My Prince Season 2 - 08

2538 Kata
Ketika Jiola hendak melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Arga di hutan itu, anak itu mendadak mengepal dua tangannya dan menarik napasnya dalam-dalam sebelum  akhirnya berteriak sekencang mungkin, membuat wanita berambut perak dan bertubuh langsing itu terhenti dalam memulai langkah kakinya. “JANGAN TINGGALKAN AKU!” teriak Arga dengan suaranya yang membahana, menciptakan sebuah gema yang cukup nyaring di udara sekitar hutan sehingga suaranya jadi terdengar seperti memantul-mantul. Ekspresi Arga saat mengatakan itu  cukup serius karena matanya membulat besar dan bibirnya bergetar-getar saking groginya saat berteriak demikian, karena sejatinya ia sedang melawan rasa gengsinya. Tentu saja, Jiola begitu kaget ketika mendengar teriakan Arga yang tidak ingin ditinggalkan oleh dirinya, padahal sebelumnya anak itu ingin dirinya segera pergi dari tempat itu karena kehadirannya telah mengganggu kesendirian Arga. Namun sekarang, malah kebalikannya, Arga sangat tidak ingin ditinggalkan oleh Jiola, mungkinkah ia sudah muak harus hidup sendirian di hutan sehingga saat dia menemukan seorang teman, dia jadi merasa tenang dan nyaman. Itu wajar karena manusia pasti akan rindu saat orang yang dekat dengan kita tiba-tiba pergi meninggalkan kita, dan secara tidak langsung, Arga telah menganggap bahwa Jiola bukan lagi orang asing di matanya, melainkan orang yang sudah cukup dekat dengannya. Sebetulnya Jiola senang dan bahkan kegirangan saat Arga berteriak demikian, tapi sekarang dia tidak boleh terlalu jujur dalam menunjukkan perasaannya, seperti biasanya dia ingin sedikit mempermainkan emosi anak itu agar bisa mendapatkan reaksi-reaksi yang menggemaskan. Dengan menahan senyumannya, Jiola bersikap seolah-olah dia harus pergi meninggalkan tempat itu. “Eh? Bukankah sebelumnya kamu menyuruhku untuk pergi meninggalkan tempat ini karena kehadiranku mengganggumu? Apa yang terjadi sampai kamu jadi berubah begitu?” tanya Jiola dengan memirinkan kepalanya ke kanan, berlagak seolah-olah kebingungan dengan teriakan yang barusan Arga lakukan padanya. Sungguh, Jiola ingin sekali tertawa sekarang, tapi dia harus tetap mempertahankan  sandiwaranya sebelum Arga mengetahuinya. Dengan menundukkan kepalanaya dan bersikap malu-malu, Arga mulai menjelaskan kejujurannya pada Jiola dengan suara yang rendah karena dia tidak ingin terlalu keras dalam mengungkapkannya. “Jangan membuatku mengulangi perkataanku lagi, kau harus bertanggung jawab karena telah membuatku merasa nyaman. Akibat kehadiranmu, aku jadi sulit untuk bertahan di tempat ini sendirian, padahal sebelumnya aku tidak mempermasalahkannya sama sekali, bahkan sudah sangat terbiasa. Tapi karena kau datang, aku jadi merasa takut untuk sendirian, jadi kau harus bertanggung jawab, Jiola.” Sudah tak tahan lagi, akhirnya Jiola menunjukkan tawanya yang menggelegar di depan Arga, membuat anak itu mengangkat kembali dagunya dan tercengang menyaksikan reaksi dari wanita berambut perak di depannya. Apa ini? Mengapa Jiola menertawakannya? Apakah sejak tadi wanita itu mempermainkan perasaan Arga? Arga benar-benar  kaget dan kebingungan melihat hal tersebut, dia tidak tahu harus merespon apa, tapi hatinya sedang sangat bimbang. “K-Kenapa kau tertawa!?” tanya Arga dengan sedikit menyaringkan suaranya agar didengar dengan jelas oleh Jiola, dia benar-benar tidak mengerti apa yang membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak di depannya, padahal ia sama sekali tidak sedang melawak atau pun mengeluarkan sebuah lelucon, malah sebaliknya Arga sedang sangat serius dalam mengungkapkan perasaannya pada wanita berambut perak itu. “Maaf, aku tidak bisa menahannya lagi, aku hanya sedang mengetesmu saja untuk melihat sejauh mana kamu merasa nyaman denganku, dan ternyata aku sudah membuatmu nyaman sehingga kamu tidak ingin ditinggalkan sendirian di tempat ini. Ditambah muka dan ekspresimu saat memintaku untuk tetap tinggal, benar-benar menggemaskan, aku jadi tidak bisa lagi mempertahankan sandiwaraku. Maafkan aku.” Jelas Jiola dengan masih sedikit terkekeh-kekeh. “Jadi kau mempermainkanku?” Dua alis langsung ditekan setelah mendengar penjelasan dari Jiola, dia sedikit marah karena wanita itu ternyata hanya bersandiwara dan mempermainkan dirinya. Itu sangat tidak adil, padahal Arga sudah melawan dan membuang rasa gengsinya hanya untuk mengungkapkan kejujurannya, tapi balasan yang dia terima malah seperti itu. “Tidak-tidak, aku tidak mempermainkanmu, aku hanya ingin memastikan saja. Sebetulnya aku tidak ingin meninggalkanmu, aku ingin membawamu keluar dari tempat ini menuju tempat yang layak kamu tinggali dan kita bisa hidup dengan nyaman dan aman di tempat tersebut. Tapi mengingat sikapmu yang sebelumnya, aku jadi tidak bisa memaksamu, jadi aku memutuskan untuk berpura-pura akan meninggalkanmu, hanya untuk melihat reaksimu saja. Begitulah, maafkan aku, ya.” Akhirnya Arga hanya bisa terdiam setelah mendengar rincian yang lebih jelas, ternyata begitu, ya. Arga hanya menghembuskan napasnya lewat hidung dan menggaruk-garuk pundaknya yang terasa gatal sebelum akhirnya, berkata, “Kalau begitu, aku mengizinkanmu untuk membawaku ke tempat yang kau bilang nyaman dan aman itu, tapi aku tidak mau kau mempermainkanku!” Tersenyum bahagia, Jiola langsung berlari ke dekat Arga dan memeluk anak itu dengan erat saking tidak bisa menahan rasa  senangnya atas jawaban yang barusan anak itu katakan. Akhirnya keinginannya terkabulkan, Arga dengan keinginannya sendiri, mau diajak pergi dari hutan buatan itu menuju tempat yang layak untuk para manusia hidup. Sungguh, Jiola begitu bahagia, bahkan sangat bahagia. Pelukan yang dilakukan oleh Jiola pada badan Arga sangat kuat sehingga anak itu sedikit tidak bisa bernapas, tapi selebihnya, Arga juga bahagia karena akhirnya dia punya kesempatan untuk bisa bertemu makhluk yang sama sepertinya dan bahkan akan meninggalkan hidup kesendiriannya menuju masa depan yang lebih menyenangkan. Sejujurnya Arga tidak begitu tahu bagaimana tempat yang akan dia kunjungi, tapi yang jelas dia sudah sangat tidak sabar untuk melihatnya. Ketika Jiola hendak melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Arga di hutan itu, anak itu mendadak mengepal dua tangannya dan menarik napasnya dalam-dalam sebelum  akhirnya berteriak sekencang mungkin, membuat wanita berambut perak dan bertubuh langsing itu terhenti dalam memulai langkah kakinya. “JANGAN TINGGALKAN AKU!” teriak Arga dengan suaranya yang membahana, menciptakan sebuah gema yang cukup nyaring di udara sekitar hutan sehingga suaranya jadi terdengar seperti memantul-mantul. Ekspresi Arga saat mengatakan itu  cukup serius karena matanya membulat besar dan bibirnya bergetar-getar saking groginya saat berteriak demikian, karena sejatinya ia sedang melawan rasa gengsinya. Tentu saja, Jiola begitu kaget ketika mendengar teriakan Arga yang tidak ingin ditinggalkan oleh dirinya, padahal sebelumnya anak itu ingin dirinya segera pergi dari tempat itu karena kehadirannya telah mengganggu kesendirian Arga. Namun sekarang, malah kebalikannya, Arga sangat tidak ingin ditinggalkan oleh Jiola, mungkinkah ia sudah muak harus hidup sendirian di hutan sehingga saat dia menemukan seorang teman, dia jadi merasa tenang dan nyaman. Itu wajar karena manusia pasti akan rindu saat orang yang dekat dengan kita tiba-tiba pergi meninggalkan kita, dan secara tidak langsung, Arga telah menganggap bahwa Jiola bukan lagi orang asing di matanya, melainkan orang yang sudah cukup dekat dengannya. Sebetulnya Jiola senang dan bahkan kegirangan saat Arga berteriak demikian, tapi sekarang dia tidak boleh terlalu jujur dalam menunjukkan perasaannya, seperti biasanya dia ingin sedikit mempermainkan emosi anak itu agar bisa mendapatkan reaksi-reaksi yang menggemaskan. Dengan menahan senyumannya, Jiola bersikap seolah-olah dia harus pergi meninggalkan tempat itu. “Eh? Bukankah sebelumnya kamu menyuruhku untuk pergi meninggalkan tempat ini karena kehadiranku mengganggumu? Apa yang terjadi sampai kamu jadi berubah begitu?” tanya Jiola dengan memirinkan kepalanya ke kanan, berlagak seolah-olah kebingungan dengan teriakan yang barusan Arga lakukan padanya. Sungguh, Jiola ingin sekali tertawa sekarang, tapi dia harus tetap mempertahankan  sandiwaranya sebelum Arga mengetahuinya. Dengan menundukkan kepalanaya dan bersikap malu-malu, Arga mulai menjelaskan kejujurannya pada Jiola dengan suara yang rendah karena dia tidak ingin terlalu keras dalam mengungkapkannya. “Jangan membuatku mengulangi perkataanku lagi, kau harus bertanggung jawab karena telah membuatku merasa nyaman. Akibat kehadiranmu, aku jadi sulit untuk bertahan di tempat ini sendirian, padahal sebelumnya aku tidak mempermasalahkannya sama sekali, bahkan sudah sangat terbiasa. Tapi karena kau datang, aku jadi merasa takut untuk sendirian, jadi kau harus bertanggung jawab, Jiola.” Sudah tak tahan lagi, akhirnya Jiola menunjukkan tawanya yang menggelegar di depan Arga, membuat anak itu mengangkat kembali dagunya dan tercengang menyaksikan reaksi dari wanita berambut perak di depannya. Apa ini? Mengapa Jiola menertawakannya? Apakah sejak tadi wanita itu mempermainkan perasaan Arga? Arga benar-benar  kaget dan kebingungan melihat hal tersebut, dia tidak tahu harus merespon apa, tapi hatinya sedang sangat bimbang. “K-Kenapa kau tertawa!?” tanya Arga dengan sedikit menyaringkan suaranya agar didengar dengan jelas oleh Jiola, dia benar-benar tidak mengerti apa yang membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak di depannya, padahal ia sama sekali tidak sedang melawak atau pun mengeluarkan sebuah lelucon, malah sebaliknya Arga sedang sangat serius dalam mengungkapkan perasaannya pada wanita berambut perak itu. “Maaf, aku tidak bisa menahannya lagi, aku hanya sedang mengetesmu saja untuk melihat sejauh mana kamu merasa nyaman denganku, dan ternyata aku sudah membuatmu nyaman sehingga kamu tidak ingin ditinggalkan sendirian di tempat ini. Ditambah muka dan ekspresimu saat memintaku untuk tetap tinggal, benar-benar menggemaskan, aku jadi tidak bisa lagi mempertahankan sandiwaraku. Maafkan aku.” Jelas Jiola dengan masih sedikit terkekeh-kekeh. “Jadi kau mempermainkanku?” Dua alis langsung ditekan setelah mendengar penjelasan dari Jiola, dia sedikit marah karena wanita itu ternyata hanya bersandiwara dan mempermainkan dirinya. Itu sangat tidak adil, padahal Arga sudah melawan dan membuang rasa gengsinya hanya untuk mengungkapkan kejujurannya, tapi balasan yang dia terima malah seperti itu. “Tidak-tidak, aku tidak mempermainkanmu, aku hanya ingin memastikan saja. Sebetulnya aku tidak ingin meninggalkanmu, aku ingin membawamu keluar dari tempat ini menuju tempat yang layak kamu tinggali dan kita bisa hidup dengan nyaman dan aman di tempat tersebut. Tapi mengingat sikapmu yang sebelumnya, aku jadi tidak bisa memaksamu, jadi aku memutuskan untuk berpura-pura akan meninggalkanmu, hanya untuk melihat reaksimu saja. Begitulah, maafkan aku, ya.” Akhirnya Arga hanya bisa terdiam setelah mendengar rincian yang lebih jelas, ternyata begitu, ya. Arga hanya menghembuskan napasnya lewat hidung dan menggaruk-garuk pundaknya yang terasa gatal sebelum akhirnya, berkata, “Kalau begitu, aku mengizinkanmu untuk membawaku ke tempat yang kau bilang nyaman dan aman itu, tapi aku tidak mau kau mempermainkanku!” Tersenyum bahagia, Jiola langsung berlari ke dekat Arga dan memeluk anak itu dengan erat saking tidak bisa menahan rasa  senangnya atas jawaban yang barusan anak itu katakan. Akhirnya keinginannya terkabulkan, Arga dengan keinginannya sendiri, mau diajak pergi dari hutan buatan itu menuju tempat yang layak untuk para manusia hidup. Sungguh, Jiola begitu bahagia, bahkan sangat bahagia. Pelukan yang dilakukan oleh Jiola pada badan Arga sangat kuat sehingga anak itu sedikit tidak bisa bernapas, tapi selebihnya, Arga juga bahagia karena akhirnya dia punya kesempatan untuk bisa bertemu makhluk yang sama sepertinya dan bahkan akan meninggalkan hidup kesendiriannya menuju masa depan yang lebih menyenangkan. Sejujurnya Arga tidak begitu tahu bagaimana tempat yang akan dia kunjungi, tapi yang jelas dia sudah sangat tidak sabar untuk melihatnya. Ketika Jiola hendak melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Arga di hutan itu, anak itu mendadak mengepal dua tangannya dan menarik napasnya dalam-dalam sebelum  akhirnya berteriak sekencang mungkin, membuat wanita berambut perak dan bertubuh langsing itu terhenti dalam memulai langkah kakinya. “JANGAN TINGGALKAN AKU!” teriak Arga dengan suaranya yang membahana, menciptakan sebuah gema yang cukup nyaring di udara sekitar hutan sehingga suaranya jadi terdengar seperti memantul-mantul. Ekspresi Arga saat mengatakan itu  cukup serius karena matanya membulat besar dan bibirnya bergetar-getar saking groginya saat berteriak demikian, karena sejatinya ia sedang melawan rasa gengsinya. Tentu saja, Jiola begitu kaget ketika mendengar teriakan Arga yang tidak ingin ditinggalkan oleh dirinya, padahal sebelumnya anak itu ingin dirinya segera pergi dari tempat itu karena kehadirannya telah mengganggu kesendirian Arga. Namun sekarang, malah kebalikannya, Arga sangat tidak ingin ditinggalkan oleh Jiola, mungkinkah ia sudah muak harus hidup sendirian di hutan sehingga saat dia menemukan seorang teman, dia jadi merasa tenang dan nyaman. Itu wajar karena manusia pasti akan rindu saat orang yang dekat dengan kita tiba-tiba pergi meninggalkan kita, dan secara tidak langsung, Arga telah menganggap bahwa Jiola bukan lagi orang asing di matanya, melainkan orang yang sudah cukup dekat dengannya. Sebetulnya Jiola senang dan bahkan kegirangan saat Arga berteriak demikian, tapi sekarang dia tidak boleh terlalu jujur dalam menunjukkan perasaannya, seperti biasanya dia ingin sedikit mempermainkan emosi anak itu agar bisa mendapatkan reaksi-reaksi yang menggemaskan. Dengan menahan senyumannya, Jiola bersikap seolah-olah dia harus pergi meninggalkan tempat itu. “Eh? Bukankah sebelumnya kamu menyuruhku untuk pergi meninggalkan tempat ini karena kehadiranku mengganggumu? Apa yang terjadi sampai kamu jadi berubah begitu?” tanya Jiola dengan memirinkan kepalanya ke kanan, berlagak seolah-olah kebingungan dengan teriakan yang barusan Arga lakukan padanya. Sungguh, Jiola ingin sekali tertawa sekarang, tapi dia harus tetap mempertahankan  sandiwaranya sebelum Arga mengetahuinya. Dengan menundukkan kepalanaya dan bersikap malu-malu, Arga mulai menjelaskan kejujurannya pada Jiola dengan suara yang rendah karena dia tidak ingin terlalu keras dalam mengungkapkannya. “Jangan membuatku mengulangi perkataanku lagi, kau harus bertanggung jawab karena telah membuatku merasa nyaman. Akibat kehadiranmu, aku jadi sulit untuk bertahan di tempat ini sendirian, padahal sebelumnya aku tidak mempermasalahkannya sama sekali, bahkan sudah sangat terbiasa. Tapi karena kau datang, aku jadi merasa takut untuk sendirian, jadi kau harus bertanggung jawab, Jiola.” Sudah tak tahan lagi, akhirnya Jiola menunjukkan tawanya yang menggelegar di depan Arga, membuat anak itu mengangkat kembali dagunya dan tercengang menyaksikan reaksi dari wanita berambut perak di depannya. Apa ini? Mengapa Jiola menertawakannya? Apakah sejak tadi wanita itu mempermainkan perasaan Arga? Arga benar-benar  kaget dan kebingungan melihat hal tersebut, dia tidak tahu harus merespon apa, tapi hatinya sedang sangat bimbang. “K-Kenapa kau tertawa!?” tanya Arga dengan sedikit menyaringkan suaranya agar didengar dengan jelas oleh Jiola, dia benar-benar tidak mengerti apa yang membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak di depannya, padahal ia sama sekali tidak sedang melawak atau pun mengeluarkan sebuah lelucon, malah sebaliknya Arga sedang sangat serius dalam mengungkapkan perasaannya pada wanita berambut perak itu. “Maaf, aku tidak bisa menahannya lagi, aku hanya sedang mengetesmu saja untuk melihat sejauh mana kamu merasa nyaman denganku, dan ternyata aku sudah membuatmu nyaman sehingga kamu tidak ingin ditinggalkan sendirian di tempat ini. Ditambah muka dan ekspresimu saat memintaku untuk tetap tinggal, benar-benar menggemaskan, aku jadi tidak bisa lagi mempertahankan sandiwaraku. Maafkan aku.” Jelas Jiola dengan masih sedikit terkekeh-kekeh. “Jadi kau mempermainkanku?” Dua alis langsung ditekan setelah mendengar penjelasan dari Jiola, dia sedikit marah karena wanita itu ternyata hanya bersandiwara dan mempermainkan dirinya. Itu sangat tidak adil, padahal Arga sudah melawan dan membuang rasa gengsinya hanya untuk mengungkapkan kejujurannya, tapi balasan yang dia terima malah seperti itu. “Tidak-tidak, aku tidak mempermainkanmu, aku hanya ingin memastikan saja. Sebetulnya aku tidak ingin meninggalkanmu, aku ingin membawamu keluar dari tempat ini menuju tempat yang layak kamu tinggali dan kita bisa hidup dengan nyaman dan aman di tempat tersebut. Tapi mengingat sikapmu yang sebelumnya, aku jadi tidak bisa memaksamu, jadi aku memutuskan untuk berpura-pura akan meninggalkanmu, hanya untuk melihat reaksimu saja. Begitulah, maafkan aku, ya.” Akhirnya Arga hanya bisa terdiam setelah mendengar rincian yang lebih jelas, ternyata begitu, ya. Arga hanya menghembuskan napasnya lewat hidung dan menggaruk-garuk pundaknya yang terasa gatal sebelum akhirnya, berkata, “Kalau begitu, aku mengizinkanmu untuk membawaku ke tempat yang kau bilang nyaman dan aman itu, tapi aku tidak mau kau mempermainkanku!” Tersenyum bahagia, Jiola langsung berlari ke dekat Arga dan memeluk anak itu dengan erat saking tidak bisa menahan rasa  senangnya atas jawaban yang barusan anak itu katakan. Akhirnya keinginannya terkabulkan, Arga dengan keinginannya sendiri, mau diajak pergi dari hutan buatan itu menuju tempat yang layak untuk para manusia hidup. Sungguh, Jiola begitu bahagia, bahkan sangat bahagia. Pelukan yang dilakukan oleh Jiola pada badan Arga sangat kuat sehingga anak itu sedikit tidak bisa bernapas, tapi selebihnya, Arga juga bahagia karena akhirnya dia punya kesempatan untuk bisa bertemu makhluk yang sama sepertinya dan bahkan akan meninggalkan hidup kesendiriannya menuju masa depan yang lebih menyenangkan. Sejujurnya Arga tidak begitu tahu bagaimana tempat yang akan dia kunjungi, tapi yang jelas dia sudah sangat tidak sabar untuk melihatnya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN