Sungguh, Arga tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membuat Sang Ratu dari Ras Viola, yaitu Miola Miolisa, berhenti menganggap seluruh orang di Ras Teriana adalah penjahat kriminal yang menjijikan. Segala penjelasan yang akurat dan berdasarkan fakta dan juga asumsi telah Arga lakukan, keluarkan, dan ucapkan, tapi itu semua sama sekali tidak berpengaruh kepada Sang Ratu Viola, seolah-olah segala yang Arga ucapkan tidak lebih tidak bukan hanya sekedar bualan semata. Kebencian yang terdapat di benak seluruh ras yang menghuni Kota Vanterlock, termasuk juga pada Sang Ratu Viola, yaitu Miola Miolisa, sangat besar dan padat, sehingga apa pun penjelasan yang mengarahkan agar nama Ras Teriana bis dicuci bersih, sangat tidak diterima dan memilih untuk menutup telinganya rapat-rapat agar kebencian yang ada di hati mereka tetap berkobar dengan tinggi.
Terdengar menyebalkan, tapi memang begitulah kenyataannya, tidak ada lagi yang bisa Arga lakukan selain hanya pasrah, membiarkan Sang Ratu tetap berpegang teguh pada kebencian besarnya terhadap Ras Teriana, selain itu, Arga juga masih ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Sang Ratu pada dirinya, apakah dia akan dihukum mati entah dipenggal atau disiksa di ruangan itu? Atau hanya sekedar diadili saja, semata-mata untuk membuat Arga berjanji agar tidak lagi mengulangi kesalahannya lagi? Ya, apa pun itu, itu baru intuisi-intuisi yang terbersit di benak anak itu, tapi apa pun yang bakal terjadi, Arga sudah siap untuk menghadapinya.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan padaku sekarang? Apakah kau akan membunuhku di sini?” tanya Arga dengan menghela napasnya cukup panjang, jujur saja, sebenarnya dia agak tegang saat berkata demikian, tapi dia harus menanyakannya karena dia ingin mengetahui apa yang akan Sang Ratu perbuat pada dirinya. Rasa penasaran dan ketegangan meningkat secara bersamaan, napasnya jadi kembang kempis tak karuan saking gundahnya. Dia ingin tahu, tapi sebenarnya dia takut. Namun, Arga tidak sedikit pun menunjukkan ketakutannya pada Miola, malah sebaliknya dia mencoba memasang sebuah senyuman kecil yang mengindikasikan bahwa saat ini dirinya tidak takut sedikit pun pada segala yang akan dilakukan oleh Miola, bahkan terkesan seperti sedang meremehkannya.
Mendengar itu, Miola mengangkat dagunya tinggi, memandangi latar atap yang begitu megah yang terpampang di sana, membuat Arga jadi mengikuti arah pandangnya sehingga dia mulai takjub pada kemewahan dan kebesarannya dari atap ruangan ini, agak lama memandangi itu, Miola mulai kembali menurunkan dagunya dan menatap Arga yang ada jauh di hadapannya dengan wajah dan tatapan yang lumayan serius. “Aku tidak akan membunuhmu, karena yang berhak melakukan itu hanyalah para prajurit kerajaan yang telah diperintah oleh Sang Raja Penguasa Vanterlock. Aku memindahkanmu kemari hanya ingin sedikit berbincang-bincang saja, mengenai mengapa kau bisa sebrutal itu tadi malam sehingga membuat keadaan jadi kacau balau, bahkan telah mengundang keberanian Para Teriana lain yang biasanya sangat lemah dan tidak berguna? Apa alasannya, tolong beritahu aku.”
“Untuk apa aku menjawab pertanyaan itu jika kau sama sekali tidak mengerti pada penderitaan Ras Teriana yang selalu ditindas dan didiskriminasi tiap hari oleh semua ras di Kota Vanterlock, kau tidak berbeda sedikit pun dengan orang-orang lain, hatimu masih dibutakkan dengan kebencian yang besar, hingga kau tidak mampu untuk memanusiakan manusia lainnya.” Ucap Arga dengan suara dan nada yang agak menggeram, saking kesalnya. Dua alisnya pun ditekan kuat-kuat, menggambarkan bahwa perasaannya saat ini benar-benar jengkel. Segala amarah dan kekesalan mulai tergabung dan menyatu ke dalam emosi yang kuat sampai gigi-gigi anak itu jadi saling bergelemetuk.
Tersenyum kecil, Miola hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan. “Kau ini ada-ada saja,” kata Miola dengan terkikik-kikik, terkesan meremehkan dan menertawakan perkataan Arga yang barusan. “kata yang tadi kau sebut ‘memanusiakan manusia lainnya’ tidak sah untuk pembahasan ini, kenapa? Karena kita semua, meskipun tergabung ke dalam spesies yang sama, yaitu manusia, tapi telah terpisah-pisah ke dalam ras-ras yang berbeda-beda, sehingga kita bukan lagi seratus persen manusia, bahkan hanya sekian persen makhluk yang benar-benar keturunan manusia total. Jadi, kebencian yang kami punya terhadap Ras Teriana, tidak dianggap sebagai tindak kejahatan terhadap sesama manusia, karena kita semua bukanlah manusia seutuhnya. Jika kau mendalami ilmu biologi, kau akan memahami penjelasanku ini.”
“Oh, jadi maksudmu selama kita bukan seratus persen keturunan manusia utuh, kita dibebaskan untuk saling membenci antar ras, begitukah?” Kini Arga kembali mengajukan pertanyaan yang cukup menohok Miola, sampai wanita berambut merah muda yang memiliki sayap besar yang mirip seperti kupu-kupu itu terdiam sesaat sebelum akhirnya kembali menjawab dengan intonasi yang ditekan.
“Aku tidak bilang begitu, kau yang bilang begitu,” kata Miola dengan menghembuskan napasnya. “Yang kumaksud di sini adalah, kebencian apa pun yang kita miliki, pasti ada sebabnya, dan bukan hal yang aneh jika semua ras manusia di dunia ini bisa saling membenci satu sama lain karena pada dasarnya kita ini bukan satu-kesatuan dalam sebuah kelompok. Kita hanya satu-kesatuan dalam spesies, itu pun sudah jarang dibicarakan lagi karena semua orang tidak lagi menganggapnya demikian. Semua ras pasti menganggap rasnya yang paling superior dan ras-ras lainnya tidak begitu penting, sehingga tidak aneh bukan jika pertikaian dan peperangan masih sering terjadi di muka bumi ini.”
Kini, Arga yang terdiam setelah mendengarkan penjelasan dari Miola, sungguh, itu terlalu rumit untuk dicerna bocah cilik berusia 7 tahun sehingga dia harus menyimaknya baik-baik sebelum akhirnya dia memahaminya dan langsung segera melontarkan respon sekaligus sebuah pertanyaan lain yang dipenuhi dengan sindiran pedas.
“Oh, jadi bisa dibilang, semua ras manusia yang saling membenci ini, merasa ras dirinya lah yang paling keren, sedangkan ras-ras lainnya buruk? Bukankah kedengarannya seperti pertengkaran anak-anak? Maksudku, aku tidak menyangka kalau hanya karena masalah remeh semacam itu, telah membuat seorang ratu sepertimu, dan juga orang-orang dewasa lainnya, bisa termakan amarah kebencian dan melupakan kemanusiaannya masing-masing. Aku baru tahu kalau dunia para orang dewasa ternyata semenyedihkan itu.”
Sungguh, Arga tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membuat Sang Ratu dari Ras Viola, yaitu Miola Miolisa, berhenti menganggap seluruh orang di Ras Teriana adalah penjahat kriminal yang menjijikan. Segala penjelasan yang akurat dan berdasarkan fakta dan juga asumsi telah Arga lakukan, keluarkan, dan ucapkan, tapi itu semua sama sekali tidak berpengaruh kepada Sang Ratu Viola, seolah-olah segala yang Arga ucapkan tidak lebih tidak bukan hanya sekedar bualan semata. Kebencian yang terdapat di benak seluruh ras yang menghuni Kota Vanterlock, termasuk juga pada Sang Ratu Viola, yaitu Miola Miolisa, sangat besar dan padat, sehingga apa pun penjelasan yang mengarahkan agar nama Ras Teriana bis dicuci bersih, sangat tidak diterima dan memilih untuk menutup telinganya rapat-rapat agar kebencian yang ada di hati mereka tetap berkobar dengan tinggi.
Terdengar menyebalkan, tapi memang begitulah kenyataannya, tidak ada lagi yang bisa Arga lakukan selain hanya pasrah, membiarkan Sang Ratu tetap berpegang teguh pada kebencian besarnya terhadap Ras Teriana, selain itu, Arga juga masih ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Sang Ratu pada dirinya, apakah dia akan dihukum mati entah dipenggal atau disiksa di ruangan itu? Atau hanya sekedar diadili saja, semata-mata untuk membuat Arga berjanji agar tidak lagi mengulangi kesalahannya lagi? Ya, apa pun itu, itu baru intuisi-intuisi yang terbersit di benak anak itu, tapi apa pun yang bakal terjadi, Arga sudah siap untuk menghadapinya.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan padaku sekarang? Apakah kau akan membunuhku di sini?” tanya Arga dengan menghela napasnya cukup panjang, jujur saja, sebenarnya dia agak tegang saat berkata demikian, tapi dia harus menanyakannya karena dia ingin mengetahui apa yang akan Sang Ratu perbuat pada dirinya. Rasa penasaran dan ketegangan meningkat secara bersamaan, napasnya jadi kembang kempis tak karuan saking gundahnya. Dia ingin tahu, tapi sebenarnya dia takut. Namun, Arga tidak sedikit pun menunjukkan ketakutannya pada Miola, malah sebaliknya dia mencoba memasang sebuah senyuman kecil yang mengindikasikan bahwa saat ini dirinya tidak takut sedikit pun pada segala yang akan dilakukan oleh Miola, bahkan terkesan seperti sedang meremehkannya.
Mendengar itu, Miola mengangkat dagunya tinggi, memandangi latar atap yang begitu megah yang terpampang di sana, membuat Arga jadi mengikuti arah pandangnya sehingga dia mulai takjub pada kemewahan dan kebesarannya dari atap ruangan ini, agak lama memandangi itu, Miola mulai kembali menurunkan dagunya dan menatap Arga yang ada jauh di hadapannya dengan wajah dan tatapan yang lumayan serius. “Aku tidak akan membunuhmu, karena yang berhak melakukan itu hanyalah para prajurit kerajaan yang telah diperintah oleh Sang Raja Penguasa Vanterlock. Aku memindahkanmu kemari hanya ingin sedikit berbincang-bincang saja, mengenai mengapa kau bisa sebrutal itu tadi malam sehingga membuat keadaan jadi kacau balau, bahkan telah mengundang keberanian Para Teriana lain yang biasanya sangat lemah dan tidak berguna? Apa alasannya, tolong beritahu aku.”
“Untuk apa aku menjawab pertanyaan itu jika kau sama sekali tidak mengerti pada penderitaan Ras Teriana yang selalu ditindas dan didiskriminasi tiap hari oleh semua ras di Kota Vanterlock, kau tidak berbeda sedikit pun dengan orang-orang lain, hatimu masih dibutakkan dengan kebencian yang besar, hingga kau tidak mampu untuk memanusiakan manusia lainnya.” Ucap Arga dengan suara dan nada yang agak menggeram, saking kesalnya. Dua alisnya pun ditekan kuat-kuat, menggambarkan bahwa perasaannya saat ini benar-benar jengkel. Segala amarah dan kekesalan mulai tergabung dan menyatu ke dalam emosi yang kuat sampai gigi-gigi anak itu jadi saling bergelemetuk.
Tersenyum kecil, Miola hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan. “Kau ini ada-ada saja,” kata Miola dengan terkikik-kikik, terkesan meremehkan dan menertawakan perkataan Arga yang barusan. “kata yang tadi kau sebut ‘memanusiakan manusia lainnya’ tidak sah untuk pembahasan ini, kenapa? Karena kita semua, meskipun tergabung ke dalam spesies yang sama, yaitu manusia, tapi telah terpisah-pisah ke dalam ras-ras yang berbeda-beda, sehingga kita bukan lagi seratus persen manusia, bahkan hanya sekian persen makhluk yang benar-benar keturunan manusia total. Jadi, kebencian yang kami punya terhadap Ras Teriana, tidak dianggap sebagai tindak kejahatan terhadap sesama manusia, karena kita semua bukanlah manusia seutuhnya. Jika kau mendalami ilmu biologi, kau akan memahami penjelasanku ini.”
“Oh, jadi maksudmu selama kita bukan seratus persen keturunan manusia utuh, kita dibebaskan untuk saling membenci antar ras, begitukah?” Kini Arga kembali mengajukan pertanyaan yang cukup menohok Miola, sampai wanita berambut merah muda yang memiliki sayap besar yang mirip seperti kupu-kupu itu terdiam sesaat sebelum akhirnya kembali menjawab dengan intonasi yang ditekan.
“Aku tidak bilang begitu, kau yang bilang begitu,” kata Miola dengan menghembuskan napasnya. “Yang kumaksud di sini adalah, kebencian apa pun yang kita miliki, pasti ada sebabnya, dan bukan hal yang aneh jika semua ras manusia di dunia ini bisa saling membenci satu sama lain karena pada dasarnya kita ini bukan satu-kesatuan dalam sebuah kelompok. Kita hanya satu-kesatuan dalam spesies, itu pun sudah jarang dibicarakan lagi karena semua orang tidak lagi menganggapnya demikian. Semua ras pasti menganggap rasnya yang paling superior dan ras-ras lainnya tidak begitu penting, sehingga tidak aneh bukan jika pertikaian dan peperangan masih sering terjadi di muka bumi ini.”
Kini, Arga yang terdiam setelah mendengarkan penjelasan dari Miola, sungguh, itu terlalu rumit untuk dicerna bocah cilik berusia 7 tahun sehingga dia harus menyimaknya baik-baik sebelum akhirnya dia memahaminya dan langsung segera melontarkan respon sekaligus sebuah pertanyaan lain yang dipenuhi dengan sindiran pedas.
“Oh, jadi bisa dibilang, semua ras manusia yang saling membenci ini, merasa ras dirinya lah yang paling keren, sedangkan ras-ras lainnya buruk? Bukankah kedengarannya seperti pertengkaran anak-anak? Maksudku, aku tidak menyangka kalau hanya karena masalah remeh semacam itu, telah membuat seorang ratu sepertimu, dan juga orang-orang dewasa lainnya, bisa termakan amarah kebencian dan melupakan kemanusiaannya masing-masing. Aku baru tahu kalau dunia para orang dewasa ternyata semenyedihkan itu.”
Sungguh, Arga tidak tahu lagi harus bagaimana untuk membuat Sang Ratu dari Ras Viola, yaitu Miola Miolisa, berhenti menganggap seluruh orang di Ras Teriana adalah penjahat kriminal yang menjijikan. Segala penjelasan yang akurat dan berdasarkan fakta dan juga asumsi telah Arga lakukan, keluarkan, dan ucapkan, tapi itu semua sama sekali tidak berpengaruh kepada Sang Ratu Viola, seolah-olah segala yang Arga ucapkan tidak lebih tidak bukan hanya sekedar bualan semata. Kebencian yang terdapat di benak seluruh ras yang menghuni Kota Vanterlock, termasuk juga pada Sang Ratu Viola, yaitu Miola Miolisa, sangat besar dan padat, sehingga apa pun penjelasan yang mengarahkan agar nama Ras Teriana bis dicuci bersih, sangat tidak diterima dan memilih untuk menutup telinganya rapat-rapat agar kebencian yang ada di hati mereka tetap berkobar dengan tinggi.
Terdengar menyebalkan, tapi memang begitulah kenyataannya, tidak ada lagi yang bisa Arga lakukan selain hanya pasrah, membiarkan Sang Ratu tetap berpegang teguh pada kebencian besarnya terhadap Ras Teriana, selain itu, Arga juga masih ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Sang Ratu pada dirinya, apakah dia akan dihukum mati entah dipenggal atau disiksa di ruangan itu? Atau hanya sekedar diadili saja, semata-mata untuk membuat Arga berjanji agar tidak lagi mengulangi kesalahannya lagi? Ya, apa pun itu, itu baru intuisi-intuisi yang terbersit di benak anak itu, tapi apa pun yang bakal terjadi, Arga sudah siap untuk menghadapinya.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan padaku sekarang? Apakah kau akan membunuhku di sini?” tanya Arga dengan menghela napasnya cukup panjang, jujur saja, sebenarnya dia agak tegang saat berkata demikian, tapi dia harus menanyakannya karena dia ingin mengetahui apa yang akan Sang Ratu perbuat pada dirinya. Rasa penasaran dan ketegangan meningkat secara bersamaan, napasnya jadi kembang kempis tak karuan saking gundahnya. Dia ingin tahu, tapi sebenarnya dia takut. Namun, Arga tidak sedikit pun menunjukkan ketakutannya pada Miola, malah sebaliknya dia mencoba memasang sebuah senyuman kecil yang mengindikasikan bahwa saat ini dirinya tidak takut sedikit pun pada segala yang akan dilakukan oleh Miola, bahkan terkesan seperti sedang meremehkannya.
Mendengar itu, Miola mengangkat dagunya tinggi, memandangi latar atap yang begitu megah yang terpampang di sana, membuat Arga jadi mengikuti arah pandangnya sehingga dia mulai takjub pada kemewahan dan kebesarannya dari atap ruangan ini, agak lama memandangi itu, Miola mulai kembali menurunkan dagunya dan menatap Arga yang ada jauh di hadapannya dengan wajah dan tatapan yang lumayan serius. “Aku tidak akan membunuhmu, karena yang berhak melakukan itu hanyalah para prajurit kerajaan yang telah diperintah oleh Sang Raja Penguasa Vanterlock. Aku memindahkanmu kemari hanya ingin sedikit berbincang-bincang saja, mengenai mengapa kau bisa sebrutal itu tadi malam sehingga membuat keadaan jadi kacau balau, bahkan telah mengundang keberanian Para Teriana lain yang biasanya sangat lemah dan tidak berguna? Apa alasannya, tolong beritahu aku.”
“Untuk apa aku menjawab pertanyaan itu jika kau sama sekali tidak mengerti pada penderitaan Ras Teriana yang selalu ditindas dan didiskriminasi tiap hari oleh semua ras di Kota Vanterlock, kau tidak berbeda sedikit pun dengan orang-orang lain, hatimu masih dibutakkan dengan kebencian yang besar, hingga kau tidak mampu untuk memanusiakan manusia lainnya.” Ucap Arga dengan suara dan nada yang agak menggeram, saking kesalnya. Dua alisnya pun ditekan kuat-kuat, menggambarkan bahwa perasaannya saat ini benar-benar jengkel. Segala amarah dan kekesalan mulai tergabung dan menyatu ke dalam emosi yang kuat sampai gigi-gigi anak itu jadi saling bergelemetuk.
Tersenyum kecil, Miola hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan. “Kau ini ada-ada saja,” kata Miola dengan terkikik-kikik, terkesan meremehkan dan menertawakan perkataan Arga yang barusan. “kata yang tadi kau sebut ‘memanusiakan manusia lainnya’ tidak sah untuk pembahasan ini, kenapa? Karena kita semua, meskipun tergabung ke dalam spesies yang sama, yaitu manusia, tapi telah terpisah-pisah ke dalam ras-ras yang berbeda-beda, sehingga kita bukan lagi seratus persen manusia, bahkan hanya sekian persen makhluk yang benar-benar keturunan manusia total. Jadi, kebencian yang kami punya terhadap Ras Teriana, tidak dianggap sebagai tindak kejahatan terhadap sesama manusia, karena kita semua bukanlah manusia seutuhnya. Jika kau mendalami ilmu biologi, kau akan memahami penjelasanku ini.”
“Oh, jadi maksudmu selama kita bukan seratus persen keturunan manusia utuh, kita dibebaskan untuk saling membenci antar ras, begitukah?” Kini Arga kembali mengajukan pertanyaan yang cukup menohok Miola, sampai wanita berambut merah muda yang memiliki sayap besar yang mirip seperti kupu-kupu itu terdiam sesaat sebelum akhirnya kembali menjawab dengan intonasi yang ditekan.
“Aku tidak bilang begitu, kau yang bilang begitu,” kata Miola dengan menghembuskan napasnya. “Yang kumaksud di sini adalah, kebencian apa pun yang kita miliki, pasti ada sebabnya, dan bukan hal yang aneh jika semua ras manusia di dunia ini bisa saling membenci satu sama lain karena pada dasarnya kita ini bukan satu-kesatuan dalam sebuah kelompok. Kita hanya satu-kesatuan dalam spesies, itu pun sudah jarang dibicarakan lagi karena semua orang tidak lagi menganggapnya demikian. Semua ras pasti menganggap rasnya yang paling superior dan ras-ras lainnya tidak begitu penting, sehingga tidak aneh bukan jika pertikaian dan peperangan masih sering terjadi di muka bumi ini.”
Kini, Arga yang terdiam setelah mendengarkan penjelasan dari Miola, sungguh, itu terlalu rumit untuk dicerna bocah cilik berusia 7 tahun sehingga dia harus menyimaknya baik-baik sebelum akhirnya dia memahaminya dan langsung segera melontarkan respon sekaligus sebuah pertanyaan lain yang dipenuhi dengan sindiran pedas.
“Oh, jadi bisa dibilang, semua ras manusia yang saling membenci ini, merasa ras dirinya lah yang paling keren, sedangkan ras-ras lainnya buruk? Bukankah kedengarannya seperti pertengkaran anak-anak? Maksudku, aku tidak menyangka kalau hanya karena masalah remeh semacam itu, telah membuat seorang ratu sepertimu, dan juga orang-orang dewasa lainnya, bisa termakan amarah kebencian dan melupakan kemanusiaannya masing-masing. Aku baru tahu kalau dunia para orang dewasa ternyata semenyedihkan itu.”