Mendengar ucapan Rhea membuat Axel sudah tahu kemana ujung dari ceritanya.
Papa mertua Rhea itu mengajak menantunya duduk di sofa yang tadi Rhea tempati.
"Terima kasih, Mbok." ucap Rhea ketika Mbok Juju membawakannya secangkir teh hangat untuknya dan Axel.
"Sama-sama, Bu." balasnya dan dia langsung pergi meninggalkan kedua majikannya yang sudah tampak serius.
"Minumlah dulu," pinta Axel.
Rhea tersenyum dan menyeruput sedikit teh hangat buatan Juju. Begitu juga dengan Axel.
Rhea meletakan kembali cangkir teh-nya ke atas meja.
"Pa, aku dan mas Ernest akan bercerai." pelan Rhea menyampaikan keputusannya, dia takut papa mertuanya akan marah padanya.
"Papa sudah mengira semua ini akan terjadi, yang papa sayangkan mengapa baru sekarang kamu menceraikan pria itu, Rhe?"
Rhea yang awalnya takut papa mertuanya akan marah malah di buat terkejut dengan ucapan pria itu barusan, Axel malah menyesal kenapa tidak sejak dulu Rhea menceraikan putra sematawangnya? Apa tidak salah dengar? Dimana-mana mertua biasanya membela anaknya bukan menantunya. Tapi berbeda dengan Axel, sekali dia mendengar menantunya mengadu tentang sang putra maka Axel sepenuhnya mendukung keputusan Rhea.
Axel terkekeh pelan, "Tidak usah kaget begitu, Sayang. Sudah sejak lama papa tahu kelakuan Ernest. Hanya saja papa diam karena tidak mau ikut campur masalah rumah tangga kalian. Selama kamu tidak mengadu maka papa akan diam."
"Papa sudah sering menasehati Ernest, tapi sepertinya nasehat papa dia anggap angin lalu saja. Sampai sekarang anak itu tidak berubah." sambung Axel sembari mengusap kasar wajahnya. Pria itu tampak kecewa dengan putranya.
"Maaf kan papa, Rhe. Papa sudah-"
"Bukan salah papa, mas Ernest yang salah. Dia tidak bisa menahan diri. Harta, tahta dan wanita memang cobaan terbesar untuk pria bukan? Mas Ernest jatuh dalam cobaan itu semua." potong Rhea mencoba menghibur Axel agar tidak menyalahkan dirinya sendiri karena memiliki anak seperti Ernest.
Axel menggeleng.
"Papa salah mendidiknya hingga dia menjadi pria yang tidak bertanggung jawab."
Pria itu masih menyalahkan dirinya.
"Papa akan mendukung kamu bercerai dari Ernest. Apa kedua orang tua kamu sudah mengetahui masalah ini?" tanyanya.
Kepala Rhea menggeleng lemah dan dia menunduk.
"Papa orang tua yang pertama aku kasih tahu keputusanku ini," jawab Rhea jujur.
Axel mengngangguk paham. Hanya Axel orang tua Rhea sekarang karena Edgar dan Dira jauh di Jerman sama. Lagi pula keputusan Rhea sudah tepat dengan lari ke rumah mertuanya dan mengadu pada papa mertuanya tentang kelakuan suaminya yang tidak lain adalah putranya Axel.
"Kamu mau bermalam di sini?" tanya Axel.
Rhea mengangguk.
"Makasih, Pa. Karena papa sudah mengerti posisi Rhea saat ini." ucap Rhea.
Axel menggenggam kedua tangan mungil Rhea.
"Kamu sudah seperti putri papa sendiri, Rhe. Jangan berterima kasih." balas Axel dengan senyum yang menyejukan hati Rhea.
Rhea menghela napas panjang, lega. Karena dia mendapat dukungan terbesar dari papa mertuanya.
***
Malam ini Rhea tidur di kamar Ernest dan dirinya yang biasa mereka tempati jika menginap di rumah itu. Pakaiannya dan pakaian Ernest pun masih banyak di sana.
Rhea sudah mandi dan berganti pakaian tidur, dia sudah mengaplikasikan semua perawatan tubuhnya seperti lotion dan cream wajah.
Wanita itu duduk di kasurnya bersandar pada punggung ranjang dengan kaki lurus. Dia baru mengingat ponselnya, sejak tadi makan malam dia tidak mengaktifkan suaranya, di buat getar pun tidak.
Kedua bola matanya membola saat dia melihat banyak notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan dari Ernest yang isinya menanyakan keberadaannya dan memintanya pulang.
"Mas Ernest," gumam Rhea sembari menghela napas panjang.
Kalau dia gantle harusnya dia tahu keberadaan istrinya saat ini, Ernest bisa saja menghubungi papanya untuk menanyakan keberadaan Rhea namun pria itu takut jika Axel tahu masalah mereka dan memarahinya.
Tapi dengan begitu berarti Axel belum memberitahu putranya juga perihal keberadaan Rhea? Apa Axel sengaja atau lupa? Tidak mungkin pria itu lupa, dia masih jauh dari kata pikun. Pikir Rhea.
***
Di luar sana Ernest bukannya mencari sang istri tapi dia malah kembali ke apartement Oca.
"Kamu?" Oca bingung karena Ernest mendatangi apartemennya semalam ini.
"Aku sudah muter-muter cari dia, tapi gak ketemu?" ucap Ernest yang langsung masuk ke dalam dan duduk di sofa.
"Siapa maksud kamu, Sayang?" tanya Oca, wanita itu duduk di sebelah Ernest sambil bergelayut manja.
"Istriku, Rhea. Dia sudah tahu tentang hubungan kita, Ca."
"Bagus dong kalau gitu!" balas Oca dengan suara manjannya.
Ernest menatap tajam Oca. Wanita itu bisa sebahagia ini menerima kabar seperti itu.
"M-maksud aku, kita jadi tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi kan?"
"Dia minta cerai." Ernest mengeluarkan cincin milik Rhea dan Oca langsung merebutnya dan memakainya di jari manisnya.
Ernest langsung merebutnya kembali dari jemari Oca.
"Jangan ngaco kamu. Gak boleh ada yang pakai cincin ini kecuali dia."
"Loh! Kan dia sendiri yang melepasnya dengan begitu berarti dia sudah tidak mau jadi nyonya Ernest Axelson.
Oca mengajak Ernest ke sebuah Club dengan iming-iming alasan untuk menghilangkan masalah yang saat ini sedang Ernest hadapi. Dan Ernest menyetujui ide Oca. Pria bermata cokelat itu merasa saat ini minuman beralkohol adalah jawaban terbaik untuknya. Dia bisa melupakan masalahnya walau hanya sesaat.
Oca masuk ke dalam kamarnya dan mengganti pakaiannya yang lebih seksi. Melihat penampilan Oca membuat Ernest bergejolak dan dia tidak bisa menahannya.
Ernest merangkul pinggang Oca mengikis jarak antara mereka.
"Kamu seksi sekali, Sayang." bisik Ernest sembari mengendus leher jenjang Oca dan membuat wanita itu bergejolak.
"Bagaimana Kalau kita buat pesta kita sendiri di sini?" ajak Ernest. Tanpa ijin lagi dari Oca tangannya sudah menjelajahi setuap lekuk tubuh wanita itu.
Ernest menyumpal mulut Oca dengan ciuman panasnya.
Pakaian yang Oca pakai memudahkan Ernest mengakses semua yang dia inginkan. Pria itu melucuti pakaian wanita itu dan pakaiannya sendiri.
Hanya suara erangan dan desahan yang mendominasi kamar mereka sekarang. Pesona Ernest sangat sulit Oca tolak. Permainan pria itu di atas ranjang membuat semua wanita tidak berdaya di bawah kukungan tubuh atletisnya. Oca berkali-kali puas menikmati tubuh rekan bisnisnya itu walaupun status Ernest adalah suami orang. Pun dengan Ernest yang juga sama dia tidak perduli Oca adalah istri orang. Yang dia tahu adalah menikmati setiap pelayanan dari Oca.
Malam ini ranjang di apartement Oca kembali memanas seperti permainan Ernest. Berbeda dengan ranjang yang saat ini sedang Rhea tiduri. Dingin sunyi. Wanita itu sendiri tidur, hanya selimut yang menghangatkan dirinya. Sedangkan suaminya sedang menghangatkan wanita lain di luar sana.