"Kamu mau jawaban yang gimana dari mulutku?" tanyaku. "Pengen kamu jawab iya. Tapi semua 'kan keputusan ada di kamu," ucapnya membuatku kagum. Tumben banget, sifat pemaksanya nggak keluar, ejekku dalam hati. "Biasa kepala kamu sekeras batu. Semua harus sesuai keinginan Rafael Gumilar," cibirku. "Aku 'kan juga belajar kasih kamu kesempatan untuk buat keputusan, Sayang," jawabnya sembari mencium puncak kepalaku. "Gimana? Will you marry this old man, Darling?" Aku tersenyum, membalas pelukannya sambil mengusap rambutnya yang tebal. Walaupun masih sakit begini, pria di hadapanku ini tetap memesona. Kudaratkan sebuah kecupan di pelipis kemudian menuju keningnya lalu bergumam, "Iya, aku mau." "2 minggu lagi." "Hah? Apanya yang 2 minggu lagi?" tanyaku cengo. "Ya nikahnya, Cantik