnya. "Gimana ya, cewek cantik kayak gue tuh udah biasa dikejar-kejar cowok. Jadi apa salah kalau gue pingin coba hal baru?" "Yaa kecuali yang nggak pernah dikejar pasti nggak tau bedanya. Haha miris," lanjut Aina. Lihat, Aina selalu bisa membalikkan kata-kata Ratu. Niat awal adalah Ratu yang ingin membuat Aina malu, tapi sekarang malah Aina yang membuat Ratu tak bisa berkata-kata. "Eh Aina, jangan kecentilan jadi cewek. Asal lo tau ya, Elang tuh nggak suka sama cewek murahan!" ucap Eka, cewek dengan outfit serba pink dari atas kepala hingga ujung kaki, tentunya terkecuali untuk seragam sekolah. "Dan model cewek kayak lo, udan diblack list dari daftar cewek Elang!" imbuh Ratu. "Ya ya ya, terserah! Urusan suka nggak sukanya Elang sama gue itu biar jadi urusan gue. Kenapa sih kalian sibuk banget ngurusin hidup orang? Sebegitu nggak ada kerjaannya ya? Kasihan, sini kalau mau kerja di rumah gue kebetulan cari pembantu yang bayarannya murah." Kedua bola mata Ratu membulat sempurna saat itu juga. Tangannya yang sudah gatal langsung saja terangkat menjambak rambut Aina. "Kurang ajar lo ya!" pekik Ratu tak mau melepaskan jambakannya. Aina tak mau kalah, ia juga melakukan hal yang sama. Saling jambak, cakar, kini terjadi antara dua cewek itu. Seketika semua orang yang melintas rela berhenti hanya untuk melihat kedua most wanted girl sekolah bertengkar. Masalahnya sudah lama mereka tak melihat Ratu melabrak seseorang hingga Aina datang, belum ada dua minggu sudah terjadi banyak adegan pelabrakan. "Queen udah Queen! Udah rame banget nih yang nonton!" ujar Maya berusaha memisahkan mereka namun tak bisa. Keduanya terus saja saling serang. "Aduuuh gimana nih?" bingung Eka. "Queen udah Queen! Eh cabe, udah ngapa lepasin tangan kotor lo dari temen gue ih nggak malu apa dilihat banyak orang juga!" Maya kembali berusaha memisahkan mereka namun dengan kencang Aina mendorongnya hampir saja terjatuh. "Berisik anjing! Temen lo yang mulai!" bentak Aina kasar. Dari jauh, Devan dan Salsa yang baru saja datang berhasil dibuat kepo akan adanya kerumunan di tengah koridor. Salsa lalu menghentikan seorang siswi yang kebetulan lewat berpapasan dengannya. "Eh itu rame-rame ada apa sih?" tanya Salsa. "Itu ada Kak Aina sama Kak Ratu berantem!" "Ha?" "Saya permisi dulu Kak," ternyata dia adalah adik kelas. Salsa dan Devan lalu mengangguk membiarkan siswi tadi pergi. Setelah mereka saling mengadu pandangan dan setelah setuju lewat telepati, Salsa dan Devan langsung bergegas menuju kerumunan itu. Tak hanya Salsa dan Devan, dari arah anak tangga, para anak kelas dua belas yang sedang ada palajaran olahraga di jam pertama juga berhasil dihentikan langkahnya oleh suara ribut itu. Diantara tiga puluh anak kelas dua belas itu, ada Elang di dalamnya. Kening Elang mengerut, cowok itu menyipitkan matanya agar bisa melihat lebih jelas siapa yang ribut di sana. "Astaga! Itu yang berantem my baby Aina!" heboh Bayu. Karena teriakan Bayu, Elang yang awalnya tak mengerti langsung terkonek begitu saja. Di sana tak hanya Aina, ada juga Ratu. Dua cewek tukang buat masalah. "IHHH AINA LEPASIN TANGAN LO, MUKA GUE SAKIT NIHH! KUKU LO NGGAK PERNAH DIPOTONG YA?!" "KALAU IYA KENAPA! LO YANG MULAI, SEKARANG KALAU UDAH GINI AMPUN-AMPUN!" Kedua cewek itu makin gencar menyerang satu sama lain. Ini tidak bisa dibiarkan. Entah mendapat dorongan dari mana, Elang tiba-tiba saja berjalan mendekat dengan muka datarnya. Memaksa masuk dalam kerumunan. Menarik paksa Aina agar berhenti menyerang Ratu. Semua yang melihat itu jelas terperangah kaget. Elang yang terkenal sangat anti ikut campur urusan orang kini turun tangan, terlebih lagi untuk dua cewek yang bisa dilihat sangat Elang benci. Di tempatnya nafas Aina terengah-engah menahan lelah. Tampilannya sudah kusut, berantakan, seragam yang awalnya rapi sekarang acak-acakan. Ditambah lagi ada bekas cakaran panjang yang melintang dari ujung mata kiri hingga ke tulang pipi. Perih yang Aina rasakan. Tak jauh berbeda, keadaan Ratu juga sama kacauanya. Cewek itu telah ditenangkan oleh Maya dan Eka. Bedanya Ratu hanya menerima luka sedikit di samping kanan hidungnya. "Pal, ayo samperin Elang," kata Bayu menarik Naufal begitu saja untuk mendatangi Elang. "Ck dasar cewek-cewek kurang kerjaan!" geram Naufal. Salsa dan Devan terlambat, saat mereka baru sampai, Elang telebih dahulu ada di sana. "PUAS SEKARANG?!" Elang membentak Aina dan Ratu. Kedua cewek itu kini menundukkan kepalanya tak berani membalas tatapan tajam Elang. "SEHARI AJA APA NGGAK BISA KALIAN KALAU NGGAK BUAT MASALAH?" "LO JUGA, MASIH BARU TAPI SELALU BERULAH!" marah Elang kepada Aina. Mendengar itu Aina lantas mengangkat kepalanya. Kini dengan keberanian yang ia paksakan, Aina membalas tatapan tajam Elang. Bola matanya beradu di sana. "Kenapa emangnya? Kenapa lo ikut campur? Bukannya lo nggak suka sama gue? Kenapa nggak lo biarin aja gue ribut, toh nggak ada urusannya juga sama lo," balas Aina. Jelas Elang terkejut dengan jawaban itu. Tidak hanya Elang, semuanya! Mereka yang ada di sana melihat kejadian itu sama-sama tak percaya dengan jawaban Aina, padahal mereka yakin jika ributnya Aina dan Ratu pasti tak jauh-jauh dari masalah memperebutkan Elang. "Lo nggak perlu khawatir Lang, gue sama nih cewek nggak bakal buat nama lo jelek. Kita juga ribut bukan karena lo kok, jadi nggak usah sok jadi pahlawan!" Dengan segala rasa kesal yang berada di kepalanya, Aina lalu memungut tasnya yang sempat terjatuh, memakainya dengan asal, sambil menyekah darah yang merembes dari lukanya, Aina berjalan pergi meninggalkan kerumunan ramai itu. "Na? Are you okey?" tanya Bayu saat Aina lewat di sebelahnya. Aina berhenti sejenak dan melirik Bayu sekilas. "No," jawab Aina kemudian. Masih berdiri mematung di tempatnya. Elang terus melihat kepergian Aina. Apa ada yang salah dari cewek itu? Kenapa dia berbeda? "LANG?! WOI SUUSSTT! UDAH DITUNGGU PAK FAHRI DI LAPANGAN OI!" Seketika Elang tersadar karena teriakan Naufal. Elang pun lalu menggeleng. Kenapa dirinya harus repot memikirkan Aina sekarang? Segera Elang menepis pikiran nakal itu dari otaknya. Elang lalu menghampiri Bayu dan Nuafal untuk selanjutnya berjalan menuju lapangan. *** "Ssstt aw!" Ringisan Aina terdengar hingga keluar UKS, sementara di luar berdirilah seroang cowok yang masih mengenakan segaram olahraga sekolah. Cowok itu datang membawa sebungkus cilok dan minuman untuk Aina. Tentu saja semua ini karena terpaksa, kalau tidak mana mau seorang Elang Baskara Mahendra menemui Aina, bisa besar kepala cewek itu nanti. Setelah manarik nafasnya panjang, tangan Elang mulai memutar handle pintu, decitan yang ditimbulkan membuat kepada Aina memutar melihatnya. Elang lalu berdehem membuat Aina langsung kembali menatap ke cermin, kembali pada aktifitasnya membersihkan luka. Elang yang melihat Aina cuek langsung saja mengambil duduk di sebelah cewek itu. Elang meletakkan apa yang ia bawa di atas meja. Tak hanya diam memperhatikan. Cowok itu juga berinisiatif mengambil kapas baru, memberinya dengan obat merah. "Lihat gue," pinta Elang. Aina sempat menolak tapi tangan Elang dengan paksa memutar kepalanya. Dengan jarak sedekat itu tentu saja jantung Aina sangat tak baik-baik saja. Jantung Aina sekarang seperti genderang perang yang dipukul kencang. Astaga kenapa harus dalam keadaan seperti Elang mendekat. Coba saja jika Aina tak kesal dengan Elang pasti ia sudah melompat memeluk cowok di hadapannya sekarang. Melihat Aina yang sampai tak berkedip saat menatapnya, Elang lantas dengan sengaja menekan luka cewek itu. "Aw! Sakit!" pekik Aina dan langsung menjauhkan dirinya saat itu juga dari Elang. "Jahat banget sih!" omel Aina. Elang hanya tersenyum tipis, sangat tipis hingga Aina sendiri tak dapat melihatnya. "Mangkanya kalau nggak betah sakit jangan sok berantem!" Aina lalu menatap Elang sinis. "Suka-suka gue lah! Lagian ngapain sih lo tadi ikut campur? Sok-sokan banget jadi pahlawan kesiangan!" Elang hanya diam, tangannya sibuk membuka plester lalu setelahnya Elang langsung hendak mamasangkan benda itu untuk menutupi luka Aina tapi Aina menahannya tangannya di udara. "Gue tanya kenapa, malah diem." "Ck, berisik!" balas Elang menatap Aina datar. "Mana sini luka lo!" katanya memaksa Aina untuk kembali menunjukkan lukanya, kemudian dengan kasar Elang menempelkan plester tersebut. "Udah, jangan lupa makan tuh apa yang gue bawa," ucapan Elang sambil berdiri. "Satu lagi, jangan kegeeran dulu, semua itu Bayu yang beli buat lo, bukan dari gue. Dan gue ke sini juga karena paksaan Bayu." Setelahnya Elang langsung benar-benar pergi dari tatapan Aina. Suara pintu yang tertutup berhasil menyadarkan Aina. Perlahan tangannya bergerak menyentuh pipi, melihat luka yang telah tertutup plester itu di cermin. Dalam hati Aina sangat menyayangkan kenapa Elang selalu bisa membuat Aina terbang dan jatuh secara bersamaan. Padahal Aina telah berharap jika Elang tulus menemuinya, tapi ternyata tidak. Aina menghembuskan nafasnya kasar. Kenyataan sampai kapan pun memang sepertinya Elang tak akan pernah berubah. Pandangan Aina lalu beralih menatap makanan yang Elang bawa, segera Aina mengambilnya. Kebetulan sekali perutnya lapar, tanpa pikir panjang Aina langsung memakan semua cilok itu, ia juga sesekali membiarkan jus apel segar itu mengalir di tenggorokannya. Ribut dengan Ratu ternyata cukup menguras tenaga. "Ekhem!" Deheman itu bukan untuk Aina, sungguh, namun untuk Elang yang ternyata masih setia berdiri di depan UKS mengintip ke dalam dari ujung jendela yang ada di sana. "Kalau bisa masuk kenapa harus intip-intip sih?" tanya Bayu. Elang berdecak kesal, ia lalu memilih untuk berjalan pergi menghindari Bayu daripada cowok itu menuduhnya yang tidak-tidak nanti. Melihat temannya yang aneh tentu saja Bayu tak mau tinggal diam. "Lang, kalau suka tuh bilang, jangan gengsi!" "Siapa yang suka sama siapa?" balas Elang masih tetap berjalan dengan Bayu yang berusaha menyamakan langkahnya di samping cowok itu. "Udahlah, lo itu nggak jago bohong soal ginian. Mana pakai acara ngaku makanan itu dari gue, biar apa gue tanya? Apa salahnya sih lo berusaha terima kenyataan kalau lo udah mulai suka sama Aina?" "Gue nggak suka." "Nggak suka tapi kok perhatian?" tanya Bayu terus memancing. Masalahnya Bayu bukan sehari dua hari kenal dengan Elang, Bayu telah hafal bagaimana sikap Elang. Apa yang Elang tunjukkan untuk Aina dan apa yang Elang tunjukkan untuk cewek lain sangat jelas terlihat bedanya. "Gue cuma kasihan," jawab Elang. "Really? Kalau kasihan kenapa cuma sama Aina? Tadi kan juga ada Ratu?" Sial! Elang lalu berhenti, menatap Bayu dengan tajam. "Bisa lo nggak usah sok tau! Terserah gue mau apa, ini urusan gue dan lo nggak usah ikut campur, apalagi sotoy tentang perasaan. Lo bukan Tuhan yang bisa atur-atur perasaan gue!" Setelah mengatakan semua itu Elang langsung berjalan cepat pergi meninggalkan Bayu. Masih berdiri di tempatnya, Bayu tersenyum penuh arti. Kini Bayu semakin yakin jika Elang sebenarnya juga tertarik dengan Aina, hanya saja cowok itu gengsi untuk bilang. Lihat saja nanti. "Elang, Elang, masalah rumus fisika sama teori atom aja cepet pekanya, tapi giliran soal cinta? Dasar, kalau mainnya sama buku doang ya gitu, kurang pengalaman!" Bayu menggelengkan kepalanya pelan sambil terkekeh dan melangkahkan kakinya pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN