4. Aku ingin minum kopi

1783 Kata
Gasendra memasuki mobilnya bersiap akan pergi ke kantor, tiba-tiba ia mendengar teriakan istrinya. "Ayang Gasendra,"teriak Minur hendak memeluknya, tapi Gasendra memberhentikanya dengan tangan terulur di depan. "Berhenti!" Minur mengerem mendadak dan berhenti tepat di depan uluran tangan suaminya. "Ada apa kamu teriak-teriak memanggilku?" Minur menyengir lebar memperlihatkan sederetan giginya yang putih rata. "Bekal makan siangmu ketinggalan." Minur mengajukan tas bekal di tangannya. Gasendra langsung mengambilnya dan hendak masuk ke dalam mobilnya, tapi lagi-lagi Minur menahannya dan sekarang ia bergelayut manja di lengan suaminya dan bersikap genit dengan mengedip-ngedipkan matanya. "Kamu kenapa? Apa matamu kemasukan debu?" Minur memonyongkan bibirnya dan nampak cemberut. "Kamu lupa sesuatu." Minur menatap malu-malu pada suaminya dan tubuhnya digoyang-goyangkan ke kanan dan ke kiri. "Apa ada barangku yang ketinggalan lagi?" "Bukan." "Lalu apa? Aku nanti terlambat datang ke kantor." "Ayang Gasendra." "Cepat Minur katakan ada apa?" Mulut Minur di monyongkan ke arah suaminya. "Ciium aku!" "Tidak mau,"ujarnya dengan nada suara dingin. Gasendra berbalik badan akan masuk ke mobil, lalu terdengar suara tangisan yang sangat keras di belakangnya. Minur menangis guling-guling di lantai. "Ayang Gasendra pelit." Gasendra mendesah pasrah melihat tingkah istrinya yang seperti anak kecil, jika keinginannya tidak dituruti. Entah apa yang dulu merasuki tubuhnya ia bisa jatuh cinta pada wanita aneh seperti Minur dan menikah dengannya. Minur masih guling-guling di lantai. "Cepat bangun! Tubuhmu nanti kotor." "Aku tidak peduli." "Baiklah aku akan menciummu." Seketika tangisan Minur berhenti dan matanya berbinar-binar senang penuh dengan bintang berkelap-kelip di matanya sehingga membuat Gasendra silau. Minur kembali memonyongkan bibirnya. Gasendra mengecupnya sebentar, tapi itu sudah membuat istrinya senang dan mengeluarkan asap dari kepalanya. Minur menatap suaminya dengan wajah terpesona. "Kyaaaa...ayang Gasendra." Gasendra masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan pelan-pelan meninggalkan halaman rumah. Di dalam perjalanan, Gasendra berkonsentrasi mengemudi dan berkali-kali melihat jam. "Gara-gara Minur aku jadi datang terlambat,"gumamnya. "Itu salah Cecep Gasendra tidak mengerti keinginan Neng Minur." Gasendra langsung mengerem mobilnya secara mendadak dan hampir saja terjadi kecelakaan beruntun. Untung saja tidak ada mobil lain yang berada di dekat mobilnya. Jantungnya seakan berhenti mendadak karena terkejut. Ia berusaha menenangkan diri dari keterkejutannya, lalui menoleh ke arah belakang. Di kursi belakang, Momochi sedang duduk santai. "MOMOCHIIIII,"teriaknya terkejut. "Cecep Gasendra jangan berteriak begitu. Kupingku nanti pecah." "Kenapa kamu ada di mobilku?"tanyanya kesal. "Tentu saja ikut pergi ke kantor." "Aku tidak mengizinkanmu ikut bersamaku ke kantor." "Cecep Gasendra yang tampan dan baik hatinya, aku mohon." Mata Momochi membulat dan menatap Gasendra dengan pandangan memohon. "Aku janji tidak akan membuat keributan." Gasendra menjadi bingung. Ia tidak mungkin kembali pulang ke rumah untuk mengantarkan Momochi dengan terpaksa ia membawa Momochi ikut bersamanya. "Jika kamu melanggarnya, selama satu bulan kamu tidak boleh tidur di kamarku." "Aku janji." Mata Gasendra memicing melihat dasi yang dikenakan oleh Momochi. "Itu bukannya dasiku." "Ah iya aku meminjamnya." "Momochi,"serunya kesal. "Ayolah jangan pelit meminjamkannya padaku." "Bukannya pelit, tapi kamu harus meminta izin dariku." "Dari pada harus meminta izinmu setiap hari lebih baik dasi ini buatku saja." "Apa?" Momochi menatap Gasendra dengan pandangan menggemaskan dan akhirnya Gasendra memberikan dasi itu untuk Momochi. "Baiklah." Momochi nampak senang. "Cecep Gasendra memang sangat baik,"serunya senang. Angsa itu pindah kursi ke depan dan berkacak pinggang. "Ehem, apa aku terlihat tampan memakai dasi ini?"tanyanya sambil mengedipkan matanya. "Tidak." Mata membelalak lebar. "Itu tidak mungkin. Aku kan angsa tertampan banyak angsa betina yang berebutan menjadi kekasihku." Momochi kembali menatap Gasendra dengan tatapan tidak percaya. "Kamu tidak buta kan, Cecep Gasendra?" Gasendra menghela napas. Tidak ada habisnya bicara dengan Momochi di sini. Ia mendorong Momochi agar duduk dan memasangkan sabuk pengaman padanya dan kembali menjalankan mobilnya. Gasendra kembali mendesah, jika ada orang tahu aku sedang bicara dengan seekor angsa, aku pasti akan dianggap gila. *** Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk perusahaan. Gasendra keluar mobil dan membukakan pintu untuk Momochi. Angsa itu keluar dan langsung mendapatkan perhatian banyak orang. Semua orang yang lewat matanya tertuju pada Momochi, bahkan petugas yang ada di sana pun ikut memperhatikan dan terkejut bosnya membawa seekor angsa. Gasendra menyerahkan kunci mobilnya pada petugas itu yang masih menatap terpesona pada Momochi untuk memarkirkan mobilnya di basement. "Ba-baik Pak!" Momochi berjalan di samping Gasendra dan Gasendra bersikap seperti biasanya seolah-olah tidak ada Momochi, karena ia tahu orang-orang sedang memperhatikan Momochi yang berada di sana. Momochi berjalan masuk dengan penuh wibawa sebagai seekor angsa jantan. Para pegawai yang berada di dalam langsung berhenti berjalan dan berhenti melakukan kegiatan ketika ada seekor angsa masuk bersama dengan bos mereka. "Cecep Gasendra, kenapa tidak ada karpet merah dan Confetii untuk menyambut kedatangan kita,"bisiknya. Gasendra mendelik kesal. "Kita bukan berada disuatu perayaan, Momochi." "Tapi Ibumu selalu menggelar karpet merah ketika menyambut kita dan menebarkan confetii?" Gasendra berusaha tersenyum dan balas menyapa pada setiap pegawai yang lewat di depannya. "Pagi!" "Pagi!' Mata pegawai itu tertuju pada Momochi. "Itu kan Ibu yang hobinya menggelar karpet merah." Hampir semua sepasang mata memperhatikan mereka mulai dari pintu masuk sampai menuju depan pintu lift khusus yang dipakai oleh petinggi perusahaan. Gasendra tahu pasti mereka bertanya-tanya kenapa ia membawa seekor angsa. "Cecep Gasendra perusahaanmu bagus dan luas. Bagaimana kalau teman-temanku, kamu ajak bekerja di sini?" "Apa kamu bilang?"tanya sedikit berteriak. Gasendra kembali memelankan suaranya. Gasendra menggendong Momochi dan menatapnya kesal. "Jangan coba-coba menawarkan teman-temanmu untuk bekerja di kantorku. Apa kamu mengerti?" "Iya aku mengerti. Pelit sekali padahal tempat ini luas untuk menampung mereka." "Ini perusahaan bukan kandang angsa." Pintu lift terbuka dan mereka masuk. Gasendra mendesah lega setelah berada di dalam lift dan terhindar dari pandangan orang-orang. Pintu lift terbuka dan Gasendra berjalan cepat menuju kantornya. Desy, sekretarisnya terkejut melihat bosnya membawa seekor angsa. "Selamat pagi, Pak!" "Pagi!" "Angsa siapa yang Anda bawa itu?" "Hai cantik!"sapa Momochi. Gasendra memukul pelan kepala Momochi. Untung saja Desy tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Momochi. "Ini Momochi, angsaku." Desy kembali terkejut. "Aku tidak tahu Anda memiliki peliharaan angsa." "Sekarang kamu tahu." Gasendra masuk ke ruangannya dan Momochi merasa takjub melihat kantor Yang begitu luas dan mewah. "Turunkan aku!" Gasendra menurunkan Momochi dan angsa itu langsung berlarian. "Kamu jangan menggoda sekretarisku." "Sekretarismu menang cantik, jadi aku memujinya tadi." "Jangan banyak alasan!" Momochi berkacak pinggang sambil menatap Gasendra curiga. "Kenapa kamu menatapku seperti itu?" "Jangan-jangan kamu berselingkuh dengannya." Gasendra berjalan mendekati Momochi, mencengkeram dan menggoyangkan-goyangkan lehernya. "Jangan bicara sembarangan! Desi itu sudah punya suami." Momochi pusing tujuh keliling dan disekitar kepalanya banyak bintangan setelah Gasendra menggoyang-goyangkan kepalanya tadi. Angsa itu berjalan sempoyongan seperti yang sedang mabuk. Pintu ruangan terbuka dan Desy membawakan secangkir kopi. "Desy, bawakan aku kopi juga,"kata Momochi. Mata Gasendra langsung melotot. Desy yang tidak mengerti apa yang dikatakan Momochi mendekatinya. "Hai Momochi!" "Ngoook...ngoook...ngoook." "Angsa Anda lucu sekali, Pak Gasendra." "Dia juga angsa yang cukup nakal." Momochi melirik Gasendra. "Ngoook." "Momochi ingin minum. Itu yang dikatakannya." "Apa Anda mengerti apa yang dikatakannya?" "Iya. Ambilkan dia air mineral." "Aku ingin kopi." Gasendra pura-pura tidak mendengarnya. Desi langsung keluar dan menutup pintu. Momochi memandang kesal pada Gasendra. "Aku juga ingin minum kopi." "Angsa tidak minum kopi." "Kenapa tidak?" "Karena selama aku hidup, aku belum pernah melihat angsa minum kopi." "Sekarang kamu akan melihatnya." "Aku tidak ingin sakit perut. Apa kamu mau aku bawa ke dokter hewan?" Ekspresi Momochi langsung ketakutan dan langsung berkeringat dingin. Ia takut jarum suntik dan ketika membayangkan hal itu, Momochi tergeletak di lantai seperti yang tidak sadarkan diri. Gasendra memperhatikannya dari balik meja dan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Desi kembali masuk dan membawakan air dalam mangkuk besar dan menyimpannya di dekat meja. Ia melihat angsa itu sedang tergeletak di lantai. "Apa yang terjadi dengannya?" "Manjanya sedang keluar. Biarkan saja!" Desy tidak mengatakan apa pun lagi dan langsung pergi keluar. *** Momocha berkeliling kebun mencari keberadaan Momocha, suaminya. Ia bertanya pada angsa-angsa betina yang berada di kebun, karena biasanya Momochi menggoda mereka dan ternyata Momochi tidak ada di sana. "Apa kalian melihat Momochi?" Secara serentak angsa-angsa betina itu menggelengkan kepalanya dan mereka langsung berlarian masuk ke kandang, karena mereka takut Momocha akan marah lagi. Momocha pergi menuju kandang angsa jantan. Ia melihat salah satu angsa jantan sedang makan. "Giru-giru, kamu melihat Momochi?" "Sejak dari tadi aku tidak melihatnya." Momocha melirik ke arah angsa jantan lainnya yang ketakutan melihat Momocha, karena Momocha salah satu angsa betina tergalak yang mereka kenal. "Apa kalian melihat momocha?" Secara serentak mereka menggelengkan kepalanya. "Kemana perginya dia?"gumamnya. "Awas saja kalau ketemu. Momocha pergi dan kembali mencari keberadaan suaminya itu. Ia sekali lagi menuju kolam renang dan Momochi tidak ada di sana. Ia hanya melihat kedua anaknya, Momicha dan Momiru sedang berenang. "Apa kalian melihat Ayah kalian?" "Tidak,"jawab mereka bersamaan. Momocha pergi ke tempat lain dan ia melihat Minur dan salah satu anaknya, Momire sedang mambantu Minur memanen tomat dan Cabe. "Apa kalian melihat Momochi?" "Tidak,"jawab Minur. "Mungkin Momochi ada di kamarku?" "Tidak ada. Aku sudah mencarinya ke sana." "Apa kamu sudah mencarinya ke seluruh rumah?" "Iya." "Pasti Ayah sedang di dapur,"kata Momire. "Di sana juga tidak ada." Tiba-tiba Minur menjatuhkan keranjangnya. "Jangan-jangan Momochi diculik,"kata Minur. "Tidaaaak." Minur langsung berlari masuk ke dalam rumah mencari ibu mertuanya. "Ibuuuuu, gawat Momochi diculik." Selina yang mendengar teriakan Minur langsung muncul dari arah ruang keluarga. "Ada apa Minur Sayang yang lucu dan cantik?" "Momochi diculik." "Apa?! Bagaimana bisa?" Selina ikut jadi panik. Momire menangis."Ayaaaah." "Aku tidak tahu. Momocha tidak menemukan Momochi di mana pun." "Kita harus menemukan pelakunya." Minur mengangguk setuju. "Mungkin pelakunya tertangkap di kamera cctv." "Aku mau menelelpon ayang Gasendra dulu." Pada deringan pertama Gasendra menjawab panggilan telepon. "Ayahg Gasendra,"panggilnya sambil terisak menangis. "Ada apa? Kenapa kamu menangis?" "Momochi diculik." Minur kembali menangis dengan sangat keras. "Dia tidak ada di rumah." "Momochi ada bersamaku di kantor." Tangisan Minur langsung berhenti. "Momochi ada bersamamu?" "Iya." "Ayang Gasendra, kamu diam-diam menculik Momochi ya?" "Hah? Aku tidak menculiknya." "Ibu, Momocha, Momire, Ayang Gasendra adalah pelaku penculikan Momochi." "Ayaaah, kembalikan Ayahku!"teriak Momire. "Hei, aku tidak menculiknya dan aku bukan pelaku penculikan Momochi,"teriak Gasendra dari seberang telepon. "Kalau begitu bagaimana Momochi ada di sana?"tanya Selina. "Momochi menyelinap masuk ke mobilku." "Aku ingin melihat Momochi." Minur mengubah panggilan teleponnya menjadi panggilan video. Gasendra memperlihatkan Momochi yang sedang tergeletak di lantai. Selina, Minur, Momocha, dan Momire terkejut melihat Momochi. "Ayang Gasendra, apa yang sudah kamu lakukan pada Momochi?"tanya Minur. "Aku tidak melakukan apa pun kepadanya. Dia hanya merajuk saja." "Aku ingin kopi,"gumam Momochi. Kepalanya menoleh ke arah telepon. "Neng Minur, Cecep Gasendra mengancamku." "Jangan fitnah aku, Momochi!" "Cecep Gasendra akan membawaku ke dokter hewan dan disuntik." Gasendra berdiri. "Sudah ya Minur, aku tutup teleponnya." Minur menatap layar ponselnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN