11. Kalah

1170 Kata
Senang rasanya mendapati Iqbal dan kawan-kawan ketahuan melakukan hal buruk itu selama tiga tahun ini. Resya tak henti-hentinya tersenyum menang kala melihat Iqbal dan ke empat temannya sedang berjemur di lapangan. Bahkan Resya merasa hukuman itu belum cukup bagi mereka, ia berharap setelah ini tidak ada keluhan murid-murid yang menjadi korban bullying atau apapun itu. hal semacam ini, memang harus di tuntaskan sejak bangku pendidikan, paling banyak memang di lingkungan sekolah, itu terjadi secara nyata. Agaknya memang perlu ada obrolan langsung dari pihak sekolah dengan orang tua. Sikap-sikap buruk tidak bagus bagi generasi muda, pemimpin bangsa-bangsa. "Wah kamu hebat sya!" seru Wendy, siang ini Iqbal memang tengah jadi tontonan anak-anak lain juga adik kelas. Resya hanya tersenyum tipis, seberapa hebatnya sih seseorang yang membela kebenaran? bukankah itu menjadi hal wajar dan harus dilakukan oleh setiap orang? saat ada keburukan, tidak mungkin kan' membiarkannya begitu saja? saat orang lain tertimpa musibah, apa hanya dengan menontonnya? saat kaki dan tangan dapat melangkah dan bekerja untuk merubah segalanya. "Bukan aku sih Wen, tapi pak Erick." Ya, ini juga bukan hanya berkat dirinya. melainkan campur tangan pria paruh baya itu, Resya tak tahu jika tanpa Pak Erick kemungkinan besok-besok Iqbal masih menjalankan aksinya. "Pak Erick?" dahi Wendy mengerut, Resya mengangguk. Ah, nampaknya gadis itu belum mengenal pahlawan tersebut. "Iya, tukang bersih-bersih sekolah ini. Beliau baru aja kerja disini tadi pagi." terang Resya, bahkan gadis itu berharap kenapa tidak dari dulu saja pak Erick datang sehingga murid-murid merasa aman. "Oh ya?" pekik Wendy yang baru mengetahui kabar itu, bahkan Resya juga baru mengetahuinya tadi jika pak Erick tak memergoki mereka yang ingin memberi pelajaran Iqbal. Beliau bercerita banyak kepada Resya. Resya mengangguk. Wendy dan gadis itu tengah mengamati Iqbal di koridor kelas, menatap puas kearah lima anak yang tengah kepanasan. Mungkin apa yang Micel dan Resya lakukan kali ini menjadi trending topik disekolah. Meski begitu ia tak ingin besar kepala, karena memang tujuannya ingin membuat Iqbal dan teman-temannya kapok. "Disini ternyata." Gio dan Rio datang menghampiri Resya, gadis itu tersenyum. "Serius kamu yang melapor ke pak kepala dan guru-guru Sya?" tanya Gio, Resya dengan cepat menggeleng. "Bukan aku. Tapi pak Erick. Awalnya aku dan Micel hanya memergoki Iqbal memalak yang Agus dan kami berkelahi disana, tapi pak Erick-tukang bersih-bersih baru disekolah ini memergoki kami. Dan beginilah akhirnya." "Kamu hebat!." katanya bangga dengan mengelus puncak Resya, Rio yang melihat itu tak suka. "Kebetulan aja sih, lagian Micel juga hebat." "Terus Micel di mana?" tanya Rio celingak-celinguk "Mungkin lagi pacaran sama kak Elma. Aku juga gak tahu." terang Resya. Wendy hanya diam mengamati mereka, "Eh, kalau dilihat-lihat yah! Wajah kalian ada miripnya loh!" seru Wendy tiba-tiba. Sontak ketiga orang itu saling pandang satu sama lain. "Masa sih?" celetuk Rio, Wendy mengangguk. "Lihat aja garis wajah kalian, mata dan bibir kalian." sontak saja mereka langsung saling pandang. "Apa, jangan-jangan kalian kembar tiga yang terpisah?" duga Wendy. Gio dan Resya tertawa mendengar kalimat itu, sedangkan Rio hanya diam tak merespon apa-apa. Memang jika dilihat sekilas mereka memiliki kemiripan wajah, seperti kembar tiga hanya saja Resya berjenis kelamin perempuan. "Gak usah aneh-aneh." tegur Rio, Wendy langsung kicep apalagi ketika melihat raut wajah cowok itu yang tajam dan datar. "Kita pergi cari Alex dan Micel dulu ya?. Nanti kamu pulang bareng aku aja Res." kata Gio sebelum pergi, Resya mengangguk. Kedua cowok itu berlalu pergi. "Kamu punya hubungan apasih sama Gio?" tanya Wendy yang penasaran dengan kedekatan mereka. Resya menggeleng dengan jujur. "Gak ada apa-apa selain teman akrab." jawabnya, tapi Wendy memasang wajah tak percaya. "Sepertinya sih Gio suka sama kamu sya." tutur Wendy membuat Resya dengan cepat menggeleng. "No! Gak mau pacar-pacaran dulu Wen, hanya satu tahun lagi kita lulus." "Kenapa? Kalau aku jadi kamu aku terima. Gio kan kaya, pemilik sekolah dan pinter juga ganteng." Resya memutar bola matanya. "Jangan samakan aku dengan kamu dong!" Wendy hanya bisa meringis. "Kalau kamu gak mau ya sudah buat aku aja deh." goda Wendy "Yang bener? Kamu mau sama Gio?" "Gak lah Sya! Aku bercanda, aku juga pengen fokus sekolah. Percuma juga pacaran sama kakak kelas, sebentar lagi mereka kan' lulus penyemangat cuman sebentar doang." curhat Wendy yang diangguki Resya. "Nah kamu bener! Pacaran bikin pusing kan?" "Untuk saat ini sih iya, gak tahu besok." jawabnya, Wendy dan Resya saling tertawa lalu mereka berjalan menuju kedalam kelas. Resya memang cantik, banyak anak-anak cowok yang menyukai gadis itu. Hanya saja Resya menganggap semuanya sebagai teman, dan tak ingin pacar-pacaran dulu, mungkin gadis itu belum memasuki masa pubertas yang sesungguhnya. Namun pesona Resya memang luar biasa, seperti pesona mendiang ibunya yang dapat memikat suami orang. Di parkiran sekolah, Resya masih menunggu Gio pulang. Karena anak cowok itu sudah berjanji akan mengantarkannya pulang. Resya asik melihat sekeliling, sampai pada matanya menangkap sosok pria baik yang mengungkap keburukan disekolah ini, siapa lagi jika bukan Erick. Anak gadis itu berinisiatif mendekati Erick, untuk mengucapkan rasa terima kasih yang paling dalam. "Pak.." Seru Laras sembari berlari kecil, Erick menoleh mendapati gadis manis yang tengah berlari. "Ada apa?" tanyanya "Emm, hanya sekedar ingin mengucapkan rasa terima kasih pak." terang Resya sembari tersenyum manis menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. Sontak saja Erick terdiam mematung ditempatnya. Senyuman itu, mengingatkannya pada seorang wanita yang pernah mengisi hatinya. Senyuman menggoda namun juga manis itu yang mampu memikat siapapun. Ya, senyuman Sarah sangat ia kenali. "Pak?" Resya melambaikan tangannya didepan wajah Erick, pria itu terkesiap. "Ya?" "Bapak kenapa melamun? Apa aku salah berbicara?" tanya Resya, Erick menggeleng dan tersenyum tipis. "Tidak nak. Oh ya, kamu itu hebat dan ceria sekali ya?" terang Erick, Resya hanya tersenyum malu-malu. "Kalau kamu mengetahui Iqbal dan teman-temannya berbuat seperti itu kenapa tidak sejak dulu?" Resya menghela napasnya, selalu saja pertanyaan yang sama. "Disini kan' dilarang membawa ponsel pak. Kalau saya jujur pun' guru tidak mungkin percaya kepada saya tanpa bukti." terang Resya, Erick mengangguk paham. "Tapi bapak juga berterima kasih denganmu. Berkat kamu, bapak diberi penghargaan oleh guru-guru." "Oh ya?" pekik Resya kegirangan, ia ikut senang dengan kabar ini. "Iya, ini hari pertama bapak kerja dan hari pertama bapak sudah mendapatkan kebaikan." "Wah, selamat ya pak." "Iya." "Resya!" panggil Gio dari arah parkir, kedua orang yang tengah berbincang itu menoleh. Resya lalu menatap Erick kembali, "Kalau begitu aku pamit dulu ya pak? Temanku sudah menunggu." "Iya, hati-hati ya?" Resya mengangguk dan berlari menyusul Gio yang berdiri disamping mobilnya. "Apa itu tukang bersih-bersih disekolah yang baru?" tanya Gio, Resya mengangguk. "Iya, orangnya baik banget Gio." "Hemm, ya sudah ayo masuk." kata Gio tak ada minat membahas pria itu. Resya lalu mengangguk dan masuk kedalam mobil Gio. Orang-orang itu tak tahu bahwa sebenarnya mereka memiliki ikatan darah dengan tukang bersih-bersih disekolah tersebut. Andai saja mereka tahu, mungkin cinta dan benci bercampur menjadi satu. Sedangkan Erick hanya terdiam sembari menghela napas. Melihat siswa-siswi yang berlalu lalang, membuatnya merindukan buah hatinya dengan Reyea dan Sarah. Jika masih dipertemukan mungkin mereka sudah remaja dan pandai berpikir. Namun, pria itu hanya bisa berharap semoga Tuhan memberikannya kemudahan untuk bertemu mereka apalagi anak Sarah. Ia benar-benar merasa bersalah telah memperkosa Sarah saat itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN