My Prince Season 2 - 09

2694 Kata
“A-Apa ini? S-Siapa mereka!?” Arga sangat terkejut saat berhasil keluar dari ruangan hutan buatan itu, dia masuk ke dalam tempat lain yang di dalamnya ada empat makhluk yang kulitnya berwarna biru pekat dan berkepala botak, terkulai lemas di lantai ruangan tersebut, juga salah satu dari mereka hanya terlihat badannya saja tanpa adanya sebuah kepala, banyak percikan darah di sekitar empat orang asing itu. Sebenarnya ada apa ini? Apa yang terjadi sampai mereka semua terlihat seperti sudah tewas begitu? Apakah ada yang membunuh mereka? “Mereka lah dalang yang membuatmu hidup di hutan buatan itu, mereka berempat adalah pelaku sebenarnya dari nasib hidupmu selama ini. Mereka menculikmu saat kamu masih bayi dari rumah orang tuamu, dan dengan kejam mereka membiarkan bayi mungil untuk dijadikan sebagai bahan ekspresimen tinggal di sebuah hutan buatan sendirian.” Jelas Jiola dengan suaranya yang kini terdengar begitu serius, tidak seperti biasanya yang halus dan lembut. “Jangan khawatir, aku sudah membunuh mereka semua, tidak ada lagi yang perlu kamu khawatirkan. Hidupmu sudah aman. Kamu bisa bebas sekarang.” Mendengar penjelasan itu, entah kenapa membuat Arga bingung harus mengatakan apa karena sejatinya tidak tahu kalau selama ini hidupnya ini dijadikan sebagai bahan ekspresimen dari empat makhluk aneh itu, juga ternyata adalah korban dari sebuah penculik  semasa bayi, ini benar-benar mencengangkan, Arga merasa ditipu selama ini. Kepalannya jadi sedikit sakit saat memikirkannya, dua tangan Arga mengepal dan kekesalan mulai memuncak. Menyadari ada aura yang cukup kelam di sekitar Arga, Jiola menolehkan kepalanya  dan segera mengusap-usap puncak kepala Arga dengan lembut. “Aku paham,  pasti menyakitkan saat tahu bahwa hidupmu ternyata hanyalah sebuah ilusi, tapi tenanglah, mulai sekarang kamu sudah terbebas dari itu semua. Maaf karena aku datang terlambat, aku merasa bersalah karena tidak menolongmu sejak dulu, tapi aku berterima kasih karena kamu mampu bertahan hidup di  tempat seperti itu. Aku sangat bangga padamu, aku tidak pernah melihat anak kecil seusiamu yang sekuat ini. Kamu luar biasa.” Ucapan-ucapan halus dan penyemangat dari Jiola sama sekali tidak membuat emosi dan amarah Arga turun, malah sebaliknya, dia jadi  semakin kesal karena harus mengalami hal seperti itu. Arga juga sedih saat tahu bahwa sebenarnya dia punya keluarga kandung di suatu tempat, jika tahu begitu, seharusnya sekarang ia harus segera pergi ke rumah keluarganya. Tapi kemarahannya masih terus berkobar, seakan-akan seperti sebuah api yang tidak akan padam jika belum menghanguskan benda-benda di sekitarnya. “Lalu, mengapa harus aku yang diculik? Mengapa harus aku yang mengalami hal seperti itu!? Apakah mereka hanya tertarik padaku!? Apa yang membuat mereka ingin melakukan sebuah eksperimen, dan untuk apa itu semua!? Dan juga, makhluk apa mereka itu!? Dan kau juga, sebenarnya kau ini siapa sampai rela datang kemari hanya untuk menolong orang asing sepertiku!?” Saking jengkel dan sedihnya, Arga secara muak mengeluarkan semua kata-kata hatinya sampai membuat Jiola terpaku mendengarnya. Mata wanita berambut perak itu jadi berkaca-kaca saat Arga berkata demikian. Hati Jiola jadi terasa sakit setelah mendengar isi hati Arga. “Aku tidak tahu mengapa mereka menculikmu, tapi aku minta maaf karena harus kamu yang mengalami hal seperti itu. Aku berjanji setelah ini, hidupmu akan menyenangkan, sebagai balasan dari perjuangan kerasmu selama ini. Lalu, dari yang kudengar, eksperimen yang mereka lakukan padamu bukanlah hal serius atau penting, melainkan mereka hanya ingin melihatmu kesusahan di hutan tersebut. Mereka hanya ingin bersenang-senang sambil menertawakanmu yang sedang berjuang di sana. Mereka adalah Saura, salah satu ras manusia yang memiliki kejeniusan yang lebih tinggi dari ras-ras lainnya, tapi mereka punya sifat licik yang cukup jahat. Kemudian, alasan mengapa aku datang kesana untuk menolongmu, adalah agar aku bisa memberikan dunia yang penuh kebebasan untukmu, karena aku tidak melihat orang yang aku sayang menderita lagi, karena sebenarnya aku adalah kakak kandungmu.” Seketika kedua mata Arga membulat, dia melotot saking kagetnya saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Jiola, dunia rasanya terhenti setelah ia mendengar hal  tersebut. Arga tidak tahu harus bilang apa sekarang, tapi yang jelas kegelisahannya jadi semakin meningkat dari sebelumnya. Dia bingung bereaksi seperti apa untuk merespon penjelasan yang dikemukakan oleh Jiola, apalagi menerima fakta bahwa sebenarnya wanita berambut perak yang mengenakan pakaian hitam ketat di sampingnya ini adalah kakak kandungnya sendiri. Segala pertanyaan yang sebelumnya ingin Arga tanyakan terkait dua tanduk dan satu ekor kelinci yang juga tertanam di tubuh wanita itu, sama seperti dirinya, akhirnya mendapatkan jawaban yang cukup jelas. Sebuah kewajaran bagi seorang kakak dan adik punya kemiripan dalam penampilannya sehingga Arga jadi semakin yakin bahwa Jiola memang merupakan kakak kandungnya sendiri. Perasaan Arga antara bahagia dan bingung, tapi dia harus segera memberikan respon terkait hal tersebut sebelum Jiola menanyakan keterpakuannya pada hal tersebut. “K-Kakak kandungku!?” pekik Arga yang masih memperlihatkan ekspresi kagetnya, mata dan raut mukanya masih tampak begitu tegang, dia berusaha ingin merileksan ketercengangannya tapi tetap saja sulit karena ia memang sedang sangat-sangat-sangat terkejut. “I-Itu artinya… kamu bisa membawaku ke rumahku yang sebenarnya, kan!? Kamu bisa membawaku ke ibu dan ayahku, kan!? Benar, kan, Kakak!?” Sayangnya, seketika senyuman di bibir Jiola jadi lenyap saat mendengar pertanyaan itu, membuat Arga yang melihatnya jadi semakin kebingungan pada  situasi semacam itu. Ada apa lagi ini? Mengapa tiba-tiba raut  muka Jiola terlihat murung begitu, seolah-olah ada suatu hal yang menyedihkan. Arga jadi penasaran apa yang membuat Jiola jadi tampak bersedih demikian. “Aku minta maaf, tapi ayah dan ibu kita,” ucap Jiola dengan menundukkan kepalanya, dibarengi dengan suaranya yang jadi semakin rendah. “Mereka telah tiada.” “A-Apa ini? S-Siapa mereka!?” Arga sangat terkejut saat berhasil keluar dari ruangan hutan buatan itu, dia masuk ke dalam tempat lain yang di dalamnya ada empat makhluk yang kulitnya berwarna biru pekat dan berkepala botak, terkulai lemas di lantai ruangan tersebut, juga salah satu dari mereka hanya terlihat badannya saja tanpa adanya sebuah kepala, banyak percikan darah di sekitar empat orang asing itu. Sebenarnya ada apa ini? Apa yang terjadi sampai mereka semua terlihat seperti sudah tewas begitu? Apakah ada yang membunuh mereka? “Mereka lah dalang yang membuatmu hidup di hutan buatan itu, mereka berempat adalah pelaku sebenarnya dari nasib hidupmu selama ini. Mereka menculikmu saat kamu masih bayi dari rumah orang tuamu, dan dengan kejam mereka membiarkan bayi mungil untuk dijadikan sebagai bahan ekspresimen tinggal di sebuah hutan buatan sendirian.” Jelas Jiola dengan suaranya yang kini terdengar begitu serius, tidak seperti biasanya yang halus dan lembut. “Jangan khawatir, aku sudah membunuh mereka semua, tidak ada lagi yang perlu kamu khawatirkan. Hidupmu sudah aman. Kamu bisa bebas sekarang.” Mendengar penjelasan itu, entah kenapa membuat Arga bingung harus mengatakan apa karena sejatinya tidak tahu kalau selama ini hidupnya ini dijadikan sebagai bahan ekspresimen dari empat makhluk aneh itu, juga ternyata adalah korban dari sebuah penculik  semasa bayi, ini benar-benar mencengangkan, Arga merasa ditipu selama ini. Kepalannya jadi sedikit sakit saat memikirkannya, dua tangan Arga mengepal dan kekesalan mulai memuncak. Menyadari ada aura yang cukup kelam di sekitar Arga, Jiola menolehkan kepalanya  dan segera mengusap-usap puncak kepala Arga dengan lembut. “Aku paham,  pasti menyakitkan saat tahu bahwa hidupmu ternyata hanyalah sebuah ilusi, tapi tenanglah, mulai sekarang kamu sudah terbebas dari itu semua. Maaf karena aku datang terlambat, aku merasa bersalah karena tidak menolongmu sejak dulu, tapi aku berterima kasih karena kamu mampu bertahan hidup di  tempat seperti itu. Aku sangat bangga padamu, aku tidak pernah melihat anak kecil seusiamu yang sekuat ini. Kamu luar biasa.” Ucapan-ucapan halus dan penyemangat dari Jiola sama sekali tidak membuat emosi dan amarah Arga turun, malah sebaliknya, dia jadi  semakin kesal karena harus mengalami hal seperti itu. Arga juga sedih saat tahu bahwa sebenarnya dia punya keluarga kandung di suatu tempat, jika tahu begitu, seharusnya sekarang ia harus segera pergi ke rumah keluarganya. Tapi kemarahannya masih terus berkobar, seakan-akan seperti sebuah api yang tidak akan padam jika belum menghanguskan benda-benda di sekitarnya. “Lalu, mengapa harus aku yang diculik? Mengapa harus aku yang mengalami hal seperti itu!? Apakah mereka hanya tertarik padaku!? Apa yang membuat mereka ingin melakukan sebuah eksperimen, dan untuk apa itu semua!? Dan juga, makhluk apa mereka itu!? Dan kau juga, sebenarnya kau ini siapa sampai rela datang kemari hanya untuk menolong orang asing sepertiku!?” Saking jengkel dan sedihnya, Arga secara muak mengeluarkan semua kata-kata hatinya sampai membuat Jiola terpaku mendengarnya. Mata wanita berambut perak itu jadi berkaca-kaca saat Arga berkata demikian. Hati Jiola jadi terasa sakit setelah mendengar isi hati Arga. “Aku tidak tahu mengapa mereka menculikmu, tapi aku minta maaf karena harus kamu yang mengalami hal seperti itu. Aku berjanji setelah ini, hidupmu akan menyenangkan, sebagai balasan dari perjuangan kerasmu selama ini. Lalu, dari yang kudengar, eksperimen yang mereka lakukan padamu bukanlah hal serius atau penting, melainkan mereka hanya ingin melihatmu kesusahan di hutan tersebut. Mereka hanya ingin bersenang-senang sambil menertawakanmu yang sedang berjuang di sana. Mereka adalah Saura, salah satu ras manusia yang memiliki kejeniusan yang lebih tinggi dari ras-ras lainnya, tapi mereka punya sifat licik yang cukup jahat. Kemudian, alasan mengapa aku datang kesana untuk menolongmu, adalah agar aku bisa memberikan dunia yang penuh kebebasan untukmu, karena aku tidak melihat orang yang aku sayang menderita lagi, karena sebenarnya aku adalah kakak kandungmu.” Seketika kedua mata Arga membulat, dia melotot saking kagetnya saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Jiola, dunia rasanya terhenti setelah ia mendengar hal  tersebut. Arga tidak tahu harus bilang apa sekarang, tapi yang jelas kegelisahannya jadi semakin meningkat dari sebelumnya. Dia bingung bereaksi seperti apa untuk merespon penjelasan yang dikemukakan oleh Jiola, apalagi menerima fakta bahwa sebenarnya wanita berambut perak yang mengenakan pakaian hitam ketat di sampingnya ini adalah kakak kandungnya sendiri. Segala pertanyaan yang sebelumnya ingin Arga tanyakan terkait dua tanduk dan satu ekor kelinci yang juga tertanam di tubuh wanita itu, sama seperti dirinya, akhirnya mendapatkan jawaban yang cukup jelas. Sebuah kewajaran bagi seorang kakak dan adik punya kemiripan dalam penampilannya sehingga Arga jadi semakin yakin bahwa Jiola memang merupakan kakak kandungnya sendiri. Perasaan Arga antara bahagia dan bingung, tapi dia harus segera memberikan respon terkait hal tersebut sebelum Jiola menanyakan keterpakuannya pada hal tersebut. “K-Kakak kandungku!?” pekik Arga yang masih memperlihatkan ekspresi kagetnya, mata dan raut mukanya masih tampak begitu tegang, dia berusaha ingin merileksan ketercengangannya tapi tetap saja sulit karena ia memang sedang sangat-sangat-sangat terkejut. “I-Itu artinya… kamu bisa membawaku ke rumahku yang sebenarnya, kan!? Kamu bisa membawaku ke ibu dan ayahku, kan!? Benar, kan, Kakak!?” Sayangnya, seketika senyuman di bibir Jiola jadi lenyap saat mendengar pertanyaan itu, membuat Arga yang melihatnya jadi semakin kebingungan pada  situasi semacam itu. Ada apa lagi ini? Mengapa tiba-tiba raut  muka Jiola terlihat murung begitu, seolah-olah ada suatu hal yang menyedihkan. Arga jadi penasaran apa yang membuat Jiola jadi tampak bersedih demikian. “Aku minta maaf, tapi ayah dan ibu kita,” ucap Jiola dengan menundukkan kepalanya, dibarengi dengan suaranya yang jadi semakin rendah. “Mereka telah tiada.” “A-Apa ini? S-Siapa mereka!?” Arga sangat terkejut saat berhasil keluar dari ruangan hutan buatan itu, dia masuk ke dalam tempat lain yang di dalamnya ada empat makhluk yang kulitnya berwarna biru pekat dan berkepala botak, terkulai lemas di lantai ruangan tersebut, juga salah satu dari mereka hanya terlihat badannya saja tanpa adanya sebuah kepala, banyak percikan darah di sekitar empat orang asing itu. Sebenarnya ada apa ini? Apa yang terjadi sampai mereka semua terlihat seperti sudah tewas begitu? Apakah ada yang membunuh mereka? “Mereka lah dalang yang membuatmu hidup di hutan buatan itu, mereka berempat adalah pelaku sebenarnya dari nasib hidupmu selama ini. Mereka menculikmu saat kamu masih bayi dari rumah orang tuamu, dan dengan kejam mereka membiarkan bayi mungil untuk dijadikan sebagai bahan ekspresimen tinggal di sebuah hutan buatan sendirian.” Jelas Jiola dengan suaranya yang kini terdengar begitu serius, tidak seperti biasanya yang halus dan lembut. “Jangan khawatir, aku sudah membunuh mereka semua, tidak ada lagi yang perlu kamu khawatirkan. Hidupmu sudah aman. Kamu bisa bebas sekarang.” Mendengar penjelasan itu, entah kenapa membuat Arga bingung harus mengatakan apa karena sejatinya tidak tahu kalau selama ini hidupnya ini dijadikan sebagai bahan ekspresimen dari empat makhluk aneh itu, juga ternyata adalah korban dari sebuah penculik  semasa bayi, ini benar-benar mencengangkan, Arga merasa ditipu selama ini. Kepalannya jadi sedikit sakit saat memikirkannya, dua tangan Arga mengepal dan kekesalan mulai memuncak. Menyadari ada aura yang cukup kelam di sekitar Arga, Jiola menolehkan kepalanya  dan segera mengusap-usap puncak kepala Arga dengan lembut. “Aku paham,  pasti menyakitkan saat tahu bahwa hidupmu ternyata hanyalah sebuah ilusi, tapi tenanglah, mulai sekarang kamu sudah terbebas dari itu semua. Maaf karena aku datang terlambat, aku merasa bersalah karena tidak menolongmu sejak dulu, tapi aku berterima kasih karena kamu mampu bertahan hidup di  tempat seperti itu. Aku sangat bangga padamu, aku tidak pernah melihat anak kecil seusiamu yang sekuat ini. Kamu luar biasa.” Ucapan-ucapan halus dan penyemangat dari Jiola sama sekali tidak membuat emosi dan amarah Arga turun, malah sebaliknya, dia jadi  semakin kesal karena harus mengalami hal seperti itu. Arga juga sedih saat tahu bahwa sebenarnya dia punya keluarga kandung di suatu tempat, jika tahu begitu, seharusnya sekarang ia harus segera pergi ke rumah keluarganya. Tapi kemarahannya masih terus berkobar, seakan-akan seperti sebuah api yang tidak akan padam jika belum menghanguskan benda-benda di sekitarnya. “Lalu, mengapa harus aku yang diculik? Mengapa harus aku yang mengalami hal seperti itu!? Apakah mereka hanya tertarik padaku!? Apa yang membuat mereka ingin melakukan sebuah eksperimen, dan untuk apa itu semua!? Dan juga, makhluk apa mereka itu!? Dan kau juga, sebenarnya kau ini siapa sampai rela datang kemari hanya untuk menolong orang asing sepertiku!?” Saking jengkel dan sedihnya, Arga secara muak mengeluarkan semua kata-kata hatinya sampai membuat Jiola terpaku mendengarnya. Mata wanita berambut perak itu jadi berkaca-kaca saat Arga berkata demikian. Hati Jiola jadi terasa sakit setelah mendengar isi hati Arga. “Aku tidak tahu mengapa mereka menculikmu, tapi aku minta maaf karena harus kamu yang mengalami hal seperti itu. Aku berjanji setelah ini, hidupmu akan menyenangkan, sebagai balasan dari perjuangan kerasmu selama ini. Lalu, dari yang kudengar, eksperimen yang mereka lakukan padamu bukanlah hal serius atau penting, melainkan mereka hanya ingin melihatmu kesusahan di hutan tersebut. Mereka hanya ingin bersenang-senang sambil menertawakanmu yang sedang berjuang di sana. Mereka adalah Saura, salah satu ras manusia yang memiliki kejeniusan yang lebih tinggi dari ras-ras lainnya, tapi mereka punya sifat licik yang cukup jahat. Kemudian, alasan mengapa aku datang kesana untuk menolongmu, adalah agar aku bisa memberikan dunia yang penuh kebebasan untukmu, karena aku tidak melihat orang yang aku sayang menderita lagi, karena sebenarnya aku adalah kakak kandungmu.” Seketika kedua mata Arga membulat, dia melotot saking kagetnya saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Jiola, dunia rasanya terhenti setelah ia mendengar hal  tersebut. Arga tidak tahu harus bilang apa sekarang, tapi yang jelas kegelisahannya jadi semakin meningkat dari sebelumnya. Dia bingung bereaksi seperti apa untuk merespon penjelasan yang dikemukakan oleh Jiola, apalagi menerima fakta bahwa sebenarnya wanita berambut perak yang mengenakan pakaian hitam ketat di sampingnya ini adalah kakak kandungnya sendiri. Segala pertanyaan yang sebelumnya ingin Arga tanyakan terkait dua tanduk dan satu ekor kelinci yang juga tertanam di tubuh wanita itu, sama seperti dirinya, akhirnya mendapatkan jawaban yang cukup jelas. Sebuah kewajaran bagi seorang kakak dan adik punya kemiripan dalam penampilannya sehingga Arga jadi semakin yakin bahwa Jiola memang merupakan kakak kandungnya sendiri. Perasaan Arga antara bahagia dan bingung, tapi dia harus segera memberikan respon terkait hal tersebut sebelum Jiola menanyakan keterpakuannya pada hal tersebut. “K-Kakak kandungku!?” pekik Arga yang masih memperlihatkan ekspresi kagetnya, mata dan raut mukanya masih tampak begitu tegang, dia berusaha ingin merileksan ketercengangannya tapi tetap saja sulit karena ia memang sedang sangat-sangat-sangat terkejut. “I-Itu artinya… kamu bisa membawaku ke rumahku yang sebenarnya, kan!? Kamu bisa membawaku ke ibu dan ayahku, kan!? Benar, kan, Kakak!?” Sayangnya, seketika senyuman di bibir Jiola jadi lenyap saat mendengar pertanyaan itu, membuat Arga yang melihatnya jadi semakin kebingungan pada  situasi semacam itu. Ada apa lagi ini? Mengapa tiba-tiba raut  muka Jiola terlihat murung begitu, seolah-olah ada suatu hal yang menyedihkan. Arga jadi penasaran apa yang membuat Jiola jadi tampak bersedih demikian. “Aku minta maaf, tapi ayah dan ibu kita,” ucap Jiola dengan menundukkan kepalanya, dibarengi dengan suaranya yang jadi semakin rendah. “Mereka telah tiada.”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN