Fre kembali menapakkan kaki ke lantai dalam keadaan seperti dulu. Siap berperang!
Lucia menatap kagum pada Fre dan perisai yang terpasang di tubuhnya, tanpa sadar kalau bagian d*da dan tangannya juga terpasang perisai seperti milik Fre. Bukan hanya Fre dan Lucia, ketiga gadis lainnya juga sama, perisai seperti saat pertama kali mereka diberi kekuatan oleh tuan Callisto sudah terpasang di tubuh mereka.
"Kenapa perisai milik Fre berbeda dari milik kami?" tanya Tita memprotes.
Tuan Callisto menatap ke arah Fre, begitu juga yang lainnya. Sepasang alis pria tampan itu berkerut, apa yang dikatakan Tita memang benar, perisai Fre berbeda dengan perisai keempat temannya. Letaknya masih sama, menutupi bagian d*da dan lengan serta bahu kanan mereka. Hanya saja perisai Fre terlihat lebih kokoh dan cantik dengan beberapa ornamen, sementara milik keempat gadis lainnya tidak. Perisai Lucia dan yang lainnya sama persis dengan saat pertama kali tuan Callisto memberikan kekuatan sihir pada mereka, tidak memiliki hiasan apa-apa.
"Benar!" pekik Carora kagum. "Bagaimana bisa?" tanyanya menatap tuan Callisto.
Pria bertubuh tinggi besar itu menggeleng pelan. Ia tidak tahu harus menjawab apa karena sama tidak tahu dengan yang lainnya. Ia memberikan kekuatan yang sana dengan yang dimiliki oleh kelima gadis itu saat terakhir mereka berada di Ameris. Tidak menambah atau mengurangi, ia tidak memiliki kuasa untuk melakukan itu.
"Aku tidak tahu. Sungguh!" Tuan Callisto masih menggeleng pelan. "Aku mengembalikan kekuatan sihir kalian semua sama seperti saat kalian bertempur melawan Putri Amery. Aku tidak melebihi apalagi mengurangi karena aku tidak bisa melakukan itu. Kekuatan yang kalian miliki sekarang adalah kekuatan tertinggi yang kalian capai."
"Lalu kenapa perisaiku berbeda dengan milik yang lainnya?" tanya Fre bingung.
Sama seperti yang lain, Fre juga kebingungan melihat bentuk perisainya berbeda dengan milik keempat temannya. Dia tidak ingin mereka merasa dibedakan. Walaupun pada kenyataannya dia yang merasa dibedakan. Mungkin saja hanya perisainya saja yang terlihat lebih kokoh dan cantik, tapi kekuatan sihir yang dimilikinya ternyata lebih rendah dari empat gadis lainnya. Bisa saja seperti itu, 'kan?
Gelengan kepala Tuan Callisto kembali terlihat. "Aku sungguh tidak tahu, Fre," jawabnya. "Aku mengembalikan apa yang kalian miliki saat kalian masih berada di Ameris."
"Apakah kekuatanku masih sama seperti dulu?" tanya Fre lagi. Dia tampak khawatir. "Atau mungkin lebih rendah?"
"Tidak mungkin seperti itu." Zidane yang menyahut. "Kekuatan sihir yang kita miliki tidak mungkin menurun. Yang ada akan semakin tinggi dan berkembang seiring kalian tidak membatasi dan menahan kekuatan sihir kalian itu."
"Benarkah seperti itu?" tanya Fre dengan alis berkerut.
Entah pertanyaan itu ditujukan kepada siapa. Fre menatap Tuan Callisto saat bertanya sehingga pria dengan tongkat sihir unik dan cantik itu yang menjawab.
"Apa yang dikatakan Zidane benar." Tuan Callisto mengangguk. "Kekuatan sihir kalian tidak akan berkurang atau menurun, kekuatan kalian akan semakin tinggi...."
"Apakah kekuatan mereka akan sama seperti Antares?" tanya Dione.
"Eh? Antares?" ulang Lucia. "Maksudmu adik dari Ades juga memiliki kekuatan sihir? Apakah si Antares itu hebat? Apakah sama hebat dengan Ades?"
Pertanyaan Lucia membuat Fre dan ketiga gadis lainnya memijit pelipis. Entah kapan Lucia akan mampu menghilangkan sifat kekanakannya dan bersikap layaknya gadis seusia mereka pada umumnya. Kelakuan Lucia yang polos sedikit memalukan bagi mereka.
"Kau bercanda?" Astro yang menanggapi. "Kekuatan sihir Antares yang terhebat di Ameris," jawabnya.
"Kekuatan sihir Antares yang tertinggi. Dia satu-satunya murid yang bisa melampaui kekuatanku." Tuan Callisto menambahkan. Terdengar nada bangga dan kecemasan dalam nada suaranya. "Ades bukanlah tandingan Antares."
Mata melebar sedetik. Ketakutannya semakin bertambah mendengar kata-kata yang diucapkan tuan Callisto. Kalau kekuatan sihir Antares Hyperion melebihi kekuatan Tuan Callisto yang diketahuinya sebagai pemilik kekuatan sihir tertinggi di Ameris, itu artinya pria dingin itu bisa menghabisi mereka kapan saja. Fre menggigil tanpa sadar.
"Selama ini Antares berdiam di planet Ganmate. Dia lebih menyukai tinggal di sana daripada di Ameris. Di planet Ganmate, Antares tidak menggunakan kekuatannya. Ia berlaku seperti penduduk Ganmate yang tidak memiliki kekuatan sihir apa pun." Tuan Callisto menambahkan. "Antares kembali ke Ameris karena kabar kematian Ades."
"Apakah Antares orang baik?" tanya Lucia.
Kali ini tidak ada tatapan protes dari keempat gadis lainnya. Pertanyaan Lucia mewakili mereka.
Tuan Callisto mengangkat bahu. "Menurutku iya, Antares pria yang baik. Hanya saja ia tidak suka berinteraksi dengan orang banyak."
"Dia tidak mempan rayuanku," decak Carora. "Sangat menyebalkan!"
"Kalau untuk itu memang tidak ada yang mempan, Carora," sahut Dione memutar bola mata. "Semua pria di Ameris memiliki perisai untuk menahan rayuanmu yang sudah ketinggalan zaman."
Sejenak perkataan Dione dapat mengendurkan ketegangan di antara semuanya. Fre juga menyunggingkan senyum, melupakan ketakutannya tentang Antares yang mengancam nyawanya dan keempat temannya. Entah bagaimana dengan keempat gadis lainnya, yang pasti Fre merasa Antares bukanlah pria yang baik. Dalam artian dapat dipercaya.
Carora tidak menanggapi kata-kata Dione, dia tahu pemuda itu hanya bercanda. Meski candaannya sangat tidak lucu baginya. Carora mendengkus, kesal.
Kastil Amethys kembali berguncang. Serangan pasukan planet Ganmate kembali mereka rasakan. Tuan Callisto waspada, menatap Fre dan keempat gadis lainnya penuh arti. Fre yang mengerti segera bersiap, dia sudah tahu apa yang harus dilakukan.
"Panggil nama jin kalian seperti biasa biasa! Kalian akan langsung berada di dalam tubuh mereka seperti dulu!"
Fre mengangguk. Menuruti instruksi yang diberikan Tuan Callisto. Sementara guncangan yang mereka rasakan semakin kuat, sepertinya pasukan planet Ganmate ingin menghancurkan kastil Amethys.
"Andromeda!" seru Fre. Dia memejamkan mata setelah menyebut nama rekan bertempurnya, membuka mata dan terkejut saat menemukan dirinya sudah berada di dalam tubuh jin tempur berkekuatan cahaya itu.
Keempat gadis lainnya melakukan hal yang sama. Lucia juga memanggil jin tempur miliknya yang bernama Phoibos, jin berwarna merah memiliki kekuatan api. Thea memanggil Ceres, jin tempur berwarna biru dengan kekuatan air. Anne memanggil Juno, jin tempur berwarna hijau dengan kekuatan angin. Tita memanggil Carme, jin tempur miliknya yang berwarna cokelat terang seperti warna rambutnya. Carme memiliki kekuatan tanah. Sekarang kelima gadis itu sudah berada di dalam tubuh jin tempur mereka masing-masing, dan mereka siap untuk bertempur.
"Halo, Fre. Senang bertemu denganmu lagi."
Fre tersenyum mendengar suara dalam Andromeda yang menyapanya. Teringat kembali semua yang sudah mereka alami bersama. Mulai dari awal pertemuan mereka, pertempuran-pertempuran yang mereka lalui bersama, sampai pertempuran terakhir yang juga menjadi akhir kebersamaan mereka. Sekarang mereka bertemu lagi, dan akan bertempur bersama lagi.
"Kau sudah siap?"
Fre menarik napas dalam dan panjang sebelum menjawab. "Sudah, kita habisi mereka sekarang!"
Wajah cantik Fre yang tadi tersenyum sekarang berubah serius, tatapan mata birunya berubah tajam. Fresya Marina benar-benar dalam kondisi siap bertempur. Andromeda melesat terbang ke udara dengan sepasang sayap peraknya, diikuti oleh keempat jin tempur lainnya. Melesat ke angkasa secepat kilat sehingga sekarang mereka sudah berada di depan pesawat tempur pemimpin pasukan planet Ganmate. Pesawat tempur itu adalah sebuah pesawat ruang angkasa berukuran raksasa. Melihat pesawat itu mereka seperti melihat film-film bertema fiksi ilmiah tentang perang antar galaksi.
"Itu pesawatnya?" tanya Thea dari dalam tubuh Ceres.
"Kenapa?"
Thea berdecak. Dia paling tidak suka kalau pertanyaannya dijawab dengan pertanyaan juga. Ceres sudah tahu itu, tapi jin tempur itu justru selalu melakukan hal yang tidak disukainya itu.
Tawa Ceres menyapa gendang telinga Thea, membuat gadis itu semakin kesal saja.
"Itu memang pesawatnya, Thea. Kau tidak takut, bukan?"
Thea mendelik. "Kau kira aku anak kecil?" tanyanya tajam.
"Pesawat yang keren!"
Di setiap kesempatan atau pertemuan pertama dengan siapa pun Lucia selalu menyatakan kekagumannya. Meski sudah diperingati oleh teman-temannya Lucia tetap saja seperti itu.
"Apakah menurut kalian mereka yang berada di pesawat itu keren juga? Atau mungkin makhluk berwarna hijau dengan bentuk aneh seperti di film-film?"
Fre meringis mendengar pertanyaan itu. Entah kapan Lucy akan berubah, sepertinya harus menunggu tuan Callisto menua.
"Kita tidak berada di dunia kita, Lucy!" tegur Tita tanpa menyembunyikan kekesalan dalam nada suaranya. "Tidak akan ada makhluk konyol seperti yang kau sebutkan itu! Jadi, sekarang serius lah! Kita sedang berhadapan dengan musuh!"
Kata-kata Tita menimbulkan tawa geli di hati Fre dan dua orang gadis lainnya kecuali Lucia. Gadis bertubuh paling kecil itu menunduk sedih.
"Maafkan aku, Tita," ucapnya. "Aku akan serius sekarang!"
Sudah mereka duga, kesedihan dan awan mendung yang menyelimuti Lucia hanya sedetik. Di detik berikutnya dia sudah kembali ceria, bahkan dalam posisi siap bertempur.
"Pertanyaan Lucy ada benarnya. Aku penasaran bentuk penghuni pesawat tempur itu. Apakah menurut kalian mereka seperti kita?" tanya Thea. Jarinya mengetuk-ngetuk dagu, terlihat dari Ceres yamg melakukan gerakan seperti itu. "Atau seperti yang dipikirkan Lucy?"
"Astaga, Thea!" Tita menggeram semakin kesal. "Jangan ikut-ikutan seperti Lucy, kau bukan anak kecil lagi!" pekiknya. "Kalau penghuni planet Ganmate seperti yang dipikirkan Lucy, tidak mungkin Antares mau tunggal di planet itu!"
"Tapi mungkin saja, 'kan, seperti itu," sahut Thea tetap santai. "Antares juga aneh menurutku, perilaku seperti alien."
Fre, Lucia, dan Anne tertawa geli mendengar perkataan Thea. Hanya Tita saja yang berdecak. Kekesalannya semakin menjadi mendengar tawa dari teman-temannya.
Tawa geli bukan hanya terdengar dari ketiga gadis yang berada di dalam tubuh jin tour mereka saja. Di kastil Amethys, Tuan Callisto dan yang lainnya juga harus menahan tawa mendengar perkataan Thea. Bagaimana mungkin gadis berambut pirang itu menyamakan Antares seperti sesuatu yang mereka tidak ketahui bentuk dan jenisnya? Alien itu apa, mereka tidak tahu. Tidak ada yang namanya alien di Ameris, yang ada hanyalah sihir dan kekuatan sejenisnya.
"Alien itu apa?" tanya Astro bingung. Alisnya berkerut menatap semua orang yang berada di aula utama bergantian dan berhenti pada wajah dingin Antares. Astro menelan ludah kasar,.ia tidak menyangka kalau pria menyeramkan itu kembali ke sini setelah tadi meninggalkan aula.
Carora tertawa. "Entahlah, Astro. Kurasa aku akan menanyakannya pada Thea nanti setelah mereka kembali."
"Seolah mereka akan kembali saja."
Semua orang yang berada di aula menoleh ke arah suara. Dione melayangkan tatapan tajam, tidak terima pada perkataan pria itu. Begitu juga dengan Zidane dan Emelia. Kedua orang itu juga tidak terima dengan apa yang dikatakan Antares.
"Apa?" tanya Antares dingin. Tak terbersit rasa takut dalam suaranya. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kuharap Orion menghabisi mereka semua agar aku tidak mengotori tanganku dengan darah kotor mereka."
"Kau –!"
Zidane hampir saja maju dan menyerang Antares kalau Tuan Callisto tidak segera menghentikannya. Tidak ada gunanya bertempur antara sesama mereka. Daripada mereka saling serang, bukankah lebih baik kalau mereka bersatu melindungi Ameris? Lagipula, Zidane tidak akan menang melawan Antares yang jauh lebih kuat dan memiliki sihir di atasnya.
"Hentikan omong kosongmu yang tidak berguna itu, Antares," tegur Tuan Callisto. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri pelan. "Kau tidak tahu dengan kemampuan mereka."
"Aku sudah tahu," jawab Antares dengan wajah tak terbaca. "Mereka sudah menghabisi kakakku!"
Tuan Callisto mengembuskan napas. Hubungan Antares dan Ades memang tidak akur, tetapi mereka berdua saling menyayangi. Antares meninggalkan Ameris karena.tidak ingin terus bertengkar dengan Ades yang selalu memaksanya menerima jabatan yang diberikan putri Amery padanya. Antares yang tidak ingin terikat melarikan diri ke planet Ganmate sehari setelah diangkat menjadi panglima tertinggi planet Ameris.
Antares diterima dengan baik di planet Ganmate karena Putri Miranda, pemimpin planet Ganmate menyukainya. Di planet Ganmate, Antares berteman dengan Orion Umbriel, komandan perang pasukan planet Ganmate. Pertemanan dan persaingan yang sampai sekarang masih berlangsung. Bukan bersaing memperebutkan hati Miranda, tetapi bersaing untuk mendapatkan gelar yang terkuat. Di beberapa pertarungan uji coba, Antares selalu berhasil mengalahkan pria berambut pirang itu.
"Kau tahu alasannya, Antares. Lagipula semua sudah diperkirakan."
Antares menatap Tuan Callisto yang berbicara melalui pikiran padanya. Di Ameris hanya ada dua orang yang bisa saling berbicara menggunakan pikiran, Antares dan guru sihirnya yaitu Tuan Callisto. Bahkan Ades tidak bisa melakukannya.
"Lalu, apa kau ingin mengatakan kalau semua ini salahku karena.alu tidak juga pulang setelah peristiwa penculikan itu? Begitu, Callisto?"
Sekali lagi Tuan Callisto berdecak. "Aku tidak menyalahkanmu. Kuharap kau berhenti menyalahkan gadis-gadis itu. Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan,.mereka hanya menjalankan tugas yang mereka kira benar."
"Kalau begitu aku juga melakukan apa yang kuanggap benar."
Antares memang sangat keras kepala. Almarhum Ades saja angkat tangan kalau harus berdebat dengannya. Antares tidak akan mengubah keputusan yang diambilnya.
"Aku harap kau mau memikirkan semuanya sekali lagi, Ares. Aku tidak ingin kau menyesal nantinya."
Rahang Antares mengeras mendengar nama panggilan masa kecilnya disebut. Kedua tangannya mengepal. Ia tidak terlalu suka dengan nama itu, hanya mengingatkannya pada sesuatu yang tidak akan bisa diraihnya, dan ia sangat membenci hal itu. Tanpa bicara Antares meninggalkan aula, kali ini ia tidak akan kembali lagi ke sini malam ini kecuali bila gadis-gadis itu kembali. Kecuali Fresya kembali.