17. bengkak

1215 Kata
Sejak kejadian kemarin malam, Melody menjadi tak semangat untuk menjalani hari-hari. Seperti pagi ini, ia malas sekali untuk sekedar membuka kedai. Paginya bahkan tak sesibuk biasa, Melody hanya sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia masih menikmati selimut tebal. Pintunya terketuk beberapa kali, anak gadis itu memanggil tantenya berulang kali. Selain merasa bersalah, Resya juga khawatir dengan Melody takut terjadi apa-apa karena biasanya wanita itu akan bangun lebih awal darinya. "Tante, are you ok?" teriak Resya, wanita itu mendengarnya dan mengabaikan gadis kecil tersebut. Anggap saja, diamnya adalah bentuk protes dirinya atas apa yang Resya lakukan. Melody tak ingin ia mengulangi kesalahan yang serupa. "Tante, jangan bikin aku khawatir dong." tuturnya nampak merasa bersalah. Namun tetap saja, Melody hening tanpa suara juga ingin melihat reaksi gadis itu. "Oke, aku minta maaf Tante, aku janji deh gak akan mengulangi kesalahan yang sama." bukan tak percaya lagi, tapi Melody sering hanya menelan janji-janji manis dari ponakannya itu. Sudah banyak kesalahan yang Resya perbuat, hingga kadang Melody ingin membiarkan Resya begitu saja jika tak ingat mendiang Sarah. "Kalau Tante seperti ini terus, aku gak akan pernah berubah!" ancam gadis itu, dengan cepat Melody berjalan membukakan pintu anak itu. Tangannya bersidekap menatap Resya dengan penuh intimidasi. "Lakukan saja! terserah apa maumu!" hardik Melody. Resya terdiam, ia ikut sedih dengan apa yang dilihatnya. Mata Tante Melody nampak bengkak dan sembab. Apa wanita itu menangis karena hal semalam? Apa Resya benar-benar membuat kesalahan yang fatal? Sungguh, ia tak menyangka akan sangat melukai hati wanita ini. "Tante, jangan seperti itu." Resya hendak menggenggam tangan Melody tapi ditepis olehnya. "Kenapa? Mungkin lebih baik jika Tante memang tidak peduli denganmu, membiarkanmu begitu saja bermain dengan anak laki-laki. Membiarkanmu seperti ib.." ucapan Melody menggantung, ia hampir keceplosan. "Membiarkanmu seperti iblis yang suka melakukan hal-hal yang salah!" lanjutnya, Resya terdiam ia menunduk benar-benar merasa bersalah. "Kemarin Tante mengizinkan aku dengan Gio bersama, bahkan selalu percaya dengannya. Tapi mengapa kali ini berbeda?" "Kamu masih bertanya Resya? Kamu masih mempertanyakan hal yang salah itu?" pekik tantenya tak menyangka, Resya mengangguk dengan lugu. "Jika Gio teman baikmu, dia tahu bagaimana cara menghormati orang tua. Dia harus tahu bagaimana cara membawa anak gadis orang!" Bentaknya lagi, karena tak tahan Melody sampai mengusap wajahnya frustasi. "Kamu berangkat ke sekolah! Tapi ingat, jangan dekat-dekat dengan Gio." pinta Melody, Resya tak menjawab dan hanya berlalu pergi. Wanita itu kini masuk kedalam kamar lagi, menyendiri dan mencoba untuk menggerakkan pikirannya. Kadang kala, Melody sendiri tak dapat menahan kuasa, dan amarahnya. Hingga dapat melukai perasaan orang lain, hampir saja Melody keceplosan dan akan melukai hati Resya. Ia tak ingin melakukan hal itu, dan membuat gadis yang ceria menjadi pemurung. Karena tak ingin berlarut-larut, Melody berniat untuk pergi ke supermarket untuk membeli keperluan kedai yang semakin menipis. Rasanya jika hidup hanya dipentingkan untuk menangis akan sia-sia, Melody juga harus bekerja memikirkan masa depan Resya. Ia tak peduli dengan masa depannya sendiri, baginya Resya adalah segalanya. Wanita itu sudah berpakaian dengan rapi, siap untuk pergi ke supermarket membeli beberapa keperluan. . Di sekolah, Resya masih saja tak bersemangat. Keceriaan dalam dirinya seolah sirna, Wendy yang sejak tadi bersamanya pun kebingungan. Ingin bertanya sesuatu takut jika Resya masih dalam keadaan tak baik-baik saja. "Sya, apa kamu sudah mengerjakan tugas sekolah?" tanya Wendy berbasa-basi, sontak saja gadis itu menoleh kearah Wendy dengan terkejut. "Belum Wen! Aku lupa." katanya, Wendy menggelengkan kepalanya. Ia tak percaya jika Resya yang rajin sampai melupakan tugas sekolahnya. "Aku serius Wen! Boleh gak aku lihat tugasmu?" "Ya ampun, kok bisa sih Sya? Apa karena semalam?" Resya mengangguk. "Ya sudah, kamu lihat aja." Wendy mengeluarkan buku didalam tas ranselnya, Resya dengan cepat menyalin tugas itu. Ternyata benar yang Tante nya katakan. Daripada waktu untuk bermain, lebih baik belajar dengan giat. Karena hal semalamlah Resya sampai melupakan tugasnya. "Aku benar-benar gak ingat kalau ada tugas Wen, karena terlalu sibuk memikirkan Micel." "Itulah kamu, lebih mementingkan gang yang gak akan guna dimasa depan." kata Wendy, Resya tak bisa menjawab karena memang itu benar. "Pasti Tante Melody marah kan dengan kamu?" "Bukan hanya denganku, tapi juga dengan Gio. Aku benar-benar merasa bersalah." tunduknya sedih "Tenang aja, asal kamu gak mengulangi kesalahan yang sama dan meminta maaf kepada Tante Melody pasti beliau akan memaafkan kok." "Semoga saja ya?" Wendy mengangguk. Hening kemudian menyapa keduanya, keadaan kelas masih sepi karena hanya ada mereka berdua yang baru datang. "Oh ya, memangnya semalam itu kak Elma selingkuh ya?" tanya Wendy penasaran, karena kebetulan ia adalah saksi dari kejadian itu. Resya mengangguk, Wendy melotot tak percaya. "Kak Elma secantik itu selingkuh?" pekiknya tak percaya. "Begitulah, maklum orang cantik banyak yang suka jadi pilih semua aja." terang Resya, dulu ia sangat mengagumi Elma, tapi setelah mengetahui yang sebenarnya kata suka bahkan tak ingin Resya ucapkan. "Ya ampun, padahal ya kalian kan' mati-matian bantu kak Elma." "Entahlah, orang seperti kak Elma bagusnya di balas seperti apa?" "Diam lebih baik sih Sya, kita lihat nanti aja gimana hubungan mereka. Padahal kan' Micel itu baik banget." "Kadang, orang baik selalu tersakiti." "Kamu bener sih." "Hai!" tiba-tiba saja Gio datang, suaranya menggema seisi kelas. Resya dan Wendy mendongak, anak remaja itu menghampiri bangku mereka yang terletak di nomor dua dari barisan dan berada di paling pojok dekat dengan tembok dan pintu masuk kelas. "Gio? kenapa kamu kesini?" "Apa aku gak boleh? Aku hanya ingin memastikan mu saja sih." Gio duduk di hadapan Resya. "Aku baik-baik saja kok." terang Resya, Wendy dengan cepat menggeleng. "Resya bohong! Buktinya pagi ini dia menyalin tugasku." lapor Wendy, Mendengar hal itu Resya menoleh kearah gadis itu dan mendelik tak suka, tapi Wendy hanya meringis. "I'm sorry, I didn't mean to bother you. " lirih Gio merasa bersalah. "No problem. Aku juga yang salah tidak jujur dengan Tante Melody." "Tapi, aku salah karena sudah membuatmu kesusahan." "Stop! Kalian berdua itu salah!" putus Wendy, Resya dan Gio hanya tertawa melihat ekspresi Wendy yang kesal. "Bisa ikut denganku sebentar tidak?" tanya Gio kepada Resya, Gadis itu terdiam ia melihat tugasnya sekilas lalu mengangguk. "Aku pergi dulu ya?" pamit kepada Wendy, gadis itu hanya mengangguk. Mereka berjalan menuju koridor. "Ada apa?" "Aku ingin mengajakmu keliling nanti siang." "Keliling?" cicitnya, Gio mengangguk tapi Resya menggigit bibirnya. Ia benar-benar dilema, satu sisi Tante Melody melarangnya bersama Gio tapi sisi lain ia harus banyak memiliki momentum bersamanya. Jadi apa yang harus Resya pilih? "Kenapa diam?" "Em?" Resya terkesiap. "Jadi apa kamu mau?" "Em.. Gio bukannya aku tidak ingin, tapi aku takut membuat Tante Melody kecewa." "only this time." pintanya sedikit memaksa, Resya meringis bingung. Melihat Tante Melody yang menangis karenanya, sedih dan terpuruk pun ia tak tega, sebagai orang terdekatnya Resya merasa gagal menjadi ponakan yang baik. Tapi, Gio adalah teman baiknya yang mengerti segala kesedihan tentangnya, menjadi obat untuk segala luka. "Tapi aku takut mengecewakan Tante Melody." "Please.." Gio mengatupkan dua telapak tangan, wajahnya penuh permohonan. Resya tak tega melihat Gio memohon seperti itu, pada akhirnya ia mengangguk dan membuat anak laki-laki itu tersenyum senang. "Gio, apa kamu tidak takut Tante Melody akan membencimu?" tanya Resya, Gio menggeleng. "Rasa benci itu bisa di ubah kan jadi cinta?" "Kamu ini! tapi Tante Melody bukanlah orang yang gampang untuk dirayu." "Oh ya? Maka aku akan terus merayu agar beliau luluh." "Dasar Gio." Resya memukul pelan lengan cowok itu, tidak ada kata penolakan untuk segala permintaan Gio. Resya menjadikan anak lelaki itu segalanya baginya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN