21. Marah besar

1200 Kata
Sesampainya di rumah, Resya dan Wendy dihadapkan oleh Melody dengan wajah merah padam. Wanita itu tak menunjukkan senyum manisnya sedikitpun, membuat Resya meringis ketakutan. Melody yang berdiri diambang pintu siap menerkam ponakannya. Bagaikan ada sinar-sinar merah yang mengelilingi wanita itu, membuat kedua remaja tersebut bergidik ngeri. "Sini kamu.." Melody menarik lengan Resya, gadis itu manut saja dan hanya bisa terdiam seribu bahasa, bahkan jika Melody ingin mengulitinya ia siap. Tantenya sekarang sedang berusaha menjadi ibu tiri baginya. Dan Resya mau tak mau menuruti saja. "Tante dengerin dulu." Resya mengambil celah untuk berkelit. "Dengerin dulu apanya? Tante baru aja tinggal rumah sebentar ya, untung saja Tante cepat pulang kalau gak gimana?" hardik Melody, Resya memejamkan matanya ketakutan. Ya ampun, Ya Tuhan ia gemetar di hadapan Melody. "Kita gak punya siapa-siapa Melody, rumah ini harta yang sangat berharga buat kita. Kalau kebakaran kita mau mengemis kesiapa?" cecarnya tak bisa mengelak Resya hanya diam, pasrah menerima ocehan itu. memang salahnya sih yang terlalu ceroboh. "Kamu juga, pergi kemana kamu? kelayapan terus, urus hal-hal gak penting. Kalau kamu tahu sedang memasak, kenapa kamu tinggal?" lagi dan lagi, telinganya panas. "Tante aku minta maaf, tadinya aku pengen masak buat makan malam tapi tiba-tiba Rio dan Gio datang." "Gio lagi, kenapa sih dengan anak remaja itu? Semenjak kehadirannya hidup kamu jadi berantakan." Ah.. sepertinya Resya salah ucap. "Tante, dengar dulu kenapa sih?" Resya juga sedikit kesal karena tantenya itu tak ingin mendengar penjelasannya. Dan terus menyalahkannya. "Apa? Kamu ingin membuat sebuah pembelaan? Jelas-jelas kamu salah!" cecar wanita itu, Resya berdecak kalah. Wendy yang hanya mendengar pertengkaran itu diteras rumah merasa bersalah. Semua ini gara-gara dirinya, Resya jadi terkena imbasnya dan bahkan hampir kehilangan rumah. Karena merasa tak ingin Tante Melody salah paham, Wendy berjalan menghampiri mereka untuk membantu menjelaskan kejadian yang sebenarnya. "Permisi Tante.." kedua orang itu menoleh kearah Wendy yang nampak acak-acakan. Melody tak menampilkan senyumannya, kemungkinan wanita itu masih dalam keadaan penuh amarah. "Tante jangan salah paham dulu, coba dengarkan apa yang Resya katakan." Lalu Melody beralih menatap Resya. "Apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Wendy bisa berpakaian tidak rapi seperti ini?" tanyanya, Resya menghela napasnya berat. Sebenarnya ia malas sekali menjelaskan ini lagi, yang ada kejadian barusan berputar dikepalanya. "Jadi Tante. Gio dan Rio kemari memanggil aku untuk membantu Wendy." Alis Melody terangkat, ia penasaran juga bingung. "Memangnya apa yang terjadi denganmu Wen?" tanya Tante Melody Gadis itu hendak menangis, matanya berkaca-kaca. Sontak Melody mendekati Wendy, mencoba menenangkannya. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tak baik. "Wendy hampir diperkosa Tante." "Apa!" pekik Melody tak terelakkan. Ia benar-benar tak paham dengan penjelasan anak remaja ini. "Kenapa itu bisa terjadi? Siapa yang memperkosamu Wendy?" "Teman sekolah, lebih tepatnya kakak kelas. Mereka menjebak Wendy dengan mengatas namakan aku Tante. Tentu saja Wendy masih bisa menghubungi Gio dan Rio. Lalu mereka mendatangi rumah, untuk mengajakku." terang Resya dengan jujur, tatapan tantenya berubah menjadi bersalah. Ia telah salah paham dengan anak-anak ini. "Ya ampun, lalu dimana pelakunya? Apa telah dibawa ke pihak yang berwajib?" tanya Melody, kedua anak remaja itu mengangguk. "Ceritanya sebenarnya panjang Tante, tapi kami harap Tante mengerti permasalahan anak muda. Kami ini tidak hanya keluyuran keluar malam, dan juga menghabiskan waktu untuk bermain. Kami mengurangi kejahatan yang dilakukan kakak kelas kepada kami." mendengar penjelasan ponakannya itu kini Melody paham bahwa Resya adalah salah satu anak yang baik, rela membela kebenaran dan memberantas kejahatan. "Tante bangga padamu." kata Melody tersenyum. "Tapi, lain kali kamu jangan melakukan kesalahan yang sama." "Iya Tante, maafkan aku. Aku benar-benar panik karena mendengar Wendy yang sedang dalam bahaya." "Maafkan aku ya Tante, Resya. Gara-gara aku kalian hampir kehilangan rumah kalian." Melody menggeleng. "Jangan begitu, nyawa lebih penting dari apapun." "Terima kasih." mereka bertiga berpelukan, Wendy memang telah lama menjadi sahabat Resya dan sudah seperti saudara. "Oh ya, untuk menenangkan diri kamu Tante akan membuatkan coklat hangat untuk kalian ya? Resya ajak Wendy untuk berganti pakaian ya?" "Siap Tante." kata Resya, kemudian mereka berjalan menuju kamar. Untung saja Tante Melody tak marah besar kepadanya lagi, jika begitu ia tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Dia juga bersyukur, tidak terjadi sesuatu yang parah kepada sahabatnya itu. Bayangan-bayangan buruk sudah hampir menghantuinya, jika mereka lambat sedikit saja mungkin Wendy akan menjadi mangsa anak remaja itu. "Kamu ganti pakaian dulu ya? Aku mau merapikan kamarku yang sedikit berantakan." terang Resya, Wendy mengangguk dan pergi ke kamar mandi. Pemilik kamar itu beralih pada seprai setelah itu di meja belajar untuk mencoba merapikan buku-buku yang berantakan. Ia bahkan sampai lupa mengganti pakaian sekolahnya, hari ini benar-benar melelahkan sih. Banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba dan sulit dilupakan. Wendy keluar dari dalam kamar mandi, dan menyusul Resya. "Kamu silahkan ganti pakaianmu Resya, lihatlah kamu bahkan tidak sempat berganti pakaian sekolah." terang Wendy melihat penampilan Resya yang sangat berantakan. Gadis itu meringis dan mengangguk. Wendy mencoba duduk di tepi ranjang. Bayangan-bayangan dimana Iqbal dan kawan-kawan yang menariknya paksa menuju gudang tua itu membuatnya ketakutan. Tangan-tangan nakal yang hendak menyobek pakaiannya. Ia benar-benar tak kuasa menahan tangis, traumatis yang mendalam. Andai saja ia tak percaya dengan apa yang Elma katakan kemungkinan besar hal ini tak akan terjadi. Ia sangat bersyukur dan berterima kasih kepada teman-teman Rio dan Gio yang dengan senang hati menolongnya. Jika tak ada mereka, mungkin Wendy akan menjadi manusia yang hancur dan merasa tak berguna. "Wendy, kenapa masih menangis?" tiba-tiba Melody datang dan masuk kedalam kamar Resya. Gadis itu mengusap bekas air matanya. "Tante, aku benar-benar takut." "Tenang, yang terpenting mereka belum sempat menyakitimu kan?" "Belum Tante, tapi aku takut." "Kamu disini dengan Tante dan Resya. Sekarang kita makan malam ya?" "Aku ingin menunggu Resya saja Tante." Melody mengangguk. "Oh ya, Tante ingin bertanya padamu. Gio itu lelaki seperti apa menurutmu?" tanyanya, Wendy terdiam. "Kenapa bertanya tentang Gio Tante?" Melody meringis. "Begini, jadi akhir-akhir ini Resya sering keluar malam bersama Gio, Tante khawatir dengan ponakan Tante. Apakah itu hanya untuk membahas persatuan kalian?" Tentu saja Wendy dengan cepat mengangguk. "Benar Tante, jadi mereka memiliki sebuah gang yang memberantas kejahatan seperti apa yang terjadi dengan aku. Jadi Tante marah dengan Resya karena hal itu?" "Begitulah, Tante takut Gio bukanlah laki-laki baik." "Untuk hal itu Tante tenang saja ya? Wendy bisa pastikan mereka hanya berteman saja." Melody dapat menghela napas lega, syukurlah jika seperti itu setidaknya ia tak terlalu khawatir dengan pergaulan ponakannya itu. Mungkin benar kata Rendy, ia terlalu khawatir dengan masa depan Resya yang sebenarnya wajar-wajar saja. Wanita itu berdiri. "Ya sudah, kalau begitu Tante tunggu di meja makan ya?" katanya, Wendy mengangguk. "Ayo!" ajak Resya yang sudah berpenampilan rapi, Wendy mengangguk dan mereka berjalan menunggu meja makan. "Sini, kita makan malam bersama." panggil Melody mereka mengangguk dan duduk saling berdampingan. Yang tetua itu berdehem, menetralisir suasana. "Resya, Tante minta maaf ya? Sudah berpikir tidak baik denganmu. Tante hanya takut kamu terjerumus dalam pergaulan bebas." terang Melody membuat Resya terkejut, mengapa tiba-tiba tantenya ini baik padanya? "Mulai detik ini, Tante membolehkan kamu berteman dengan Gio, asalkan tahu batasan." sontak saja mata Resya membelalak lebar, ia tak menyangka dengan apa yang Melody katakan. Senang bukan kepalang, tak bisa menyembunyikan raut bahagianya. "Terima kasih Tante." "Iya sama-sama." Setidaknya, Tante Melody tak berpikir buruk lagi tentangnya kali ini sehingga Resya bisa menjalani hari-harinya lebih mudah bersama Gio tanpa harus ada sandiwara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN