Bab 64 - Tn. Smith dan Mr. Pella

1365 Kata
SEHARI SEBELUM PERTANDINGAN Tn. Smith terlihat terburu-buru berjalan di lorong sekolah sehingga tidak sengaja menabrak Wish. Tanpa permintaan maaf ia langsung pergi meninggalkan Wish terjatuh. Wish sempat memanggil Tn. Smith ingin menyapanya, tapi sedikit pun ia tidak berbalik. Wish sedikit terkejut karena Jay sempat berkata 'ayah'. Dalam benak Wish, ia berpikir bahwa Jay adalah anak dari Tn. Smith atau mungkin ia salah dengar. Tn.  Smith yang berjalan terburu-buru sekarang berdiri di pintu ular yang besar di ruangan kepala sekolah. Pintu terbuka dan ia pun masuk. Ia melewati lorong gelap dan sampai di lemari susun yang berisi buku-buku ditemani tangga roda untuk mengambil buku yang terletak tinggi. Ia memandang sekeliling karena bagusnya ruangan itu lalu berjalan menuju ruangan di depannya. Ia mengusap keringatnya dua kali, menarik napas dan mulai melirik ke ruangan kecil berpintu kayu. Ia memanggil dengan sebutan, 'Your Majesty'. Dengan sopan ia menundukkan kepala memberi salam setelah melihat Mr. Pella. Mr. Pella yang sedang duduk menghembuskan napas keras dari hidungnya dengan wajah kesal. Di depannya masih terdapat kertas yang terbuat dari kulit-kulit halus papirus. Ia sedang memegang bulu dengan tinta tak jauh dari tangan kanannya dan berhenti menulis. Mr. Pella menaikkan matanya ke arah Tn. Smith, tetapi kepalanya tidak sepenuhnya bergerak. Setelah melihat keringat Mr. Pella menetes, ia memberi perhatian penuh dan berkata, "Aku tak menyangka kau akan datang secepat ini." Ucap Mr. Pella sambil meletakkan bulu itu ke tempatnya.  "Maafkan saya, Your Majesty. Saya merasa bersalah." Ucapnya. "Aku memanggilmu bukan untuk permintaan maafmu." Ucap Mr. Pella menggulung tangannya dan menenggekkan nya di dagu. "Kau mau anakmu kujadikan tumbal? Kembar tiga itu cukup menggiurkan." Kata Mr. Pella. "Maafkan kesalahan saya. Saya tidak bermaksud membuat anda marah. Jangan libatkan anak-anak saya, Your Majesty." Ucap Tn. Smith memohon sambil mengerakkan tangannya. Matanya terlihat berkaca-kaca. "Kalau begitu, bagaimana dengan kamu? Kamu bisa korbankan nyawamu untukku? Kulitku sudah ada yang terkelupas. Akhir-akhir ini penuaan yang ku alami cepat terjadi. Tidak sanggup lagi menunggu sampai upacara kesembilan keturunan. Bagaimana?" Ucap Mr. Pella. Ia melirik toples-toples yang ada di sudut ruangan itu. “Kau bisa menjadi seperti mereka.” Kata Mr. Pella menunjuk toples-toples itu. “Maafkan saya, Your Majesty. Tolong ampuni saya.” Ucapnya. “Tugasmu sudah selesai. Kau tidak membuahkan hasil sama sekali. Aku sudah menyuruhmu untuk mencari anak yang ada dalam ramalan itu. Tapi, kau malah membuat ulah, seperti kasus tahun lalu. Dan karena kebodohanku, aku melewatkan acara pengorbanan yang membuatku semakin tua.” kata Mr. Pella. “Tapi Your Majesty, itu bukan sepenuhnya kesalahan saya.” Ucap Tn. Smith. “Lagian aku tidak membutuhkanmu lagi. Aku sudah memberimu anak yang hidup layaknya manusia biasa, para Mungkit yang kotor dan tidak sepertimu. Daripada jiwamu hangus, lebih baik kau berikan untuk melayaniku. Aku akan memberikanmu kedudukan jika aku berhasil membuka portal dunia waktu. Bagaimana?” Ucap Mr. Pella. “Aku masih ingin melihat anak-anakku tumbuh.” Kata Tn. Smith. “Itu sudah terlambat. Kau juga tidak pergi ke salon untuk menambah umurmu lebih panjang. Cepat atau lambat kau pasti akan mati juga. Untuk apa menyia-nyiakan tubuhmu itu. Di dalam toples ini kau akan damai dan setidaknya membantuku.” Kata Mr. Pella. “Tapi..” Tn. Smith tidak memiliki pilihan lain. “Bagaimana kau akan memberi alasan kepada anak-anakku tentang cara kematianku? Ini pasti membuat mereka bertanya-tanya.” Ucap Tn. Smith masih dengan sikap menunduk. “Aku akan mengurus itu. Lagian kau juga punya riwayat penyakit jantung. Itu bisa dijadikan alasan. Aku akan membuat robot yang mirip denganmu sehingga mereka bisa melihat jasadmu.” Terang Mr. Pella. Wajah Tn. Smith sangat tegang. Bukannya berkurang, malahan keringatnya menjadi bertambah banyak. Ada banyak yang dipikirkan Tn. Smith tetapi sekarang ia sudah membuat keputusan. “Baiklah, aku akan menjadi salah satu jiwa di dalam koleksi toplesmu. Lagian umurku bersisa 2 tahun lagi. Itu waktu yang singkat. Cepat atau lambat, anak-anakku juga akan dewasa.” Kata Tn. Smith.  Mr. Pella berdiri setelah mendengar ucapan Tn. Smith. Kini kesepuluh toples-toples yang berisi jiwa-jiwa manusia setengah dewa sudah terkumpul. Dalam hati ia berharap dapat menghentikan sebuah ramalan yang ditakutkan dari dulu. “Baiklah, kau sudah banyak membantuku.” Kata Mr. Pella. Ia berjalan ke arah Tn. Smith dan berkata, “Sepuluh permata, sepuluh toples jiwa, kesembilan keturunan, dan tinggal mencari kunci, yaitu si anak dalam ramalan.” Ucap Mr. Pella mengelilingi Tn. Smith. Matanya mengikuti beberapa langkah Mr. Pella. “Silahkan,” ucap Mr. Pella agar Tn. Smith berdiri sesuai dengan arah tangannya mengarah. Tn. Smith menatap mata Mr. Pella dengan mata berkaca-kaca dan keringat yang semakin berjatuhan. Mr. Pella mulai mengingat apa yang telah ia lakukan bagi Tn. Smith sebelumnya agar ia merasa bahwa mengabdi kepadanya adalah hal yang dari awal memang harus ia lakukan. “Di awal kau mengenal wanita para Mungkit, kau memintaku untuk memberikan bantuan agar anakmu tidak menjadi setengah dewa. Sekarang kau punya anak kembar tiga, dan mereka bukanlah anak para dewa. Mereka hidup layaknya manusia normal yang lemah. Itu sudah cukup bukan?” Kata Mr. Pella menatapnya tajam. “Kau janji akan memberikan apapun waktu itu. Cobalah ingat!” Lanjut Mr. Pella.  Tn. Smith ingin menikah dengan wanita di Bumi. Ia meminta kepada Mr. Pella agar keturunannya tidak menjadi manusia setengah dewa. Jadi ia meminta semacam poison tapi tidak mematikan tubuh, melainkan racun untuk mematikan gen dewa yang dibawa saat berhubungan badan dengan manusia di Bumi. Tn. Smith tanpa pikir panjang, langsung menyetujui permintaan Mr. Pella, yaitu akan menjadikannya budaknya untuk mencari keturunan ramalan untuk dunia waktu dan juga mengorbankan nyawanya agar dikurung di toples jiwa. Sekarang adalah tahun dimana ramalan itu akan mulai tergenap dan Tn. Smith, sesuai janjinya, harus mengorbankan nyawanya sebagai pelengkap perjanjian awal. Tn. Smith tidak dapat berkata apapun. Ia hanya berdiri menundukkan kepalanya di posisi yang diinginkan Mr. Pella. Akhirnya air matanya berjatuhan dan ia mengusapnya berkali-kali tanpa ada rasa berisik sedikitpun. “Kau terlihat tua. Mengapa kau tidak pergi ke salon sehingga umurmu semakin panjang! Sayang sekali.” Mr. Pella menggelengkan kepalanya. “Mungkin kau tidak ingin anakmu tahu bahwa kau adalah dewa yang jatuh ke Bumi.” Ia kemudian menyentuh kulit tangan Tn. Smith, melihat bahwa kulit itu berkerut sekarang. “Para dewa seharusnya tidak seperti ini. Tapi, tenang saja, aku akan membangkitkanmu jika aku berhasil masuk ke Dunia Waktu lagi.” Ucap Mr. Pella. Tn. Smith mengangguk. Lalu ia berkata memberikan alasan, “Aku hanya mencintai anak-anakku.”  “Lagian, kau membuat kesalahan tahun lalu. Lihatlah, aku terlambat melakukan ritual pengorbanan dan akhirnya tubuhku menjadi melemah. Umurku menjadi berkurang. Ini semua karena kesalahanmu karena penerimaan murid tahun lalu menjadi batal.” Kata Mr. Pella. “Maafkan saya sekali lagi, Your Majesty. Saya tidak akan mengatakan apapun. Your Majesty, bisa mengambil nyawaku sekarang.” Ucap Tn. Smith. “Bagus.” Kata Mr. Pella. Ia berjalan ke mejanya dan mengambil bulu yang sebelumnya ia pegang. Diambilnya papirus itu dan menuliskan sesuatu di sana. Ternyata yang dilakukan Mr. Pella sebelumnya adalah menulis perjanjian untuk apa yang akan dilakukannya sekarang. “Aku sudah mempersiapkan semuanya di tulisan papyrus ini. Aku hanya membutuhkan darahmu untuk diletakkan di papyrus ini.” kata Mr. Pella mendekat. “Ini tidak akan sakit. Kau tetap bisa berbicara padaku walau kau ada di dalam toples jiwa. Jadi kau tidak akan mati. Ini hanya ritual singkat.” Ucap Mr. Pella.  Diberikannya papyrus itu dan mencucukkan tangan Tn. Smith.  “Baiklah.” Ucap Mr. Pella mulai membacakan mantra. “Sebentar,” Tn. Smith menyentuh tangan Mr. Pella. Mulut komat kamit nya berhenti.  “Apalagi?” Kata Mr. Pella dengan irama yang cukup tebal di telinga. Ia merasa terganggu karena harus memulai lagi membangun konsentrasi. “Aku ingin menulis surat untuk anakku. Bisakah?” Kata Tn. Smith. Ia kemudian mengambilkan kertas dan pulpen, memberikannya kepada pria tua itu. Setelah selesai menulis, ia menyeringai menghadap ke wajah kepala sekolah. Diberikannya pulpen terlebih dahulu, lalu ia menjelaskan apa yang ia tulis. “Ini hanyalah syair lagu. Saya hanya akan menitipkan ini agar ketika mereka rindu bisa menyanyikan lagu ini.” Diberikannya kertas itu ke tangan Mr. Pella. Ia melihat kertas yang dilipat dua itu dan meletakkannya di meja. “Aku akan berikan ini nanti kepada anakmu. Mari kita mulai lagi ritualnya,” gegas Mr. Pella. Ia tidak sabar lagi menyelesaikan tugasnya untuk mengumpulkan toples jiwa-jiwa itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN