9. Hidup Baru Akan Segera Dimulai

1002 Kata
Dengan menumpang sebuah bus malam, pada akhirnya aku sampai juga di pulau Dewata, Bali. Rasa haru dan bahagia menyelimuti. Sungguh, tak pernah menyangka jika pada akhirnya aku bisa berada di fase ini. Berkat bantuan Bu Cindy juga Mister Sam tentunya, aku bisa mendapat tawaran pekerjaan di hotel milik Tuan Bumi yang berada di Bali. Rasanya senang sekali karena sejauh ini aku belum menemukan kesulitan yang berarti. Turun dari bus di sebuah terminal. Aku celingak celinguk mencari keberadaan seseorang yang akan menjemputku. Menurut informasi dari Bu Cindy, akan ada orang suruhan Tuan Bumi yang akan menungguku di terminal. Namun, aku tidak paham siapa gerangan yang akan menjemput. Selama ini hanya melalui telepon atau pesan w******p dengan Bu Cindy tempatku berkomunikasi. Tidak pernah juga aku berhubungan langsung dengan Tuan Bumi. Salahkan saja kenapa aku tidak meminta saja nomor ponsel Tuan Bumi pada Bu Cindy. Terlalu takut juga tidak enak hati rasanya jika aku lancang meminta nomor ponsel orang sepenting Tuan Bumi. Namun, hasilnya seperti ini. Aku jadi kebingungan sendiri. Ketika aku berangkat ke sini tadi malam, Bu Cindy dan aku juga masih sempat berkirim kabar. Baiklah. Aku tidak boleh panik dan tidak boleh terlihat kebingungan di tempat asing yang baru pertama kali aku datangi. Mungkin sebentar lagi orang yang akan menjemputku juga akan datang. Aku akan menunggunya sebentar lagi. Duduk di sebuah kursi tunggu dengan satu buah koper bersanding di sampingku. Kepala masih menoleh ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang mungkin saja juga sedang mencari keberadaanku. Sekitar sepuluh menit berlalu aku mulai cemas. Tak ada tanda-tanda seseorang yang mendatangiku. Kucoba bersabar dan memutuskan jika sampai satu jam lamanya tak juga kunjung ada yang menjemput, baru aku akan menelepon Bu Cindy. Namun, di menit ketiga puluh tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan sebuah mobil mewah yang kemudian parkir tak jauh dariku. Menepis pemikiran jika mungkin saja itu adalah orang yang diminta Tuan Bumi untuk menjemputku. Kuputar kepala demi melihat siapa gerangan pengendara mobil mewah yang kini sudah terbuka pintunya. Dan mataku membulat seketika. Tak salah lagi. Mataku ini masih sehat dan normal tak ada minus sama sekali. Betapa aku berusaha untuk tak mempercayai apa yang sedang kulihat saat ini. Dia ... ah, lebih tepatnya lelaki yang keluar dari dalam mobil itu adalah Tuan Bumi. Bahkan kini dengan diiringi senyuman, Tuan Bumi berjalan mendekatiku. Ya, Tuhan. Tolonglah hambamu ini. Demi apapun juga aku terpesona. Kemeja lengan panjang berwarna putih gading yang lengannya sudah digulung sampai siku, dipadu celana jins biru navy membuatku harus buru-buru membuang pandangan demi menormalkan detak jantung ini yang menggila. Kuhirup napas dalam, lalu kubuang perlahan. Begitu seterusnya sampai Tuan Bumi telah berdiri menjulang di hadapanku. Sungguh aku malu juga tidak enak hati harus membuat Tuan Bumi datang sendiri ke tempat ini demi menjemputku. Orang kaya seperti Tuan Bumi ini tidak pantas berada di tempat umum yang panas begini. "Sha ... maaf aku terlambat. Apa kamu sudah lama menunggu?" Aku menggeleng lalu menundukkan kepala, "Saya belum lama datang. Maaf telah merepotkan Tuan Bumi karena harus datang sendiri menjemput saya di sini." "Tidak masalah. Ayo ikut aku." Dan lagi-lagi aku harus dibuat terkesima akan kedewasaan sikap Tuan Bumi. Meraih begitu saja koper yang tadi berada di sisi tubuhku. Menyeretnya meninggalkanku. "Tuan!" Panggilku secara refleks membuat pria itu menolehkan kepala melalui bahu. "Ya." "Koper saya. Biarkan saya membawanya sendiri." "Tidak masalah. Lagipula aku akan memasukkannya ke dalam bagasi. Sudahlah, ayo ikut aku!" Kembali melangkah dengan koper di tangan, Tuan Bumi meninggalkanku. Aku yang masih tak habis pikir dengan apa yang terjadi buru-buru menyusul beliau. Bagaimana mungkin pria yang berjalan di depanku ini memperlakukan aku yang notabene calon karyawannya dengan sebaik ini. Aku menunggu Tuan Bumi memasukkan koper ke dalam bagasi mobilnya. Setelahnya pria itu menghampiriku yang masih berdiri dalam diam karena kecanggungan yang melanda. Berada di posisi yang kurang nyaman, tapi aku suka. Siapa yang tak akan mengagumi pria berkharisma seperti Tuan Bumi ini. Wajahnya pun juga hampir mendekati kata sempurna. Alisha, sadar. Ingat tujuanku berada di sini yaitu ingin mencari pekerjaan bukan mencari calon suami. Karena mungkin faktor usiaku yang semakin bertambah maka perasaan kagum pada lawan jenis itu tiba-tiba saja muncul. Tidak seperti dulu yang seolah masa bodoh dengan para lelaki yang berusaha mendekat. "Masuklah," pinta Tuan Bumi membuka pintu mobil untukku. Bukannya masuk sesuai perintah, aku justru memilin tali tas yang tersampir di bahuku. Bagaimana mungkin jika Tuan Bumi membuka pintu mobil bagian depan samping kemudi. Itu bukan tempat yang pantas untukku. "Tuan." Kuberanikan diri menolak karena jujur aku merasa tidak enak hati sama sekali. Terlebih jika sampai Mister Sam dan Bu Cindy mengetahui semua ini. "Ya." "S-saya rasa ... sebaiknya saya duduk di belakang saja." Kataku takut-takut. "Aku bukan sopir, Sha. Jadi sebaiknya kamu segera masuk. Di sini sangat panas. Semakin siang akan semakin panas. Ayo buruan." Tuan Bumi membantah. Penolakanku sia-sia. Tuan Bumi tetap memaksa dan aku tidak ada pilihan lain kecuali naik dengan hati-hati ke dalam mobil mewahnya. Jangan sampai keberadaanku di dalam mobil ini membuat kotor atau menggores sedikit saja semua komponen barang mewah yang baru pertama kali ini aku naiki. Setelah menutup pintu mobil untukku beliau berlari kecil mengitari bagian depan mobilnya dan membuka pintu di sebelahku. Menjatuhkan tubuhnya di sampingku. Sempat membuatku menahan napas karena tak berani menghirup aroma parfum yang menguar dari tubuh pria dewasa di sebelahku ini. Sangat memabukkan dan aku takut tergoda akan pesona pria tampan yang membuat hati ini bisa goyah seketika. Tak berani bergerak apalagi bergeser demi membenarkan letak dudukku. Merutuki dalam hati kenapa Tuan Bumi lama sekali belum juga menjalankan mobilnya. Kuberanikan diri untuk melirik melalui ekor mata. Rupanya pria itu tengah memasang sebuah kaca mata hitam yang menambah kadar ketampanannya. Sadar Alisha. Aku tak berani lagi melirik. Dengan tubuh tegak karena tegang juga bernapas takut-takut jangan sampai mengganggu Tuan Bumi atau pun menarik perhatiannya. Memilih diam dalam keheningan dan kecanggungan. Lega ketika mobil mulai berjalan meninggalkan area terminal. Aku tidak tahu ke mana Tuan Bumi akan membawaku. Pada Intinya aku hanya pasrah dan menurut saja asalkan aku bisa mendapatkan pekerjaan yang layak juga mendapatkan gaji yang halal nantinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN