BAB 4

1235 Kata
   Siang hari yang cukup panas, namun itu bukan masalah bagi Alliana. Gadis itu sedang berlatih menunggang kuda bersama Ichiru. Sesekali, suara tawa Alliana terdengar. Ichiru dengan penuh kasih sayang memegang tangan adik angkatnya yang juga memegang tali pengekang kuda.    “Kau harus memegangnya dengan kuat, Alliana.” Ichiru menggenggam tangan Alliana, pria itu menyandarkan kepalanya di bahu Alliana.    “Lalu, bagaimana jika aku ingin kuda ini berhenti?” tanya Alliana. Rambut panjangnya di terbangkan angin, tubuhnya dan Ichiru mau tidak mau terhentak, selaras dengan langkah kaki kuda yang berlari cepat.    “Kau harus menarik tali ini, Alliana.” Ichiru menggenggam erat tangan Alliana, ia menarik tali pengekang kuda cukup kuat. Kuda berhenti, bahkan mengangkat kedua kaki depannya dan mengikik begitu keras.    Alliana menutup matanya, gadis itu bahkan bergetar dan mengalihkan tatapannya pada Ichiru.    “Kau ketakutan?” tanya Ichiru    “Ya. Bagaimana jika kita jatuh?” jawab dan tanya Alliana pada pria yang memeluknya erat.    “Alliana, jika kita jatuh. Jelas saja akan menghantam tanah, bukan terbang ke awan-awan.”    Alliana memandang Ichiru jengkel, gadis itu mengubah raut wajahnya menjadi kesal.    “Aku baru melihat, jika seorang bangsawan bisa terlihat sangat marah.” Ichiru mencubit pipi adik angkatnya itu, ia bahkan tertawa saat Alliana kembali menajamkan tatapannya.    “Kakak!” ujar Alliana agak keras, suara gadis itu menggema di antara pepohonan.    “Ya, aku belum tuli.” jawab Ichiru. Tidak lupa dengan senyum menggoda dan tangan yang memeluk pinggang Alliana.    Alliana kembali berdebar, jantungnya berpacu cepat dan ia benar-benar merasa aneh saat ini.    “Jantungmu, berdetak dua kali dalam satu detik. Apa yang membuatmu begitu berdebar?” tanya Ichiru.    Mendengar pertanyaan Ichiru, Alliana menelan kasar ludahnya. Ia bingung harus menjawab apa dan menjelaskan kondisi jantungnya yang bermasalah.    “Kakak, aku ….” Alliana menatap ichiru, “Aku …,” ujaran itu kembali terhenti.    “Ya, ada apa denganmu?” tanya Ichiru. Ia mendesak gadis kecil itu untuk menjawab.    “Ta-tapi ….” Alliana menelan kasar ludahnya, “Tapi jangan katakan kepada Ayah.” lanjutnya dengan lancar.    “Kau merahasiakan sesuatu?”    Alliana mengangguk, suara burung terdengar begitu merdu sedangkan angin berembus pelan dan membelai setiap inci kulit kedua orang tersebut.    “Jantungku, bermasalah. Aku mengalami sakit yang begitu berat, Kakak.” Alliana menunduk, rasanya begitu sedih. Bagaimana jika yang ditulis penulis buku itu bohong, tidak mungkin ia jatuh cinta di saat dirinya tidak mengerti apa itu cinta.    “Berapa lama kau sakit?” tanya Ichiru.    “Saat ulang tahunku yang ke dua belas tahun, Kak.” jawab Alliana begitu polos.    “Jika kau mati, siapa yang akan Kakak peluk? Jika kau tiada, Ayah pasti sedih.” Ichiru memasang wajah sedihnya pria itu mencuri pandang pada Alliana yang kini menunduk.    “Ak-aku, aku tidak ingin mati.” jawab Alliana.    Ichiru mati-matian menahan tawa, ia bahkan membuang muka ke arah lain untuk menyembunyikan senyumnya. Bermain dengan gadis sepolos Alliana ternyata berguna dan bisa membuatnya sedikit lebih santai.    Ichiru merogoh sakunya, ia mengambil kain hitam panjang dan menutupnya ke mata Alliana. Diikatnya, lalu ia memegang tangan Alliana lagi.    “K-ak?” Alliana memanggil Ichiru, ia merasa gugup.    “Ya.” jawab Ichiru.    “Kenapa kakak menutup mataku?”    “Ada sedikit kejutan untukmu, diamlah dan nikmati.”    Kuda kembali berlari cepat, tubuh Ichiru dan Alliana terhentak, seiring dengan langkah kaki kuda. Beberapa saat berlalu cepat, kuda yang ditunggangi Alliana dan Ichiru kini berhenti di sebuah air terjun yang begitu tinggi.    “Kak, ini di mana?” tanya Alliana.    “Duduklah,” ujar Ichiru. Pria itu kemudian turun lalu menatap Alliana yang masih duduk dengan anggun di atas kuda, pria itu memegang tangan kanan Alliana lalu menariknya agak kuat.    “Aaa ….” teriak Alliana keras, ia ketakutan saat tubuhnya terjatuh.    Dengan cepat, Ichiru menyambut tubuh mungil Alliana. Ia terkekeh pelan, lalu berjalan. Tidak diberikannya Alliana kesempatan untuk mengajukan protes, ia bisa melihat wajah Alliana yang memucat.    Suara berisik terdengar, tubuh Ichiru dan Alliana kini berada di tengah permukaan air, begitu dingin dan menyejukan.    “K-ak, ini di mana?” tanya Alliana.    “Tunggu,” ujar Ichiru. Pria itu mendekatkan wajahnya, ia menggigit kain penutup mata Alliana lalu menariknya.    Alliana segera menatap suasana di sekitar, air terjun yang begitu tinggi, bebatuan yang berada di sekitar sungai, lalu pepohonan yang mengelilingi tempat itu. Alliana menatap bunga-bunga yang tumbuh dengan liar, begitu cantik.    “Indah!” ucap Alliana keras. Ia menatap Ichiru yang masih menggendongnya, pria itu menatap Alliana dan itu membuat Alliana kembali beredar.    Rambut panjang Ichiru basah, pria itu mendekatkan wajahnya dan itu membuat Alliana bertambah gugup. Gadis itu mencengkram erat baju Ichiru, ia bahkan memejamkan matanya dan berkhayal tentang hal-hal gila.    “Alliana ….” panggil Ichiru.    “... Y-ya?”    “Wajahmu memerah, apa kau demam?” tanya Ichiru.     Alliana menggeleng, ia menatap Ichiru dengan mata birunya. Ia terpaku, ia merasakan perasaan itu lagi.    “Apa kau menyukaiku?” tanya Ichiru.    “...”    Ichiru.mendekatkan wajahnya lagi, hanya beberapa centi maka bibirnya akan menyentuh bibir Alliana. Pria itu menyeringai, ia begitu senang bermain dengan gadis manis di gendongannya.    “Lupakan,” ujar Ichiru. Ia kembali menegakkan tubuhnya, lalu menatap sekitar, “Ayo bermain, ini tempat yang indah untuk mandi bersama.” Ichiru berjalan, ia membawa Alliana ke tempat yang lebih dalam lagi. Perlahan, tubuh Alliana yang ada di gendongan Ichiru semakin basah.    “Dingin, Kak.”    “Kakak akan memelukmu. Apa kau bisa berenang?” tanya Ichiru.    Alliana menggeleng, gadis itu semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Ichiru.    “Kakak akan mengajarimu berenang.”    “Benarkah?” tanya Alliana.    “Tentu.” jawab Ichiru. Pria itu berhenti melangkah, ia mendudukan Alliana di batu besar di tengah sungai.    “Buka gaunmu, itu begitu berat jika kau ingin belajar berenang.”    “Tapi ….”    “Aku Kakakmu, Alliana. Jangan merasa malu, ingat, kita saudara.”    Alliana mengangguk, ia menunduk dan hanya diam. Gadis itu merasa gugup, apalagi saat Ichiru membuka tali pengikat pada bagian belakang gaunnya.    “Kulitmu begitu mulus, Nyonya Hansen merawatmu dengan baik.” Ichiru membuka perlahan tali yang mengikat bagian belakang gaun Alliana. Ia bisa melihat begitu mulus dan putihnya tubuh gadis kecil itu.    Gaun Alliana terbuka, Ichiru dengan segera melepaskan gaun merepotkan itu dari tubuh Alliana. Ia bisa melihat Alliana yang menunduk, gadis itu bahkan menutup kedua belah buah dadanya dengan tangan.    Bohong jika dirinya tidak tergoda. Ichiru juga membuka pakaiannya, pria itu meletakkannya di atas batu, bertumpuk dengan gaun Alliana. Setelah selesai, Ichiru mengulurkan tangannya, ia menatap Alliana yang masih menunduk malu.    “Ayo.”    “K-ak ….” Alliana menelan ludahnya kasar.    Ichiru kembali mendekat, ia mengembuskan napasnya pelan.    “Ak-u, ak-u, malu.” jawab Alliana.    “Tutup matamu, Alliana.”    Alliana menurut, ia merasa lebih baik. Namun, beberapa saat kemudian. Ichiru memeluk tubuh Alliana, kulit mereka bergesekan dan di padu dengan air yang dingin.    Berdebar, Alliana kembali merasakan perasaan itu. Gadis itu perlahan membuka matanya, ia menengadahkan kepalanya dan matanya bertatapan dengan Ichiru. Menelan ludah kasar, Alliana kembali menunduk. Buah dadanya yang masih kecil, menempel di tubuh bagian atas Ichiru yang telanjang.    “Buah dadamu masih terlalu kecil, Alliana.” Ichiru menyeringai, “Jagalah, jangan sampai ada orang lain yang melihatnya.”    “Ta-pi, K-akak sudah melihatnya!” ujar Alliana sambil memejamkan matanya.    “Kakak bukan orang lain, Kakak adalah saudaramu.”    Alliana membuka matanya, “Jadi, jika Kakak yang melihatnya tidak masalah?” tanya Alliana.    “Ya, jangan malu kepada Kakak. Karena kita adalah saudara, Alliana.”    Alliana tersenyum, ia mengangguk dan tidak terlalu merasa canggung. Bahkan, saat Ichiru ‘tanpa sengaja’ menyenggol buah dadanya, Alliana tidak peduli. Rasanya hanya geli, dan itu membuatnya ingin merasakan sensasi aneh itu lagi.    “Kakak,” ujar Alliana.    Ichiru menatap Alliana, ia kaget saat gadis itu meraih tangannya dan menyimpannya tepat di kedua belah buah dadanya.    “Jadi apa buah dadaku akan membesar, Kak?” tanya Alliana.    “Y-ya.” jawab Ichiru. Ia ingin sekali menyumpahi Alliana saat ini, kepolosan gadis itu membuat dirinya merasa gemas dan berfantasi liar.    Tangan Ichiru sedikit meremas buah d**a Alliana, ia merasakan benda kenyal itu begitu nyaman untuk ia sentuh.    “Ingin merasakan hal berbeda?” tanya Ichiru.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN