Pagi itu terasa begitu hangat, Alliana menggeliat dalam tidurnya, ia memeluk raga pria yang kini terbaring di sampingnya. Rasanya, ia masih belum bisa percaya. Kejadian kemarin seperti mimpi, ia masih bisa merasakan sensasi aneh saat Ichiru memasukinya.
Alliana membuka mata, menatap wajah Ichiru yang masih terlelap. Tampan, satu hal yang harus ia akui. Senyum Alliana di umbar semanis mungkin, ia membayangkan wajah Ichiru yang berada di atas tubuhnya saat malam pertama. Gadis? Masih bisakah ia menyebut gelar itu sebagai miliknya?
“Kau begitu bahagia, Alliana?” tanya Ichiru. Pria itu menatap Alliana yang kini menyembunyikan wajah di d**a bidangnya.
“Tentu, aku sudah menjadi bagian dari hidup Kakak.” jawab Alliana.
“Kau bukan lagi gadis polos, kau adalah wanita yang menjadi istriku.” Ichiru memeluk pinggang Alliana, pria itu mengelus rambut Alliana dan memejamkan matanya lagi.
“Kita dimana?” tanya Alliana. Ia merasa asing dengan kamar yang ia tempati.
“Mansionku, kau semalam sangat kelelahan. Aku membawamu pulang, dan mulai sekarang, ini kamarmu dan rumah cinta kita.”
“Benarkah? Apa aku mengecewakan Kakak?”
“Kau sangat memuaskan, Alliana.” jawab Ichiru.
“Benarkah?” tanya Alliana.
“Morning seks?” Ichiru menatap istrinya, pria itu meremas b****g Alliana dan mengecup lembut bibir istrinya.
“Aku ingin mandi, Kak.” jawab Alliana.
Tanpa menunggu persetujuan, Ichiru bangkit dan mengangkat tubuh Alliana. Ia membawa Alliana masuk ke kamar mandi dan meletakan tubuh Alliana di dalam bathup. Pria itu mengambil sabun, lalu mencurahkan isinya ke dalam bathup. Aroma anggrek menyeruak, membuat Alliana menutup mata dan menikmati air hangat yang merendam tubuhnya.
Tak lama, Ichiru juga ikut merendam tubuhnya. Pria itu menatap wajah pucat Alliana dan merasa kasihan pada istrinya, ia terlalu banyak mengulang percintaan mereka semalam dan itu begitu memuaskan. Namun, ia tidak memikirkan kondisi tubuh Alliana yang baru pertama kali melakukan percintaan segila itu.
“Kau lelah?” tanya Ichiru. Pria itu membelai pipi istrinya, ia menatap wajah Alliana dan matanya beradu pandang.
Tersenyum, Alliana ingin mengatakan ia lelah, namun, dirinya masih ingin merasakan benda tumpul yang Ichiru miliki memasukinya. Ia masih saja penasaran dan ingin mengulang permainan semalam, ia lupa bagaimana permainan itu berakhir, yang ada hanya kenikmatan dan desahan panjang serta peluh yang mengucur deras.
“Kau sangat pucat, Sayang.” Ichiru memegang tangan Alliana, ia menariknya pelan, lalu membuat Alliana berada di pelukannya. Ichiru bisa merasakan p******a Alliana yang menyentuh d**a telanjangnya. p****g Alliana terasa mengeras, dan Ichiru mulai tergoda.
“Kakak,” ujar Alliana pelan, ia meraba bagian bawah tubuh Ichiru. Ia merasakan kejantanan Ichiru yang kini menegang. Digenggamnya, dan dimainkannya.
“Alliana, kau sangat nakal.” Ichiru menatap istrinya, pandangan matanya begitu redup dengan kabut birahi yang kembali menguasainya.
“Kenapa benda ini bisa begitu keras? Apa kakak bisa menjelaskannya?” tanya Alliana.
Ingin sekali Ichiru membawa Alliana pergi ke sekumpulan dokter untuk menjelaskan segalanya, tapi, ia masih waras. Ichiru masih ingin menjaga kepolosan istrinya. Biar saja Alliana-nya terlihat bodoh, tapi ia suka kepolosan istrinya itu.
“Karena dirimu, dia adalah milikmu, dan akan memberikanmu seorang bayi kelak.” jawab Ichiru.
“Bayi? Apa dia sehebat itu?” Tanya Alliana.
Ichiru tersenyum, apa dia perlu memberikan sekumpulan buku biologi untuk istrinya? Rasanya tidak, biarkan Alliana terus dengan rasa penasarannya.
“Jelas, dia sangat hebat. Apa kau merasakan kenikmatan semalam?” tanya Ichiru. Ia mulai ingin banyak bertanya pada istrinya pagi ini, ia ingin tahu apa yang seorang gadis rasakan saat pertama melakukan percintaan.
“Yah, awalnya sangat sakit.” Alliana berusaha mengingat semua yang ia alami semalam, “Kakak, ketika kakak mengulum dadaku, terasa sangat geli. Kewanitaanku bahan berdenyut, aku bingung, kenapa mereka bisa saling merasakan?” tanya Alliana.
“Karena kau mencintaiku, Alliana.” jawab ichiru.
“Apa kakak ingin mengulumnya lagi? Itu sangat nikmat, dan aku ingin merasakannya lagi, lagi, dan lagi.”
Ichiru menatap istrinya, pria itu tersenyum lalu mendekatkan wajahnya pada p******a Alliana. Dijilatinya p****g Alliana, “Seperti ini?” tanya Ichiru, ia kembali menjilat p****g itu.
“Y-yah … Kak, lagi ….” Alliana memejamkan matanya, ia merasa ingin Ichiru menjilat p****g payudaranya lagi.
“Apa yang kau rasakan, Sayang?” tanya Ichiru.
“Geli, tapi ini menyenangkan.” jawab Alliana.
Ichiru menyeringai, pria itu mengulum p****g Alliana dan membimbing tangan Alliana tetap berada di kejantanannya. Ia menggigit p****g itu pelan, lalu mengecupnya begitu kuat hingga Alliana merintih.
“Kak, aku ingin Kakak mengulum yang satunya lagi.” pinta Alliana.
Dengan senang hati, Ichiru melakukannya. Pria itu begitu suka saat Alliana memerintahnya, ia menjilat p****g p******a yang sedari tadi tidak tersentuh. Lidah pria itu bermain, dan tangannya memeluk pinggang Alliana.
“Emmm, Kak, ge-li,” ujar Alliana pelan. Di pejamkannya mata, lalu membelai rambut panjang Ichiru.
Lima belas menit berlalu, suara desahan Alliana memenuhi ruangan, bahkan, air sudah tertumpah ke lantai. Alliana menggeliat, ia merasa geli, kewanitaannya berdenyut namun ia tak tahu apa yang diinginkan lubang surganya.
“Alliana,” suara Ichiru terdengar serak, pria itu kembali mengulum p****g p******a Alliana, namun, kejantannya sudah masuk dan bersarang di kewanitaan Alliana.
“K-ak, kewanitaanku terasa penuh.” Alliana menatap Ichiru, pandangan sayu Alliana disambut dengan senyum manis suaminya.
“Bagaimana rasanya?” tanya Ichiru.
“Menyenangkan. Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Apa Kakak akan memberiku s**u lagi?” tanya Alliana.
“Tentu, kau ingin melakukannya sepanjang hari?” tanya Ichiru.
“Ya, asal Kakak menjilat kewanitaanku seperti waktu itu.” jawab Alliana.
“Kapan?” tanya Ichiru.
“Saat di air terjun, Kakak memasukan lidah Kakak ke dalam sana, bahkan, aku sering menyentuh kewanitaanku saat mandi dan membayangkan Kakak menyentuhnya.”
“Kau begitu polos sayang, tapi, Kakak menyukai saat kau mendesah.” jawab Ichiru. Pria itu menggoyang pinggulnya pelan, ia menatap Alliana yang meringis bahkan menggigit bibirnya sendiri.
“K-ak, ah … Kak,” ujar Alliana. Ia menatap Ichiru yang kini tersenyum senang.
“Apa begitu nikmat?” tanya Ichiru.
“Ya! Lebih cepat Kak.” Alliana menggoyangkan pinggulnya, aroma anggrek membuat percintaan mereka kian romantis.
Air beriak, Alliana mendesah. Ichiru terus melakukan tugasnya, memuaskan istri kecilnya yang terlihat masih belum puas. Ia akui, Alliana mempunyai perbedaan dari yang lain. Ia bisa bersantai, dengan bicara saat kejantanannya bermain di lubang sempit Alliana.
Puluhan menit berlalu, Alliana masih saja penasaran. Ia masih terus bermanja pada Ichiru dan belum merasa puas. Ia masih ingin dan ingin melakukan hubungan intim dengan ichiru.
Saat ini, Alliana sedang berbaring di atas kasur dengan sprei berwarna putih. Sedangkan Ichiru membuka paha Alliana lebih lebar, pria itu menatap kewanitaan Alliana yang terlihat basah dan berwarna merah.
“Kakak ingin menjilatnya?” tanya Alliana. Sejujurnya, ia ingin merasakannya lagi.
“Ya, kau bisa mengatakan bagaimana rasanya, Kakak akan terus menjilatnya dan memanjakanmu, Alliana.” jawab Ichiru.
“Kak, aku mohon.”
Ichiru menjulurkan lidahnya, ia menjilat kewanitaan Alliana dan menahan kaki istrinya yang bergerak pelan.
“La-gi, Kak!” titah Alliana.
“Bagaimana rasanya?” tanya Ichiru.
“Geli, Kak … aku mohon.” pinta Alliana.
…
Hari itu menjadi awal yang baru bagi Alliana, ia kini sedang duduk di depan kaca, beberapa orang pelayan sedang merias wajahnya.
“Kau siap? Ada banyak hal yang ingin aku tunjukan padamu.”
Alliana mengangguk, pelayan-pelayan yang sedari tadi bersamanya keluar dan memberi ruang bagi pengantin baru itu.
“Kita akan kemana?” tanya Alliana.
“Mengenalkanmu pada enam saudara lainnya.”
Alliana bingung, setahunya, Ichiru hanya memiliki satu orang saudara.
“Kau siap?”
“Tentu.” Alliana berdiri, menghampiri Ichiru yang menunggunya di depan pintu.
“Kau sangat cantik.”
“Terima kasih, Kakak.”
Keduanya keluar dari kamar Alliana, saling bergandengan tangan dan tersenyum senang. Alliana, menatap setiap sudut mansion suaminya, begitu elegan.
“Apa kau senang menjadi istriku?”
“Kakak, aku begitu bahagia.”
“Kau tak akan menyesal?”
“Tidak!”
Ichiru berhenti, ia menatap Alliana yang balas menatapnya.
“Kenapa Kak?”
“Aku mencintaimu, Alliana.”
Alliana tersenyum, ia tidak akan bosan dengan pengakuan suaminya. Mereka kini beriringan, menuruni anak tangga dan berhenti saat ada enam orang wanita yang sedang duduk di ruang keluarga.
“Mereka semua saudaramu, Alliana.” Ichiru tersenyum, ia senang dengan enam wanita yang kini duduk dengan rapi lalu memberikan senyum hangat kepada Alliana.
“Mereka semua, anak Ayah juga?” tanya Alliana.
“Mereka memiliki jabatan yang sama sepertimu, mereka istriku.”
Alliana terdiam, ia belum siap dengan kenyataan. Perlahan, kakinya melangkah mundur.
“Ada apa denganmu, Alliana?” Ichiru menatap istri barunya, ia bingung. Apa yang begitu menyakitkan dari kenyataan ini? Rasanya ia tidak menyakiti Alliana.
“Ke-kenapa, kenapa kakak tidak jujur padaku?” tanya Alliana.
“Alliana,” ujar seorang wanita. Ia adalah istri pertama Ichiru, Ashley. Wanita itu menghampiri Alliana, lalu memegang tangan saudara barunya, “Aku Ashley, istri pertama Ichiru.”
Alliana bungkam, air matanya lolos begitu saja. Di sampingnya, Ichiru hanya bisa mendesah lelah. Ia harus membuat Alliana mengerti, dan menerima kenyataan ini.
“Alliana, senang bertemu denganmu. Aku, Lavender, istri kedua Ichiru.” wanita bernama Lavender memeluk Alliana, begitu erat.
“Lavender, lepaskan Alliana. Aku juga ingin berkenalan dengannya!”
“Diamlah, Ruby! Bahkan sekarang giliran Thallia untuk mengenalkan dirinya.”
“Lavender, cepatlah!”
“Baiklah, Thallia.” jawab Lavender lalu melepaskan pelukannya pada Alliana.
“Alliana, aku Thallia. Istri ketiga Ichiru.”
Alliana tetap bungkam, hanya wajah pucat dan tubuh bergetar yang bisa ia berikan saat ini.
“Kau begitu pucat, Alliana. Ah ya, aku Ruby, istri keempat Ichiru.”
Menatap, Alliana hanya bisa tertunduk lesu. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Sousaki pernah mengatakan, jika seorang pria hanya akan menikahi satu wanita. Tapi, suaminya memiliki banyak wanita yang berstatus istri.
“Alliana, kenapa kau diam?” tanya Ruby. Wanita itu menatap suaminya, dan hanya mendapat gelengan kepala dari Ichiru.
“Ruby, aku ingin mengenalnya juga!”
“Bersabarlah, Xia Ai! Aku masih ingin berkenalan dengan Alliana.” jawab Ruby.
“Karin, Ruby sangat serakah!” Xia Ai mengadu pada seorang wanita yang sedari tadi hanya diam dan tersenyum.
“Ruby, biarkan Xia Ai dan Karin mengenalkan dirinya.” Ichiru menatap Ruby, ia yakin Alliana sangat tertekan saat ini.
Terpaksa, Ruby kembali duduk.
“Alliana, aku Xia Ai. Aku istri kelima Ichiru.”
“Dan, aku Karin. Istri keenam, Ichiru-sama. Senang berkenalan denganmu.”
Alliana jatuh, ia tak sanggup menahan tubuhnya lagi. Matanya menatap Ichiru, ia berharap semua ini hanya bualan belaka.
“Aku tidak berbohong, Alliana. Mereka semua istriku, dan mereka adalah saudaramu.” Ichiru berjongkok, pria itu mengulurkan tangannya pada Alliana.
“Ka-kakak,” ujar Alliana. Suara bergetar, air matanya kembali terjatuh.
“Alliana.”
“Aku kecewa padamu!” ujar Alliana keras. Ia berdiri, berlari dan menaiki tangga dengan cepat, hatinya begitu sakit, ia merindukan mansion tengah hutan, sangat ingin kembali.
“Aku akan menjelaskan ini pada Alliana, kalian bisa melakukan apa saja yang kalian suka.”
“Baiklah, kami menunggumu. Alliana hanya belum terbiasa,” ujar Ashley, wanita itu cukup mewakili kelima saudaranya.
“Aku mencintai kalian.”
“Kami lebih mencintaimu.” jawab keenam wanita itu.