STORY 01 - Wanita Arrogant
***
Flashback – Beberapa minggu sebelum pernikahan Ratu
Sering kali Ratu mendengar semua ucapan tentang impian teman-temannya saat mereka berkumpul. Di usia yang semakin matang, tentu saja bagi wanita. Akan sangat sempurna jika hidup mereka bisa dilengkapi dengan kedatangan seorang pangeran tampan.
Entah laki-laki itu ingin melamar mereka dengan cara romantis, simple atau mewah sekalipun. Menemukan sosok yang begitu mencintai dan bisa membangun hidup bersama mereka saja sudah cukup melengkapi salah satu kewajiban sebagai seorang wanita.
Menjadi seorang istri dan ibu yang sempurna, dalam lindungan sosok lelaki penuh tanggung jawab. Sayang, pemeran utama kita kali ini sangat anti dengan hal-hal seperti itu.
Menjadi istri? Diam di rumah, turun jabatan sebagai ibu rumah tangga? Menjadi wanita yang lemah dan hanya mengandalkan uang suami? Menjaga anak-anak tanpa bisa merasakan nikmat mencari uang yang banyak?
No! Ratu tidak suka! Dia benci! Menopangkan tubuh pada sosok yang tak jelas masa depannya. Berpikir untuk menikah pun Ratu tak pernah.
Meski berkali-kali ayah dan ibu berusaha menanyakan perihal pacar atau pernikahan padanya. Di usia Ratu yang menginjak 25 tahun. Tahun depan dia sudah 26 tahun, dan dalam peraturan keluarganya.
Usia 26 tahun dianggap sudah cukup tua untuk membangun keluarga baru. Ratu terus mendapat desakan, bahkan paksaan untuk menikah.
“Kemarin, dia baru saja membelikanku jam tangan ini, lihat.” Seorang wanita dengan rambut pendek coklat, tersenyum kecil memperlihatkan jam tangan berwarna emas di pergelangannya. Malona Ishivirjadja.
Wanita yang baru saja menikah beberapa bulan lalu dengan seorang direktur perusahaan jam tangan Indonesia. Virjadja.
“Wah, kutebak itu langka,” decak seorang wanita lagi, kali ini sosok berambut pirang panjang, Farena Baktihar. Menikah sekitar satu tahun lalu dengan Manager Perusahaan Bakery nomor satu di Indonesia.
“Hh, kalau suamiku baru saja membelikan hadiah mobil untuk perayaan pernikahan kita satu minggu lalu,” Wanita berambut bob pendek ikut masuk ke dalam pembicaraan. Baru saja merayakan pernikahan satu tahunnya. Varel Vandiasa, istri pengusaha beberapa perusahan khusus menjual perhiasan emas.
Tidak ada yang berbeda dari latar belakang kehidupan mereka. Sejak lahir sudah menerima banyak kemewahan dan kali ini setelah mereka menikah pun. Meski ketiganya menikah karena perjodohan.
Tak satupun dari mereka ada yang menyesal. Hidup bergelimang harta tanpa perlu bekerja keras. Sebenarnya semua itu bertentangan dengan prinsip Ratu.
“Hh, jika kita bertemu, kalian selalu membicarakan masalah hadiah-hadiah mahal, itu sangat membosankan,” ujar Ratu sembari menegak segelas air putih singkat.
Menyender pada kursi dan mengangkat salah satu kakinya. Manik wanita itu menatap datar, sesuai dengan sifat. Ratu memang tergolong wanita blak-blakan.
Malona, mengerucutkan bibir. “Hh, habisnya kau tidak menikah-nikah juga, Ratu. Coba saja menikah dulu, nanti pasti tahu rasanya.” ucapnya cepat.
Varel mengangguk setuju, “Yap, benar sekali. Kau tidak perlu susah payah bekerja lagi. Semua hari-harimu hanya dijalani dengan berbelanja, dan bersantai di rumah.” Tersenyum kecil.
Sang Raveen mendengus tipis, “Aku tidak sudi menggantungkan hidup pada siapapun.” Mengangkat salah satu tangan dan menatap jemari lentiknya sekilas, “Lebih baik aku tak menikah dan menggunakan uang yang selama ini aku kumpulkan sendiri.” Tak ada keraguan dalam kata Ratu.
Ketiga temannya langsung saling pandang, kompak menggeleng tipis. “Hh, sejak dulu kau tidak pernah berubah, Ratu.” ujar Farena.
Mengendikkan bahu santai, “Dan kalian masih saja betah berteman denganku?” tukas wanita itu cepat.
Mereka kembali diam, hening dan sedikit canggung. Ratu masih bersikap santai, mengalihkan pandangan keluar kaca café. Saat itulah, kedua maniknya langsung melihat seorang wanita bergegas masuk ke Café.
Dengan keringat setengah mengucur, dan menghampiri mereka berempat. “Ma-maaf aku terlambat,” Sosok manis dengan rambut panjang kehitamannya tersenyum tipis.
Raut anggun dan penampilan modis, Savita Hanumariska. Salah satu wanita di grup mereka yang cenderung polos dan cukup beruntung karena bisa menikah dengan seorang pengusaha web elektronik.
“Ck, kebiasaanmu tidak berubah sama sekali.” Malona mendecak kesal, “Sudah sana pesankan kami makanan, dan langsung bayar, itu hukuman untukmu.” ujarnya dijawab kekeh tipis Farena dan Varel.
Tidak ada yang keberatan dengan ucapan Malona, mereka cenderung setuju. Sementara Hanum hanya mengerjap polos, menghapus keringat di keningnya.
Ia mengangguk ragu, “Ba-baiklah, pesanan seperti biasa ‘kan?” ucapnya. Ketiga wanita itu langsung mengangguk kecil, “Cepat yaa, kita sudah menunggu hampir tiga puluh menit tahu!” ucap Farena.
“A-ah, maaf. Oke, aku pesankan dulu,” Tubuh Hanum sedikit menegang saat pandangannya menatap Ratu. Wanita cantik itu masih tetap berwajah datar, melirik Hanum tanpa senyuman. Seolah tak peduli.
Hanum tersenyum polos, “Kau mau kupesankan kopi hitam juga, Ratu? Kesukaanmu,” tanya wanita itu.
Menggeleng kecil, Ratu justru mengambil handphone dan terfokus mencari beberapa pesan rapat dari sekertarisnya. “Tidak usah, perutku sudah kenyang.” jawab sang Raveena singkat.
“Baiklah,” Dalam beberapa menit, Hanum langsung berjalan menuju meja kasir dan memilih makanan,
Tanpa menyadari sama sekali, kalau ketiga teman minus Ratu kembali menertawakan sikapnya.
“Hahaha, sikap polosnya tidak berubah sejak SMA dulu,” ucap Varel.
“Yah, walaupun statusnya bisa naik kelas karena menikah dengan pengusaha. Padahal dulu dia ‘kan hanya bawahan kecil yang berusaha menempel di samping Ratu dan memuja sahabat kita selama bertahun-tahun,” tukas Malona sinis.
Sementara Farena kini menatap Ratu yang nampak sibuk, “Apa kau tidak risih diikuti terus sama Hanum? Dia memang berguna sih untuk kita,” kekehnya.
Kali ini Ratu hanya mendengus tipis, “Aku tidak pernah menganggapnya bawahan atau sahabat sekalipun,” desah sang Raveena tegas.
Mengalihkan pandangan ke arah kasir, sikap Hanum yang polos. Memikat semua laki-laki di dekatnya dengan senyuman manis, menjadi primadona di sekolah dulu, sosok yang memiliki sifat berbanding terbalik dengan Ratu. Walau kehidupan Hanum bisa dikatakan sederhana.
Entah apa yang membuat sosok seperti Hanum bisa tergila-gila padanya. Dari awal, Ratu memang tak pernah mempercayai siapapun. Bahkan ketiga wanita di depannya ini. Tidak ada yang namanya teman, atau sahabat jika mereka bisa saja merugikan Ratu suatu saat nanti.
***
Pernikahan, bertemu dengan teman-temannya tepat sebelum beberapa minggu kedua orangtua Ratu memaksa nya untuk segera menikah. Mempertemukannya dengan Arsen.
Semua tindakan dan sikapnya yang cuek dan hanya peduli pada orang-orang tertentu saja. Tanpa Ratu sadari akan membentuk sebuah jalin takdir yang menakutkan.
***
Kehidupannya yang nyaman harus dihancurkan oleh iming-iming pernikahan. Kemarahan Ratu yang meluap seolah tak ditanggapi kedua orangtuanya.
Tepat beberapa minggu sebelum Ratu menyetujui permintaan ayah dan sang ibu. Dia memang sempat melakukan pemberontakan kecil.
Menggebrak meja dan menatap tajam dihadapan ayah dan ibunya.
“Ayah, tahu aku tidak ingin menikah sekarang?! Kenapa kalian malah memaksaku?!!” tukas Ratu penuh amarah.
Hasdam Resta Ragnala, dan Ragnatri Misha, nama kedua orangtuanya memang sudah cukup terkenal di mata masyarakat Indonesia. Sering tampil di depan televisi, menjadi interpreneur, pendiri yang sukses dan salah satunya lagi.
Kedua orang itu sukses masuk ke dalam nominasi orangtua terbaik berturut-turut karena mampu mendidik semua anak-anak mereka menjadi sosok yang sempurna dan berprestasi.
Seperti contohnya Ratu, serta satu kakak laki-laki yang tak boleh dilupakan. Davaron Thomas Ragnala. Penerus perusahaan utama perusahaan Fashion Ragnala. Sebuah dinding tak terlihat yang tidak bisa Ratu panjat sampai kapan pun. Sangat sulit bahkan nyaris mustahil.
Gender merupakan alasan utama kenapa sang ayah sampai saat ini masih mempertahankan Ratu di cabang perusahaan utama, dan menempatkan Ratu pada posisi Direktur.
Iri? Tentu saja. Sejak awal melihat semua pencapaian Davaron, Ratu mungkin tidak akan punya kesempatan untuk mengalahkan sang kakak.
Ditambah lagi saat menjabat sebagai calon penerus perusahaan utama. Ayah dan sang ibu langsung saja melakukan perjodohan bagi Ratu.
Guna menambah keturunan, dan memperbesar koneksi keluarga mereka di Indonesia. Tak masuk akal mungkin di mata semua orang. Tapi kegilaan itulah yang membuat keluarga Ragnala berhasil sukses sampai saat ini.
“Usiamu sudah cukup untuk menikah Veena, bahkan kakakmu pun sudah menikah beberapa tahun lalu, coba ikuti jejaknya,” Jika sang ibu sudah memanggil Ratu dengan nama kecilnya, itu berarti wanita itu berusaha untuk membujuk Ratu.
Tapi tetap saja, jika keinginan Ratu untuk menikah tak ada, manik keemasannya tetap menatap yakin. “Aku tidak mau menikah. Membiarkan laki-laki lain berada di atas posisiku, itu menjijikkan,” Membayangkan kembali seperti apa hidup teman-temannya sekarang.
Menikah dengan sosok lelaki yang memiliki pengaruh besar. Hidup dalam kemewahan, tanpa perlu lelah bekerja, meminta uang sepuasnya dan bergantung pada satu orang saja. Menjijikkan.
Ratu tidak suka. Sudah cukup dirinya kalah selama ini melawan Davaron. Menikah dengan laki-laki yang memiliki posisi dan pekerjaan lebih tinggi darinya?!
Seolah mengetahui semua pemikiran sang putri, Resta menghela napas panjang. Mengambil keputusan cepat, laki-laki itu langsung saja mengambil sebuah dokumen di atas meja,
Dokumen yang Ia siapkan untuk Ratu. “Kau tidak perlu khawatir, pernikahan ini bisa dianggap sebagai simbolis saja. Ayah tidak mau mendapat banyak kritik dari masyarakat mengenai hubungan asmaramu.” Manik lelaki paruh baya itu menatap Ratu serius.
Menjadi panutan masyarakat sebagai kedua orangtua yang berhasil mendidik kedua putra-putri mereka. “Orangtua yang hanya bisa mempekerjakan anak-anak mereka tanpa mementingkan kebebasan sama sekali, workhaholic, memaksa masa depan anak-anaknya untuk menjadi pengusaha terhebat, kau tahu ‘kan isu-isu miring yang beberapa tahun ini beredar tepat saat usiamu menginjak 23 tahun?”
Memutar kedua bola matanya malas, tentu saja Ratu tahu. Sifat, fokusnya dalam bekerja, dan tidak pernah terlibat dalam percintaan sekalipun. Hal itu menimbulkan banyak spekulasi di mata masyarakat.
Menatap sang ayah was-was, laki-laki itu mengeluarkan sebuah foto dalam dokumen. Foto asing yang tak pernah Ia kenali.
“Kau hanya perlu menikah dengan laki-laki ini saja,” Sosok tampan yang nampak tersenyum ke arah kamera, tidak ada pakaian mewah ataupun jam tangan mahal melingkar di pergelangannya.
Apa yang Ratu lihat hanya seorang lelaki bertubuh tinggi tegap, tengah tersenyum sembari membawa sebuah pot besar berisikan bunga, salah satu pipinya pun kotor terkena tanah, namun aura yang dikeluarkan sosok itu begitu tulus dan bersih.
Tidak sepertinya, menekan dan menakutkan. “Siapa dia?” tanya Ratu heran.
Sang ayah hanya tersenyum tipis, “Kau tidak perlu tahu. Dia adalah sosok yang tepat untuk menemanimu, bersanding tanpa harus takut kehilangan posisi tinggi. Laki-laki ini akan menjadi pijakan untuk menaikkan nama perusahaan kita di mata masyarakat.”
Ratu sudah bisa melihat jelas maksud dari perkataan sang ayah. Tidak hanya berusaha memenuhi semua standar laki-laki yang Ia inginkan, tapi dia juga berusaha mencari celah.
Dari pernikahan Ratu nantinya. Sosok kaya raya menikahi seorang lelaki yang berasal dari keluarga sederhana. Pemikiran masyakarat terhadap keluarga mereka pasti akan berubah juga. Tentu saja ke arah yang lebih baik.
“Kau harus menyetujui permintaan, Ayah, Veena.”
Ah, orangtua yang licik, persis sepertinya. Ratu memang tak pernah menyalahkan cara mendidik mereka. Asal dia bisa selalu berada di atas, apapun itu Ratu akan berusaha menerimanya.
“Baiklah.”