Saat bola matanya di arahkan ke depan, Arga bisa melihat ada seseorang yang kepalanya ditutup oleh sebongkah karung sedang diberdirikan di sebuah panggung kecil yang di belakangnya ada sebuah ruangan bulat transparan yang di dalamnya terdapat banyak sekali lebah bergerumung. Apakah itu artinya cara penyiksaan yang akan dilakukan oleh para prajurit di samping orang yang akan dieksekusi adalah memasukannya ke dalam ruangan itu dan diserang, digigit, dan digerumuti oleh ratusan lebah, sebelum akhirnya mengunci pintu ruangannya rapat-rapat agar orang tersebut tewas mengenaskan di dalam sana? Arga agak sedikit kaget membayangkannya, itu pasti sangat mengerikan.
Jiola bahkan hanya menutup mulutnya rapat-rapat dengan dua tangannya, air matanya bahkan tak bisa berhenti mengalir saking tidak teganya melihat hal yang akan terjadi di depan matanya. Tidak seperti orang-orang, Jiola tampak begitu sedih dan miris pada acara seperti ini, sepertinya dia berharap hal-hal semacam ini bisa segera berakhir agar manusia dari berbagai ras dapat hidup dengan aman tanpa harus dipermalukan juga disiksa seperti ini. Bahkan jikalau ada manusia dari salah satu ras melakukan pelanggaran hukum, seharusnya tidak perlu diperlakukan sekejam ini, cukup diberi hukuman yang tidak membahayakan nyawa orang juga tidak mempermalukan dirinya di hadapan banyak orang. Itu yang Jiola inginkan pada kota ini, meski dia sadar itu pasti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk terjadi, tapi dia yakin, suatu hari pasti semuanya akan segera berubah.
“Baiklah, saudara-saudara!” seru salah satu prajurit kerajaan yang berdiri di sebelah orang yang akan dieksekusi, menyapa para penonton yang merupakan para warga kota Vanterlock dengan wajah yang begitu tegas dan penuh kemarahan. “Dua hari yang lalu, kami mendapatkan laporan bahwa seorang laki-laki berusia 20 tahun yang berasal dari ras Teriana, telah mencuri dan hendak memperkosa seorang gadis dari ras Viola di tepi kota yang sepi. Dan berkat kalian, kami telah berhasil menangkap pelakunya, dan sekarang kita bersama-sama akan menyaksikan hukuman yang akan didapatkan dari perbuatannya sendiri! Ini memang kejam, tapi patut untuk dilakukan! Agar tidak ada lagi orang yang berbuat jahat di Kota Vanterlock yang agung ini! Terutama untuk orang-orang yang berasal dari Ras Teriana, yang telah banyak membuat warga jengah dengan keberadaan kalian! Aku harap kalian tidak lagi melakukan kesalahan yang sama seperti saudara kalian ini! Jika kalian masih saja berbuat jahat di kota ini, suatu saat kami tidak akan segan mengusir semua Teriana dari kota ini!”
Mengetahui hal itu, Jiola langsung mengambil langkah cepat untuk mendatangi Arga dan membawanya dari hutan buatan itu ke tempat yang layak untuk beristirahat. Ini benar-benar hari yang cukup berat bagi Arga mau pun Jiola, karena berdua sama-sama terpukul dengan kemalangan yang sama. Mungkin memang benar Arga sangat tersakiti dengan keadaan yang baru didengarnya itu, tapi sebenarnya yang lebih tersakiti adalah Jiola. Dia telah mengalami banyak hal malang sejak dia kecil, tidak seperti Arga yang meskipun hidup di tengah hutan sendirian tapi tidak mengetahui segala kenyataan pahitnya. Sedangkan Jiola telah menelan segala kepahitannya sejak kecil, dari adiknya yang menghilang, orang tuanya yang tewas beberapa hari setelah Sang Adik hilang, mencari adiknya ke setiap kota selama bertahun-tahun sebelum akhirnya menemukan informasi yang jelas. Bahkan saat dia mencari adiknya pun, berbagai masalah menimpanya, dari kekurangan uang, diperkosa oleh pria-pria berandal, dan dikejar-kejar oleh pihak polisi karena dianggap mencurigakan. Begitulah, tidak mudah untuk Jiola bisa sampai di tempat adiknya diculik, dan kini dia juga harus menghadapi kemarahan adiknya yang luar biasa. Beruntungnya, karena rasa sayangnya yang sangat besar pada Sang Adik, Jiola sama sekali tidak terganggu dengan itu semua.
Bisa bertemu kembali dengan adiknya saja, itu sudah merupakan kebahagiaan terbesar bagi Jiola, karena artinya perjuangannya selama ini tidak sia-sia.
“TELAH TIADA!?” Tentu saja Arga terkesiap mendengar penjelasan dari Jiola terkait orang tuanya, dia sangat tidak percaya dua orang yang berharga dan sangat ingin ditemuinya telah tiada bahkan sebelum dia melihat bagaimana rupa wajah mereka. Sungguh, Arga benar-benar terpukul saat ini, segala kemarahan dan kesedihannya jadi semakin bercampur dalam bisu. Bola-bola matanya bergetar, begitu juga dengan seluruh tubuhnya, Arga sangat tertekan dengan segala kenyataan yang ia peroleh hari ini. Dari fakta bahwa sebenarnya dia itu diculik oleh Para Makhluk Aneh yang disebut sebagai Saura, Jiola yang ternyata adalah kakak kandungnya sendiri, dan sekarang orang tuanya ternyata telah meninggal sejak lama.
Apa ini? Mengapa hidup Arga terdengar sangat malang, apa yang membuat semua ini terjadi sehingga takdir begitu kejam pada bocah seusia tujuh tahun, ia tidak mengerti mengapa dunia sangat kejam pada dirinya, seakan-akan segala kebahagiaan yang harusnya dia dapatkan sejak dulu, dirampas dengan paksa oleh alam semesta. Arga begitu terpaku dengan pernyataan-pernyataan yang telah dijelaskan oleh Jiola, dia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk bersikap seperti biasa, dia juga tidak mampu untuk mengeluarkan amarah atau pun kesedihannya lagi, sekarang dia hanya membisu dalam keheningan, layaknya sebongkah patung manusia yang tak bernyawa.
Matanya pun tampak kosong, seperti seseorang yang sedang kerasukan hantu, tapi yang jelas, Arga hanya tertekan dengan segala masalahnya sehingga dia hanya bisa menerimanya dengan terpaksa. Tidak ada lagi tujuan yang ingin dia raih, jika memang keadaannya seperti itu, seharusnya dia tidak perlu diselamatkan atau pun diberitahu soal itu semua, lebih baik dia hidup di hutan itu sendirian tanpa mengetahui apa-apa, baginya itu lebih bagus daripada dihantam oleh kenyataan-kenyataan pahit seperti ini. Terlalu menyakitkan untuk bocah yang masih berusia tujuh tahun, bahkan dia tidak bisa menangis untuk menggambarkan kesedihannya, air matanya tidak keluar sama sekali.
Menyadari tingkah Arga yang mulai aneh, seperti orang yang rohnya melayang-layang tidak jelas meskipun tubuhnya ada di depannya, Jiola segera menyentuh pundak anak itu dan mengusap-usapnya dengan lembut, layaknya seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya. “Ingat, kamu tidak sendirian lagi sekarang. Aku ada di sini untukmu, kamu tidak perlu takut atau pun bingung, aku sebagai kakakmu, tidak akan pernah membiarkanmu menderita. Jadi tenanglah, jangan terlalu dipikirkan, okay?” Usapan-usapan tangan Jiola di pundak Arga tiba-tiba saja ditepis dengan kasar oleh anak itu membuat wanita berambut perak itu terkejut oleh sikap agresifnya tersebut.
Namun, saat Jiola melirik bola-bola mata Arga, dia terkejut karena anak itu terlihat sangat muak pada dirinya, seakan-akan seperti seseorang yang memberontak karena terus-terusan ditindas. Auranya sangat kelam, meskipun Arga hanyalah seorang anak kecil, bahkan Jiola sedikit memundurkan langkahnya karena ia tahu terlalu beresiko berdekatan dengan orang yang sedang sangat geram seperti itu.
“Kau bukan kakakku!” seru Arga dengan teriakannya yang cukup nyaring sehingga suaranya menggema di ruangan itu, Jiola terkejut mendengarnya. “Kau ini hanyalah b******n yang berpura-pura menjadi sosok yang menyelamatkanku! Padahal kau tidak jauh berbeda dengan mereka semua, Para Saura!” Arga terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan perkataannya. “Jika kau tidak datang menyelamatkanku! Jika kau tidak datang memberitahuku! Jika kau tidak berlagak seperti seorang pahlawan, mungkin hari ini aku baik-baik saja! Hidup seperti hari-hari sebelumnya di dalam hutan dengan menganggap bahwa hanya akulah satu-satunya orang yang hidup di dunia ini! Tapi kau telah menghancurkan kebahagiaanku! Kau telah membuatku jadi menderita! Bagiku kau tidak datang untuk menyelamatkanku, melainkan kau datang untuk melenyapkan kehidupan tenangku!”
“H-Hey! A-Apa maksudmu berkata begitu!? I-Itu salah! T-Tenanglah!”
“DIAM!” Teriakan Arga sangat keras sampai membuat Jiola jadi terbungkam secara refleks. “Kubilang, berhenti berlagak seperti seorang pahlawan! Tinggalkan aku! Jangan datang ke hidupku lagi! Aku ingin hidup sendiri seperti diriku sebelumnya! Aku tidak butuh pertolongan siapa pun untuk membuatku bahagia! Aku bisa membahagiakan diriku sendiri tanpa bantuanmu! Wanita b******n!” Tampaknya Arga sudah tidak peduli lagi dengan Jiola, dia hanya ingin lepas dari rantai kemalangan ini sebelum dirinya semakin tersakiti dengan kenyataan-kenyataan lainnya.
“Aku minta maaf, aku—“
“KAU TIDAK AKAN PERNAH KUMAAFKAN! KAU TELAH MERENGGUT KEBAHAGIAANKU! KAU ITU IBLIS! KAU ITU b******n! KAU ITU JAHAT! SANGAT JAHAT! PERGI TINGGALKAN AKU! AKU INGIN SENDIRI!” Setelah mengatakan itu, Arga tiba-tiba berlari kencang kembali ke hutan buatan itu, berlari dan berlari begitu kencang, sampai tidak sadar kalau di depannya ada sebuah pohon dan BUK! Arga tertubruk pohon itu dan jatuh tersungkur hingga akhirnya pingsan tak sadarkan diri di permukaan tanah.
Mengetahui hal itu, Jiola langsung mengambil langkah cepat untuk mendatangi Arga dan membawanya dari hutan buatan itu ke tempat yang layak untuk beristirahat. Ini benar-benar hari yang cukup berat bagi Arga mau pun Jiola, karena berdua sama-sama terpukul dengan kemalangan yang sama. Mungkin memang benar Arga sangat tersakiti dengan keadaan yang baru didengarnya itu, tapi sebenarnya yang lebih tersakiti adalah Jiola. Dia telah mengalami banyak hal malang sejak dia kecil, tidak seperti Arga yang meskipun hidup di tengah hutan sendirian tapi tidak mengetahui segala kenyataan pahitnya. Sedangkan Jiola telah menelan segala kepahitannya sejak kecil, dari adiknya yang menghilang, orang tuanya yang tewas beberapa hari setelah Sang Adik hilang, mencari adiknya ke setiap kota selama bertahun-tahun sebelum akhirnya menemukan informasi yang jelas. Bahkan saat dia mencari adiknya pun, berbagai masalah menimpanya, dari kekurangan uang, diperkosa oleh pria-pria berandal, dan dikejar-kejar oleh pihak polisi karena dianggap mencurigakan. Begitulah, tidak mudah untuk Jiola bisa sampai di tempat adiknya diculik, dan kini dia juga harus menghadapi kemarahan adiknya yang luar biasa. Beruntungnya, karena rasa sayangnya yang sangat besar pada Sang Adik, Jiola sama sekali tidak terganggu dengan itu semua.
Bisa bertemu kembali dengan adiknya saja, itu sudah merupakan kebahagiaan terbesar bagi Jiola, karena artinya perjuangannya selama ini tidak sia-sia.
Seruan-seruan itu disambut meriah oleh semua orang yang hadir di sini, seolah-olah mereka semua setuju dan senang pada semua ucapan yang dikatakan oleh prajurit tersebut. Sementara beberapa orang yang sepertinya berasal dari Ras Teriana hanya terdiam dan menundukkan kepalanya, karena merasa dibenci oleh semua orang dikota ini, termasuk juga Jiola dan juga Arga yang merupakan seorang Teriana. Hanya saja, Arga tidak begitu sedih mendengar semua omongan dari prajurit b******n itu, dia hanya terheran mengapa orang dewasa tidak bisa berpikir secara rasional terhadap sebuah kejahatan dan malah memilih bersikap memukul rata pada sebuah kelompok sehingga kelompok tersebut jadi begitu dibenci oleh semua orang. Itu hal yang sangat bodoh dan tidak efisien, bagi Arga.
“Aku tidak kuat berada di sini, bagaimana kalau kita pulang saja? Jika kita tetap berada di sini, kita akan diperlakukan kasar oleh orang-orang yang ada di sini.” Pinta Jiola kepada Arga dengan nada yang gemetaran saking takutnya berdiri di sekitar orang-orang yang membenci rasnya. Sungguh, Jiola benar-benar ingin pulang dan mengurung diri dibandingkan harus melihat saudara satu rasnya disiksa di depan matanya juga menyaksikannya bersama orang-orang yang begitu membenci rasnya, itu sangat menakutkan. Tubuh Jiola benar-benar bergetar ketakutan, dia tidak tahan lagi.
“Tidak apa-apa, kau pulang saja duluan, aku ingin tetap berada di sini,” jawab Arga dengan santai, tanpa menyadari kalau orang-orang yang ada di sekitar dirinya sedang memandanginya dengan raut muka yang penuh kebencian karena penampilan dirinya mencerminkan seorang ras Teriana, bertanduk dan berekor kelinci. "Aku tahu ini mengerikan, tapi aku ingin menyaksikannya sampai akhir karena aku ingin mengetahui kebenarannya.”
“Kebenaran apa yang kau maksud? Tidak ada yang perlu kamu lakukan di sini, bukankah sudah aku bilang, sebelum kita datang ke sini, bahwa kamu tidak boleh bersikap nakal di sini. Itu hanya akan membawamu ke masalah yang besar, mengingat orang-orang di sekeliling kita begitu membenci ras kita.” Ujar Jiola dengan nada yang berbisik sambil memegang bahu Arga erat-erat untuk memohon pada anak itu agar mematuhi keinginannya untuk pergi dari tempat ini. Namun sayangnya, Arga terlihat tidak begitu peduli dengan apa yang dijelaskan oleh Jiola, dia bersikeras ingin tetap di sini tanpa mempedulikan resikonya.
“Jika kau mau pulang, pulang saja sendirian, aku ingin tetap berada di sini.”
“Biar kuberitahu padamu, dengan menunjukkan dua tanduk dan ekor kelincimu saja, itu sudah akan membawamu ke sebuah masalah besar, karena orang-orang akan bermain-main denganmu dan menganggapmu sebagai alat untuk memuaskan kebencian mereka terhadap ras kita. Banyak sekali kejadian di mana Para Teriana yang telah menonton acara eksekusi mati, menghilang entah kemana, tidak kembali pulang ke rumahnya masing-masing. Dan rumor mengatakan kalau mereka dibunuh oleh para warga secara diam-diam, dan para prajurit pun mendukung tindakan para warga. Jadi kumohon, aku tidak mau kita berakhir seperti itu.”
“Baiklah, aku akan menunjukkan padamu bahwa kita tidak akan berakhir seperti itu, karena,” Tiba-tiba saja Arga melompat ke pundak orang yang ada di depannya dan berdiri di sana sambil berteriak dengan begitu kencang. “KAMI RAS TERIANA BUKANLAH PENJAHAT DI KOTA INI! BAJINGAAAAAAAAAAAAAAN!”
Tidak menghabiskan waktu lama sampai Arga dan Jiola sampai di lokasi khusus acara pengeksekusian mati seseorang di tengah kota yang dikerumuni oleh banyak orang dari berbagai ras, situasi di sana cukup ramai, meskipun langit sudah menguning alias telah memasuki waktu sore, tampaknya semua orang yang hadir di sini tidak sabar ingin segera menyaksikan orang lain disiksa hingga tewas, terlihat jelas di masing-masing mata dan wajah mereka yang begitu senang, seperti para serigala yang tidak tahan ingin segera menerkam mangsanya dengan berkeroyok. Tidak ada yang merasa kasihan ataupun tidak tega melihat seseorang akan dieksekusi, malah mereka semua terlihat antusias dan gembira, itu membuat Arga dan juga Jiola jadi semakin tidak nyaman berada di sekitar orang-orang tersebut.
Saat bola matanya di arahkan ke depan, Arga bisa melihat ada seseorang yang kepalanya ditutup oleh sebongkah karung sedang diberdirikan di sebuah panggung kecil yang di belakangnya ada sebuah ruangan bulat transparan yang di dalamnya terdapat banyak sekali lebah bergerumung. Apakah itu artinya cara penyiksaan yang akan dilakukan oleh para prajurit di samping orang yang akan dieksekusi adalah memasukannya ke dalam ruangan itu dan diserang, digigit, dan digerumuti oleh ratusan lebah, sebelum akhirnya mengunci pintu ruangannya rapat-rapat agar orang tersebut tewas mengenaskan di dalam sana? Arga agak sedikit kaget membayangkannya, itu pasti sangat mengerikan.
Jiola bahkan hanya menutup mulutnya rapat-rapat dengan dua tangannya, air matanya bahkan tak bisa berhenti mengalir saking tidak teganya melihat hal yang akan terjadi di depan matanya. Tidak seperti orang-orang, Jiola tampak begitu sedih dan miris pada acara seperti ini, sepertinya dia berharap hal-hal semacam ini bisa segera berakhir agar manusia dari berbagai ras dapat hidup dengan aman tanpa harus dipermalukan juga disiksa seperti ini. Bahkan jikalau ada manusia dari salah satu ras melakukan pelanggaran hukum, seharusnya tidak perlu diperlakukan sekejam ini, cukup diberi hukuman yang tidak