20. Pemerkosaan

1536 Kata
Resya tak henti-hentinya memegangi bibirnya. Gadis itu kadang-kadang tersenyum, kadang-kadang cemberut. Sungguh salah tingkah sendiri dengan apa yang terjadi siang tadi. Sekarang, ia bahkan tengah menatap dirinya dipantulan cermin, bayangan dimana Gio mengecup bibirnya sekilas terus melintas bagai kaset berputar. Jika dipikir-pikir kecupan itu juga hanya sekilas bahkan tak terasa, tapi momentun yang sulit dilupakan itulah membuat gadis remaja itu cengengesan sendiri didalam kamar. Resya beralih pada ranjang dan membaringkan tubuhnya disana. Menatap langit-langit kamarnya yang warnanya telah usang, Resya mengedip lalu menghela napas. Sayang sekali kebahagiaan ini sesaat, dan Gio harus meninggalkannya selama tiga tahun menyulam rindu seorang diri? Ia bangun lagi, duduk di ranjangnya bagai orang kebingungan. Mengapa kecupan itu justru membuatnya tak nyaman? maksud Resya, ada banyak pikiran yang tengah bersarang di kepalanya, tentang bagaimana jika nanti pria itu akan mengecup perempuan lain diluar sana? atau bagaimana jika Gio menganggap ini hanyalah hal biasa? ada rasa tidak terima dalam jiwa naruliah tapi... tapi Resya senang akan sikap Gio yang seperti itu. "Harusnya aku gak mau di cium begitu saja." gumamnya. Rasanya sih percuma jika hanya sesaat, kecupan itu juga tak berarti apa-apa kan? Bahkan bisa hilang dan dilupakan karena tertelan waktu. Meskipun tak bisa dihindari, ia senang atas apa yang gio lakukan padanya. Tapi kesal juga, karena anak lelaki itu melakukan semaunya. Tanpa ingin permisi lebih dulu, hal itu sama saja Gio menganggap Resya gadis penurut dan mudah dirayu. Padahal jika anak remaja itu meminta persetujuan darinya pun, Resya tentu saja tak akan memberikan hal itu. karena apa yang Gio lakukan adalah pengalaman pertama dalam hidupnya. Tanpa pikir panjang Resya meraih ponsel yang tergeletak tak jauh darinya. Untung saja pulang bermain bersama Gio, ia mendapati ponselnya telah kembali dan tergeletak di ranjang kamarnya serta secarik kertas dari Melody yang mengatakan sedang pergi dan juga permintaan maaf dari wanita itu. Resya senang mendengarnya, ia yakin jika Tante Melody tak bisa marah terlalu lama padanya. Lalu gadis itu tanpa pikir panjang mengirimkan pesan singkat kepada kakak kelasnya. To Gio: Jangan pikir aku senang ya! itu karena kamu yang tiba-tiba menciumku. Gadis itu bertingkah serba salah, ia benar-benar salah tingkah karena kejadian tadi. Satu sisi perasaannya senang hanya saja malu untuk mengungkapkan. Satu sisi lagi ia sedih karena takut Gio menganggapnya gadis gampangan. Tak lama kemudian ada panggilan masuk dari Gio, Resya dengan segera mengangkat panggilan tersebut. "Hmmm?" gumamnya tanpa minat. "Ada apa denganmu? Kamu tadi baik-baik saja, sekarang gelisah gak jelas gini?" Resya gelagapan, lalu menggeleng. Bodohnya, Gio tak akan melihat itu. "Kenapa diam?" tanyanya lagi yang tak kunjung mendengar suara Resya. Gadis itu berdehem, ia lalu berdiri. "Kamu jangan salah artikan itu ya! Aku memang senang, karena kita bisa memiliki waktu bersama tapi bukan berarti.." "Oke-oke aku paham, kamu sedang bahagia kan intinya? Resya, tenanglah! Aku tidak akan menganggap mu sebagai gadis gampangan. Itupun aku lakukan tanpa persetujuan mu kan? Ini memang salahku, jadi maaf. Dan kamu tidak perlu berpikir terlalu jauh." jelas Gio, Resya menghela napasnya lega. "Kamu mengerti juga." "Tentu saja aku mengerti. Apapun yang terjadi, tanpa kecupan itu atau tidak aku akan selalu untukmu." "Kamu selalu bisa membuatku berbunga-bunga Gio." "Itu pasti! Oh ya, bagaimana dengan Tante Melody, apa beliau marah denganmu karena pulang sore?" tanya Gio, ia cukup penasaran dengan hal itu. "Beliau tidak ada dirumah, dan hanya mengirimkan pesan jika sedang pergi." jelas Resya, tentu saja itu sedikit membuatnya lega. "Pantas saja kamu memaksaku untuk tidak mengantarmu pulang." Resya meringis. "Begitulah, aku juga takut jika kamu akan kena imbasnya lagi." "Bukankah ini kesalahan kita berdua? Wajar dong jika aku kena imbasnya." "Bisa ya, dan bisa tidak." "Jadi ya atau tidak?" "Apanya?" "Jadi pacarku?" ungkap Gio sedikit ambigu, namun dapat menimbulkan senyuman dibibir Resya. Gadis itu hanya bungkam, membuat Gio penasaran. "Resya aku harap.." "Gio, sudah ya? Sebaiknya kita tidak membahas ini dulu." "Kenapa begitu?" "Karena kamu harus fokus ujian dan aku harus fokus belajar. Oke?" Hanya terdengar helaan napas dari sebrang sana. "Baiklah, kalau begitu sudah dulu ya? Aku sudah senang mendengar mu yang baik-baik saja." "Oke, dah.." putus Resya, ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin lalu loncat-loncat kegirangan karena benar-benar merasa bahagia. Rasanya tak sabar menunggu besok untuk terus-menerus bertemu dengan Gio. Ya, semakin lama, hubungan mereka semakin intim. Mulai ada sinyal-sinyal diantara keduanya, kedekatan itu bukan lagi hanya pengharapan antara teman dengan teman tapi melebihi daripada itu. Resya kemudian berjalan menuju dapur, karena ia sudah berbaikan dengan tantenya. Gadis yang masih mengenakan pakaian sekolah itu berencana untuk membuat makan malam, juga sebagai bentuk permintaan maafnya kepada Melody. Resya sih tidak janji untuk tidak mengulanginya lagi, tapi ia akan berhati-hati untuk tidak ketahuan oleh Melody. Ia yakin tidak akan bisa menjauhi Gio untuk sementara waktu ini. Sesampainya di dapur Resya membuka lemari pendingin. Banyak sekali makanan ringan dan juga sayur-sayuran. Sepertinya Tante Melody baru saja mengisi untuknya. Resya tersenyum puas dan coba berpikir untuk membuat makan malam apa. Terbersit dalam pikirannya ketika melihat sayur kangkung yang segar, dan juga ikan asin. Mungkin, tumis kangkung dan ikan asin adalah perpaduan yang nikmat. Bergegas mencucinya, lalu setelah itu memotong-motongnya menjadi bentuk yang rapi. Kemudian, mencoba membuat bumbu, sembari memanaskan minyak untuk menggoreng ikan asin. Untuk hal masak-memasak Resya sebenarnya tidak terlalu bisa, tapi setidaknya cukup enak untuk disantap. Saat hendak mengulek bumbu-bumbu yang ada, suara bel pintu berbunyi. Gadis itu memutar bola mata dengan kesal, dan berlari untuk menemui si tamu. Resya membuka pintu, dan menampilkan wajah Rio yang datar dan Gio yang tersenyum lebar. Ia kebingungan, mengapa dua remaja ini tiba-tiba datang tanpa sepengetahuannya? "Kalian? Kenapa tiba-tiba kemari?" "Menurutmu?" Resya mengedikkan bahunya tak tahu. "Kami disini ingin memberitahumu jika Iblis squad berulah lagi." terang Rio, Resya tak terkejut justru gadis itu menampilkan wajah tanpa minat. "Kenapa diam saja?" tanya Gio kebingungan, biasanya gadis itu akan sangat antusias untuk menyerang. "Terus aku harus apa? Aku capek." "Capek?" "Hmm, rasanya percuma saja Gio. Kita membantu seseorang tapi mereka justru mengkhianati kita. Jadi siapa yang di serang oleh iblis squad?" "Wendy." "Wendy!" pekiknya tak tertahankan, kedua pria itu mengangguk. Resya tanpa pikir panjang langsung berlari menuju dapur untuk meraih ponselnya yang tertinggal, dan kembali menemui mereka. "Ayo! Ayo kita kesana, dimana mereka?" tanya Resya benar-benar khawatir. "Di gudang lama, tempat persembunyian iblis squad." Resya mengangguk, mereka berjalan menuju mobil tak lupa menutup pintu. Dalam perjalanan Resya benar-benar tak tenang, ia takut terjadi sesuatu dengan Wendy. "Apa ini karena semalam?" tanya Resya, yang diangguki oleh keduanya. Mereka berdua mengangguk. "entah informasi dari mana, tapi mereka tahu jika Wendy juga menyebarkan berita perselingkuhan itu." "s**t! Kenapa bukan aku saja kenapa harus Wendy? Lalu, dimana anak-anak?" "Mereka sudah kesana lebih awal." "Apa ini juga karena kak Elma?" "Entahlah, kemungkinan begitu." Resya benar-benar tak bisa menahan amarahnya, ia kecewa dengan apa yang ia dengar sekarang. Elma sungguh tak tahu malu. Tak lama mobil itu sudah ada di depan bangunan gudang tua yang menjadi markas iblis squad. Anak-anak Gang gio sudah berkumpul yang berjumlah lima belas orang, tanpa pikir panjang mereka masuk kedalam gudang itu. Mata Resya membelalak lebar saat Iqbal dan teman-temannya yang hendak melakukan kejahatan terhadap Wendy. Gadis itu tengah berusaha menepis tangan-tangan nakal yang ingin membuka pakaiannya. Resya tanpa pikir panjang lalu menyerang mereka, dan melayangkan tinjunya ke pipi Iqbal. "Dasar setan!" pekiknya murka Bugh..bugh... Keempat teman Iqbal terkejut, lalu hendak kabur tapi mereka lebih dulu ditangkap oleh anak-anak Gang gio. Hanya Resya yang memperlakukan Iqbal tanpa ampun yang lain berusaha mengamankan mereka agar tidak kabur. Satu diantara mereka mencoba merekam kejadian itu, sedangkan beberapa orang membantu Wendy untuk berdiri. Gio dan Rio berusaha memisahkan Iqbal dengan mencekal kedua lengannya, sedangkan Micel dan Alex bertugas menenangkan Resya yang bagai kesetanan. Dadanya naik turun, gadis itu benar-benar murka dengan apa yang dilihatnya. "Dasar b******n!" Resya meludahi Iqbal yang sudah babak belur, lalu gadis itu berjalan menghampiri Wendy yang menangis tersedu-sedu dan langsung memeluknya. "Tenang ya.. ada aku disini." kata Resya menepuk-nepuk punggung Wendy mencoba menenangkan. "Aku takut Resya.." lirihnya "Tenang, kita disini banyak kok. Kamu tenang aja, secepatnya mereka dibawa kekantor polisi." "Bawa mereka kekantor polisi!" pekik Gio, anggota mereka berseru dan berjalan membawa kelima cowok itu. "Resya kalian pulang dulu ya? Aku ingin ke kantor polisi dengan Rio dan lainnya sebagai saksi." "Tapi jika pihak mereka bertanya Wendy dimana?" "Kamu tenang saja, aku segera menghubungi mu." Resya mengangguk. Mereka kemudian berpencar dengan masing-masing tujuan. Resya tak tahu lagi, kesedihan malam ini membuatnya tak bisa berpikir dengan jernih. "Siapa yang menjebakmu Wendy?" tanya Resya didalam mobil. "Kak Elma, dan dia mengaku kalau kamulah yang memintaku untuk bertemu." "Shiiit!" umpatnya. Drrrttt.. drrrtt.. ponselnya bergetar, Resya mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat nama sipemanggil. "Ya ada apa?" ketusnya. "Kamu ingin membakar rumah kita Resya!" pekik Tante Melody, Resya mengangkat alisnya. "Memangnya ada.. astaga! Aku lupa Tante!" Resya menepuk jidatnya, ia lupa jika tengah memanaskan minyak goreng untuk menggoreng ikan asin. Astaga ya ampun. "Pinter ya kamu, untung saja." "Iya-iya, aku minta maaf nanti lagi ya ini penting." "Cepat pulang atau.." Tuutt.. Resya memutus panggilan itu, karena telalu gugup dan bingung ia sampai lupa dengan acara memasaknya. Wendy menoleh kearah Resya. "Apa ada sesuatu?" "Iya Wen, aku lupa matikan kompor." "Ya ampun, kalau begitu kita pulang dirumahmu saja, supaya Tante Melody percaya." "Apa tidak masalah?" Wendy mengangguk dan tersenyum. Kemudian mobil itu berputar arah untuk menuju rumah Melody.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN