Freysia berusaha bangun perlahan. Sungguh, dadanya terasa sangat panas. Punggungnya juga sangat sakit, beruntung tidak ada yang patah. Namun, rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasa terbakar di dadanya membuatnya sedikit sulit bernapas, seolah seluruh oksigen di sekitarnya menipis. Freysia menarik napas sebanyak yang dia bisa kembali memasang kuda-kuda untuk melawan si pemilik mata yang terus tertawa. Jenis tawa yang mengejek. Pasti mengejeknya karena dia tidak bisa menahan serangannya.
Freysia memejamkan mata, dia mencoba fokus meski tawa perempuan itu terus bergema dan mengganggu konsentrasinya. Mata biru itu terbuka, Freysia menatap tajam pada sepasang mata yang juga menatapnya penuh ejekan.
"Petir Angkasa!"
Ledakan keras terdengar setelah dua kata itu meluncur dari mulut Freysia. Tempat itu bergetar, asap mengepul dari arah ledakan. Bukan hanya pemilik mata yang memekik, Freysia juga kembali terlempar ke belakang. Beruntung kali ini dia tidak membentur pilar atau tembok seperti sebelumnya. Meskipun begitu, rasa terbakar kembali menyerang dadanya. Perutnya juga bergolak, sangat mual.
"Gadis kecil kurang ajar, kau pikir bisa melukaiku dengan kekuatan sihirmu yang tidak seberapa itu?"
Freysia kembali bangkit dengan tangan memegang d*da. Sungguh, udara terasa semakin menipis saja, napasnya sesak. Kalau terus seperti ini dia ragu kalau bisa bertahan lebih lebih lama. Freysia berdiri tegak, bersiap karena sepertinya si pemilik mata akan balas menyerangnya. Sekali lagi, Freysia ragu dia akan bisa menahan serangan balasan, tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Dengan mengumpulkan tenaganya yang tersisa, Freysia merapal mantra sihir perlindungan yang dimilikinya.
Mungkin apa yang dikatakan si pemilik mata besar kalau dirinya hanya seorang gadis kecil dengan kekuatan sihir tidak seberapa, tapi sedapat mungkin dia akan melawan. Dia yang sudah membuat Ameris seperti ini, maka dirinya harus bertanggung jawab, bukan?
Serangan balasan si pemilik mata sangat kuat. Meskipun berada dalam kubah pelindung yang diaktifkannya, Freysia tetap merasakan hawa panas yang membuat seluruh tubuhnya seakan terbakar. Sedetik, dua detik, dia masih mencoba bertahan. Di detik kelima semua pertahanannya runtuh, Freysia memekik nyaring, dia kesakitan. Dengan mata terpejam, Freysia merasakan tubuhnya melayang. Mungkin ini adalah akhir hidupnya, dia rela kalau harus tewas untuk melindungi sesuatu yang berharga bagi Ameris. Freysia yakin mahkota itu adalah sesuatu yang sangat penting bagi planet ini.
Freysia bersiap untuk menerima benturan yang kemungkinan akan merenggut nyawanya. Namun, setelah beberapa detik dia tidak merasakan apa-apa. Tubuhnya seolah tetap melayang. Samar Freysia mendengar suara seseorang. Suara seorang pria yang terasa familiar di telinganya. Suara siapa itu? Apakah Ares? Freysia sangat ingin membuka mata, tapi tidak bisa. Matanya terasa sangat berat, seolah dilem menggunakan lem berkekuatan terbesar di dunia. Freysia merasakan tempat itu berguncang hebat, sepertinya terjadi ledakan lagi. Namun, setelah itu diam. Tak ada apa-apa lagi yang dirasakan atau didengarnya. Kesadaran Freysia perlahan terkikis, diambil alih oleh gelap. Dia pingsan.
***
Sepasang alis tebal itu mengernyit. Seharusnya ia bertemu Freysia sekarang, tapi gadis itu tidak terlihat di mana pun. Ia sudah menggunakan kekuatan pelacak, tetap tidak menemukannya. Terakhir ia melihat Freysia pergi menemui Emilia, sepertinya ada sesuatu yang ingin ditanyakan pada perempuan berambut pirang itu. Ia sudah mengeceknya ke sana, dan Freysia tidak ada. Apa yang terjadi dengannya?
Antares turun dari pohon, menatap sekeliling mencari tahu apa yang sedang terjadi. Mata sehitam malam terpejam, kembali berusaha mencari keberadaan gadis yang dicintainya. Hanya beberapa detik, Antares membuka mata dengan cepat setelah ia menyadari sesuatu. Hanya satu tempat yang tidak bisa dijangkau kekuatan sihir apa pun, tempat penyimpanan mahkota Putri Emery. Apakah Freysia berada di sana? Untuk apa?
Antares menggeleng sekali. Tak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Lebih baik ia segera ke sana dan mencari tahu benarkah Freysia berada di tempat itu. Antares kembali memejamkan mata. Sebagai pemilik kekuatan sihir tertinggi di Ameris, sangat mudah baginya untuk mencapai tempat yang ingin dituju. Dalam sekejap mata tubuh proporsional Antares menghilang, dan berada di tempat yang dimaksudnya setelah membuka mata.
Yang pertama kali dilihatnya adalah Freysia yang melambung dengan tubuh luka di beberapa bagian. Antares menggeram marah, siapa yang sudah berani melukai gadisnya? Ia mengangkat tangan, menahan tubuh Freysia agar tidak terhempas. Antares membiarkan tubuh Freysia melayang, sementara dirinya menghadapi seseorang atau sesuatu yang sudah melukai gadisnya. Ia akan menghancurkan sesuatu itu. Tanpa bersuara, Antares mengangkat tangannya lurus ke depan. Ledakan dahsyat kembali terdengar ketika ia menghempaskan tangannya ke satu arah.
Di sana, di bagian timur ruangan, sosok berupa bayangan hitam dengan sepasang mata berwarna merah berada. Ledakan terjadi di sana setelah Antares menyerang bayangan itu. Suara pekik kesakitan menggema. Ia selalu tepat sasaran.
"Aku akan kembali!"
"Aku akan menunggu saat itu." Antares bergumam menanggapi ancaman si bayangan hitam yang sudah menghilang.
Antares cepat menghampiri tubuh Freysia yang mengambang, menggendongnya, membawanya pergi dari tempat itu dalam satu kerjapan mata. Membawa Freysia ke kamarnya, mengobati dengan kekuatan pengobatan yang dimilikinya.
Yakin Freysia sudah tidak apa-apa lagi, Antares keluar dari kamarnya, membiarkan Freysia beristirahat di kamarnya. Ia sendiri menemui Tuan Castillo di aula. Kejadian yang menimpa Freysia tidak bisa dibiarkan, ada kekuatan jahat yang dapat menembus pelindung kastil Amethys. Padahal kekuatan perlindungan kastil merupakan salah satu yang terkuat. Apakah mungkin kekuatan pelindung yang dimiliki Amethys melemah seiring tewasnya Sang Penyangga Utama?
"Callisto, kau berada di aula, bukan? Aku harus bertemu denganmu. Ada sesuatu yang penting yang harus kita bicarakan."
Antares berbicara melalui pikirannya pada Tuan Callisto. Ia harus memastikan kehadiran pria itu di sana kalau tak ingin membuang waktu.
"Ada apa, Ares?"
Antares berdecak tak suka. Tuan Callisto terlalu menyebalkan baginya, selalu memanggilnya dengan nama kecil. Sungguh, ia tak suka. Tak ada yang boleh memanggilnya dengan nama itu selain Freysia.
"Katakan saja kau di mana, aku akan menemuimu di sana!"
Selain suka memanggilnya dengan nama kecil, pria tua itu juga sangat suka berbelit-belit. Tidak bisakah Tuan Callisto langsung saja mengatakan di mana dirinya berada?
"Aku di aula. Ke sinilah!"
Antares langsung menuju aula. Ia tidak perlu menggunakan kekuatan sihir untuk mencapai tempat itu. Dengan langkah kakinya yang lebar ia hanya memerlukan waktu dua menit untuk mencapainya. Bukan hanya tuan Callisto yang berada di aula, tapi juga yang lainnya. Suatu kebetulan yang sangat menguntungkan bagi Antares, ia tidak perlu bersusah payah untuk mengurangi perkataannya nanti.
"Antares, ada apa?" Callisto menatap murid yang memiliki kekutan sihir di atasnya itu dengan alis berkerut. Ia bukan seseorang yang bisa membaca pikiran, hanya bisa berkomunikasi melalui pikiran saja.
"Ada yang menembus pelindung kastil Amethys!" jawab Antares sedingin biasanya. "Freysia terluka karena bertarung melawan penyusup itu."
"Apa?"
Kata itu bukan hanya keluar dari mulut Tuan Callisto, tapi juga dari semua yang berada di ruangan besar ini.
"Apa maksudmu Fre terluka?" tanya Thea dengan raut wajah tak busa ditebak. Dia dan Freysia adalah sepupu, dan mereka sangat dekat. Sungguh sangat keterlaluan dia tidak mengetahui sepupunya terluka..
"Benarkah itu, Antares?" Emilia juga ikut bertanya. "Bukankah Freysia tadi baru saja dari ruanganku? Bagaimana dia bisa terluka?"
Pertanyaan yang sama dan beberapa pertanyaan lainnya masih menggelayut di otak mereka. Masih banyak yang ingin ditanyakan, tapi mereka menahannya melihat raut dingin Antares dan gelap di sekitarnya. Bahkan Tuan Callisto juga ikut menahan diri untuk tidak bertanya. Jangan sampai Antares kehilangan kesadaran atau seluruh Ameris akan hancur. Tuan Callisto hanya diam menanti Antares menjawab pertanyaan yang diajukan Thea dan Emilia.
"Sudah kukatakan dia melawan kekuatan yang berhasil menembus perlindungan kastil," jawab Antares dengan hawa semakin dingin, yang membuat yang lain menggigil tanpa mereka sadari. "Kekuatan Freysia tak sebanding dengan kekuatan hitam itu. Kalau aku tidak datang tepat waktu kalian akan kehilangan pemimpin kalian!"
Sorot mata tajam dan aura mengintimidasi yang kental dari Antares mengurungkan niat Thea untuk menjawab. Dia memilih untuk bungkam meski tahu kalimat terakhir itu ditujukan padanya dan ketiga temannya. Hanya tangannya saja yang mengepal kuat, tak terima dengan keadaan Freysia. Seharusnya dia juga berada di sana agar dapat membantunya. Sialan!
"Freysia berada di ruangan penyimpanan mahkota Putri Emery. Kurasa dia ke sana setelah dari ruanganmu, Emilia."
"Ruangan penyimpanan mahkota?" ulang Tuan Callisto bertanya dengan sepasang alis mengernyit, heran bagaimana Freysia bisa berada di ruangan itu. Seingatnya kelima gadis muda itu tidak ada yang tahu ruangan itu ataupun jalan menuju ke sana. Dia dan yang lainnya tidak pernah memberitahu. "Bagaimana dia bisa ke sana?"
"Ruangan penyimpanan mahkota Putri Emery?" Lucia juga bertanya dengan mengulang kata-kata Antares tadi. Dia tidak tahu kalau ruangan seperti itu ada di kastil ini. "Di mana ruangan itu? Bolehkah kami melihatnya?"
Dirinya benar, bukan? Kelima gadis itu tidak ada yang tahu mengenai ruangan yang sedang mereka bicarakan. Lalu, bagaimana Freysia bisa berada di sana? Apa yang dilakukannya di tempat itu? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menari di benak Callisto. Ia ingin bertanya kepada Antares lebih lanjut, tapi diurungkan. Antares tidak terlihat ingin menjawab pertanyaan lagi. Wajah tampan yang dingin itu terlihat ingin menghancurkan sesuatu. Antares sangat marah. Satu lagi, ia penasaran dengan spa yang dikatakan Antares tentang kekuatan pelindung kastil yang dapat ditembus. Benarkah itu? Berarti kekuatan pelindung dari Putri Emery semakin melemah.
"Ruang penyimpanan mahkota memang yang paling rawan, Antares. Kau sudah tahu itu." Callisto menarik napas sebelum melanjutkan perkataannya. "Sejak dulu ruangan itu yang selalu menjadi titik terlemah, tapi tetap tak ada satu kekuatan pun yang bisa menembusnya. Kalau memang benar seperti yang kau katakan, hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, kekuatan pelindung tak lagi berfungsi untuk ruangan penyimpanan mahkota. Kedua, kekuatan yang dapat menembusnya lebih besar dari kekuatan pelindung di ruangan itu."
"Kurasa tidak keduanya, Tuan Callisto." Emilia yang menjawab. Dari semua yang berada di ruangan ini, usianya adalah tertua kedua setelah Sang Guru Sihir. Oleh sebab itu, sedikit banyak dia juga mengetahui tentang semuanya. "Kekuatan pelindung bukannya tak lagi berfungsi, hanya semakin melemah saja sehingga dapat ditembus kekuatan lain."
"Tidak, Emilia." Callisto menggeleng, membantah pendapat perempuan itu. "Freysia tidak mudah untuk dikalahkan, kau tahu dia sekuat apa. Kalau Freysia sampai kalah dan terluka, berarti kekuatan yang berhasil menembus perlindungan ruangan itu di atas Freysia."
Antares membenarkan kata-kata itu. Ia juga berpikir hal yang sama. Ia tahu sekuat apa Freysia, tidak ada yang dapat mengalahkannya dengan mudah. Namun, bayangan hitam pemilik mata yang sudah menembus dan membuat ruang penyimpanan mahkota menjadi sangat berantakan dapat mengalahkannya dengan mudah. Berarti kekuatan pemilik mata di atas Freysia. Mungkinkah setara dengan tuan Callisto? Antares melirik pria berambut pirang itu sekilas.
"Lalu, bagaimana dengan mahkota?" tanya Callisto.
"Tak bergerak satu inci pun dari tempatnya." Antares yang menjawab. Ia tahu kalau pertanyaan itu untuknya. "Freysia terluka karena melindunginya."
Tuan Callisto mengepal. Salah seorang prajurit terbaik Ameris terluka, ini sungguh tidak bisa dibiarkan. Mereka harus tahu siapa dan kekuatan macam apa yang berhasil menerobos pelindung ruang penyimpanan mahkota dan berhasil melukai Freysia.
"Zidane!" seru Callisto menatap pria berkulit tan itu.
"Iya, Tuan Callisto?" Zidane menghampiri pria yang menyerukan namanya. Berjongkok dengan satu lutut menyentuh lantai dan kepala tertunduk.
Saat ini, kedudukan tertinggi di Ameris berada di tangan Tuan Callisto. Tidak ada seorang pun yang tidak menghormati pria itu. Lagipula, sebelumnya juga seperti itu. Tuan Callisto adalah guru sihir semua prajurit dan penghuni kastil Amethys, termasuk Zidane Cyberg.
"Selidiki semuanya sampai tuntas!" titah Tuan Callisto tegas. "Kita harus tahu siapa yang sudah berhasil menembus pelindung Amethys dan orang yang melukai Freysia."
"Siap, Tuan!" Zidane berdiri setelah menyanggupi. Kembali ke tempatnya semula, berdiri di sebelah Carora yang memperhatikan semuanya dengan wajah serius. Zidane tidak menyelidiki sekarang, ia menunggu perintah selanjutnya. Ia yakin masih ada lagi yang ingin disampaikan gurunya.
"Periksa setiap sudut! Aku yakin pasti ada petunjuk mengenai penyusup itu."
Zidane mengangguk.
"Apa kau juga bertarung melawan penyusup itu, Antares?" Tuan Callisto menatap pria itu yang diam saja sejak beberapa menit yang lalu. Ia yakin Antares sedang memikirkan sesuatu, wajah marahnya masih bertengger.
Antares hanya menatap gurunya sekilas. Saat seperti ini, pria berusia lebih dari seribu tahun itu terlihat sangat berwibawa. Tidak terlihat lagi sifat kalemnya, hanya tampak seorang pria yang bertanggung jawab berdiri di sana.
Callisto tidak membutuhkan jawaban. Tatapan Antares sudah menjawab semuanya. "Apa kau bisa menyebutkan ciri-ciri penyusup?" tanyanya.
"Tak ada ciri, penyusup itu hanya berupa bayangan hitam transparan yang memiliki dua bola mata berwarna merah," jawab Antares datar. Ia sudah tak berminat berada di sini. Ia ingin melihat keadaan gadisnya yang tadi masih pingsan. Ia ingin tahu, apakah Freysia sudah sadar sekarang. "Dari suara pekikannya yang mengancamku, aku tahu kalau dia adalah seorang perempuan."
"Perempuan?" ulang Callisto. Satu pertanyaan dalam kepalanya terjawab. Alasan kenapa ruangan penyimpanan mahkota yang disusupi. Si penyusup pasti menginginkan mahkota Putri Emery yang memiliki kekuatan besar.