Hati Tidak Bisa Bohong

1010 Kata
"Tolong jangan posisikan aku di tengah dilema besar, Uncle." Rhea tersenyum getir dan sekuat tenaga menarik tubuhnya dari pelukan nyaman yang Arka berikan. "Maaf," ucap pria itu sembari membetulkan posisi kursi mobilnya. Rhea tersenyum manis kali ini dan mengusap rahang tegas Arka dengan lembut. "Mau sarapan buatanku atau kita sarapan di luar?" tanya Rhea. "Kita sarapan di dekat sini saja yah." Arka menyalakan mobilnya dan bersiap melajukan mobilnya. "Masakan aku gak enak yah?" gumam Rhea lirih. "Bukan begitu, Princes. Aku gak mau nanti kamu sakit," jawab Arka. Pria itu mengkhawatirkan kondisi Rhea yang belum istirahat dengan benar beberapa hari ini terlebih kemarin. Tidur di dalam mobil tidak lah cukup untuk mengembalikan kondisi tubuh wanita itu menjadi bugar kembali. Rhea tersenyum dan melirik penuh arti. "Kenapa?" tanya Arka di balik kemudinya. Dia tahu kalau Rhea meliriknya tajam. "Apa Uncle selalu semanis ini pada semua wanita?" goda Rhea. "Menurut kamu?" Rhea menggedikan kedua pundaknya. "Kamu tahu aku seperti apa 'kan? Aku gak pernah tebar pesona dengan bersikap manis pada banyak wanita itu. Tanpa aku tebar pesona, mereka sudah terpesona dan mengejar," jawab Arka. Sontak tawa Rhea pecah dan menular pada Arka. Pagi yang cerah karena diawali dengan tawa semanis milik Rhea pikir Arka. "Narsis banget ih!" ledek Rhea. "Air laut siape yang asinin?" Keduanya tertawa lepas untuk pepatah terakhir yang Arka lontarkan. Pepatah Betawi, orang Betawi bilang, bagi orang-orang yang cenderung menyanjung diri sendiri itu, 'Air Laut Siape Yang Asinin'. *** Arka memarkir mobilnya di tempat strategis dan kosong yang ada di area parkir sebuah cafe yang tidak jauh dari apartement Rhea. Dengan sigap Arka membuka pintu mobil untuk Rhea, Arka menautkan jemarinya pada jemari Rhea kemudian menuntutnya masuk ke dalam restaurant. Seorang pelayan yang sudah siap di depan pintu menyambut mereka. "Selamat pagi, untuk berapa orang, Kak?" tanya pelayan itu ramah. "Berdua saja, Mba," jawab Rhea lebih dahulu karena dia melihat Arka malah sibuk melihat sekitar restoran. "Sebelah sana saja." Jari Arka menunjuk ke arah sebuah meja dengan dua kursi yang terletak di pojok dengan pemandangan bagus dan lebih privasi. Rhea tersenyum dan mengangguk. Sang pelayanan mengulurkan tangannya mempersilahkan kedua tamunya menuju meja pilihan mereka. Arka dan Rhea duduk di sebuah meja dengan kursi sofa yang nyaman, berdampingan. Dan setelah keduanya duduk, tiba saatnya pelayan cafe itu memberikan dua buah buku menunya. "Silahkan, Kak," ucapnya. "Kamu mau makan apa, princes?" tanya Arka pada Rhea. Meski sering ke sana wanita itu tetap membaca daftar menu yang ada ditangannya saat ini. "Ini menu baru ya, Mba?" tanya Rhea ketika dia mendapati sebuah nama dan poto makanan kekinian yang sedang viral. "Iya, Kak. Croffle, Mau coba?" bujuk pelayan itu. Rhea mengangguk cepat. "Mau dong satu dan hot chocolatenya," jawab Rhea. Kemudian dia menatap Arka yang sedang menatapnya penuh arti. "Uncle mau pesan apa?" tanya Rhea. "Seperti biasa," jawab Arka sambil menutup buku menu. "Untuknya kopi hitam dan tuna sandwich." Rhea memberitahu pada pelayan cafe itu apa yang Arka mau. Arka tersenyum penuh arti, dia senang karena Rhea mengingat sarapan pagi favoritnya. "Baik, Kak. Di tunggu, kami akan siapkan pesanannya. Terima kasih," ucap pelayan itu sembari mengambil dua buku menu dari meja, kemudian pamit. "Uncle gak ke kantor?" tanya Rhea membuka percakapan setelah pelayan cafe itu pergi. Kepala Arka menggeleng. "Nanti aku ke kantor setelah sarapan dan mengantar kamu pulang, memastikan kamu benar-benar beristirahat baru aku pergi." "Astaga, Uncle. Aku bukan anak kecil lagi yang harus kamu perhatikan sedetail itu." Rhea merajuk. "Bagiku, kamu tetap princes kecilku," jawab Arka. Bukannya senang Rhea malah terdiam dengan mata berkaca-kaca, wanita itu membuang wajahnya ke arah lain. Dia tidak mau terlihat sedih. Ya, Rhea sedih karena ucapan Arka. Pria itu masih menganggapnya princes kecilnya, tidak bisakah menganggap dia wanita dewasa? Rhea ingin menjadi queen dalam hati Arka sejak dulu bukan princes kecil lagi. Tapi rasanya Arka kurang peka akan hal itu. Ucapan Arka mengingatkan dia akan kejadian beberapa tahun yang lalu, ucapan yang membuat Akhirnya Rhea pergi melepas cinta sejatinya dan memilih menikah dengan Ernest. *Flashback On* "Uncle," panggil Rhea dengan sedikit berteriak. Pasalnya pria itu sudah hendak masuk ke dalam mobil. Rhea berlari dengan tas selempang dan buku tebal di pelukannya. "Bareng dong, aku lagi ada ujian praktek nih, takut terlambat," ucap Rhea. "Mobil kamu kenapa?" tanya Arka heran penuh selidik. "Ck! Aku kan bawa mobilnya gak kaya Uncle, sat set sat set," jawab Rhea dengan memperagakan tangannya meski membawa buku tebal masih sempat sempatnya. "Ya sudah, cepat masuk." Rhea lompat kecil kegirangan. Hatinya senang karena dia bisa satu mobil dengan pria yang saat ini sudah mengusik hati dan pikirannya. "Uncle hari ini sibuk banget yah?" tanya Rhea ditengah perjalanan menuju kampusnya. "Sedikit, kenapa?" jawab Arka dan pria itu bertanya balik. "Nanti bisa jemput aku gak?" pintanya manja. Sekilas Arka melirik Rhea, putri dari sahabatnya dan mantan tunangannya itu sedikit bertingkah aneh beberapa hari ini. Arka merasa Rhea lebih manja dan mencari perhatian darinya. Sebagai pria dewasa Arka cukup paham dengan perubahan hormon anak seusia Rhea saat ini, puber. Arka menghela napas panjang. "Kabari aku kalau kamu sudah pulang kuliah," ucap Arka. "Ihhh! Baik banget sih." Rhea memeluk lengan Arka dan menyenderkan kepalanya di pundak pria itu. Arka mengacak-acak puncak kepala Rhea dengan gemas. Tidak lama mobil yang Arka kendarai memasuki area kampus di mana Rhea menuntut ilmu, Fakultas Kedokteran berada di gedung paling belakang. Arka memarkir mobilnya tidak jauh dari sana. Cup! "Makasih yah, Uncle," ucap Rhea setelah dia mencium satu sisi pipi Arka secara tiba-tiba hingga pria itu terpaku. Arka tersenyum tipis. "Selamat belajar, semangat ya!" ucap Arka. "Yup, pasti dong! Hati-hati di jalan ya, Uncle. Nanti aku kabari jika sudah selesai semua perkuliahan," balaas Rhea. Arka mengangguk dan tangannya melambai saat Rhea keluar dari mobil. Tidak jauh dari mobil Arka, Rhea bertemu teman kuliahnya dan mereka bersamaan masuk ke dalam gedung Fakultas Kedokteran. Arka terkekeh melihat tingkah Rhea yang ceria dan sulit di tebak. Arka mengusap pipi yang tadi mendapat kecupan singkat dari gadis yang dia anggap seperti keponakannya sendiri. "Dia putrinya Dira dan Rae, Arka!" monolog Arka saat sekilas pikirannya travelling. Kepala Arka menggeleng cepat dan kemudian dia melajukan mobilnya keluar dari sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN