Malam ini adalah malam yang paling bahagia bagi gadis cantik berusia 22 tahun yang bernama Cantika. Berkali-kali bibir tipis gadis itu melengkung. Garis tipis itu membentuk senyuman yang begitu manis.
“Alhamdulillah ya Allah... Akhirnya aku mulai bekerja besok. Semoga ini bisa menjadi awal yang baik. Dan semoga aku dan kakakku bisa kembali hidup bersama seperti dulu...” Ucap gadis itu bermonolog.
“Oh ya... Pasang alarm... Aku tidak boleh terlambat di hari pertamaku Bekerja.” Ucap Cantika melompat turun dari ranjang untuk mengambil jam Beker yang berdiri anggun di atas meja rias.
Usai meraih sahabat waktunya itu, Cantika pun menyeting waktu alarm kemudian membawanya ikut ke ranjang.
“Hari ini kamu ikut tidur bersamaku di sini. Besok bangunkan aku tepat waktu ya...” Ucap Cantika kepada sahabat waktunya itu. Seolah jam itu memiliki nyawa. Kemudian gadis itu menarik selimut dan beralih ke pulau ranjang.
Krriiinnnggg... Krriiinnnggg...
Sahabat waktu mulai berdering, membangunkan sang putri yang masih tertidur lelap. Dengan mata yang masih terasa sepat, Cantika mulai membuka kelopak matanya. Gadis itu pun menggerakkan tangannya untuk meraih jam Beker yang sejak malam dia ajak tidur bersama.
“Hah... Sudah pagi...” Gumamnya malas.
Namun dia teringat sesuatu yang membuat semangatnya bangkit seketika. Yaitu hari ini adalah hari dimana dia akan taken kontrak bersama perusahaan ternama. Gadis itu pun segera melompat turun dari ranjang menuju kamar mandi.
Usai merapihkan diri, tanpa sarapan Cantika segera berlari menuju halte bus. Dia berharap masih bisa mengejar keberangkatan bus pertama menuju perusahaan tempatnya akan memulai pekerjaan. Namun sayang tinggal beberapa langkah lagi dia sampai di halte, bus pertama sudah berjalan.
“Hah... Hah... Hah... Yah sudah berangkat...” Gumam gadis itu dengan napas tersengal-sengal.
Sisa langkahnya menuju halte dia lakukan dengan perlahan, kemudian gadis itu duduk di kursi panjang. Sesaat dia melirik ke arah jam tangan murahan yang melingkar di pergelangan tangan. Memastikan sahabat waktu menunjukkan pukul berapa saat ini.
“Baru jam setengah enam. Masih banyak waktu sampai sana.” Gumam Cantika sambil menolehkan kepalanya ke arah datangnya bus. Namun sayang bus jurusan perusahaannya belum juga kunjung hadir. Hingga netra coklat itu terasa silau karena lampu sebuah mobil yang menyorot ke arahnya. Mobil mewah yang merupakan mobil termahal di dunia itu rupanya hendak melintas di hadapannya. Bahkan dari kejauhan deru mobil itu terdengar begitu khas dan kuat. Seperti raungan raja hutan yang menguasai wilayahnya. Dan Kilauan mobil berwarna hitam itu sungguh memukau siapa pun yang melihatnya.
TIN... TIN...
Suara klakson membuatnya terpaku. Karena mobil yang sejak tadi menjadi pusat perhatiannya, berhenti tepat di hadapannya.
TIN... TIN...
Suara klakson itu kembali menginterupsi gendang telinganya. Membuat Cantika menoleh ke segala arah untuk memastikan siapa yang sedang di tunggu pemilik mobil mewah ini.
Tak lama kemudian, kaca mobil itu bergerak turun untuk menampilkan siapa sosok di balik kemudi. Rupanya seorang pria tampan dengan setelan jas Abu-abu metalik. Pria pemilik hidung Bangir dan rahang tegas itu menoleh ke arahnya. Sayang Cantika tidak bisa mengintip ke arah mana netra pria itu melihat. Karena sang pria menggunakan kaca mata hitam.
“Kau! Cepat masuk!” Ucapnya kemudian dengan telunjuk yang mengarah ke arah gadis yang sejak tadi hanya bisa menoleh ke segala arah dengan tampang bingung.
“Aku?” Tanya Cantika menunjuk dirinya.
“Ya!” Ucap pria itu.
Cantika pun segera bangkit dan masuk ke dalam mobil itu. Sebelum mendudukkan bokongnya ke kursi penumpang, gadis itu tersenyum canggung.
“Selamat pagi...” Ucapnya berusaha se ramah mungkin.
“Pagi.” Ucap pria itu singkat lalu kembali melajukan mobil mewahnya menuju perusahaan. Sedangkan Cantika hanya diam membisu karena bingung. Ingin sekali dia menghapus kecanggungan di antara mereka, namun Cantika tak cukup berani memulai pembicaraan dengan pria yang sudah jelas memiliki jabatan tertinggi di perusahaan tempatnya akan bekerja.
“Bukankah tanda tangan kontrak di mulai pukul 9 pagi?” Tanya Orlando tanpa menoleh ke arah gadis yang sedang dia ajak bicara.
“Yes Sir.” Ucap Cantika.
“Kau berangkat se pagi ini?” Tanya Orlando.
“Saya hanya berusaha untuk tidak terlambat. Itu saja.” Ucap Cantika.
“Ow...” Sedangkan pria itu hanya ber-oh ria dan kembali fokus melajukan mobilnya.
Kruuyyuuukk...
Kali ini perut sang gadis bernyanyi. Owh... Sungguh malu bagi Cantika. Bisa-bisanya perutnya tak tahu situasi dan berbunyi di depan bosnya. Sedangkan Orlando segera menoleh ke arah gadis itu. Keningnya berkerut. Membuat Cantika yakin sang bos pasti berpikir buruk tentang nya. Wajah gadis itu seketika pucat pasi.
“Kau belum sarapan?” Tanya Orlando.
Sedangkan Cantika hanya bisa mengangguk. Tidak ada cara lain selain jujur. Toh, perutnya sudah menjadi bukti bahwa dia memang belum sarapan. Bahkan belum makan sejak semalam.
Orlando pun segera menekan tombol yang ada di kemudi. Dan bersamaan dengan itu, dasboard mobilnya terbuka secara otomatis membuat Cantika terkejut.
“Astagfirullah...” Pekik Cantika terkejut.
“Di dalam sana ada roti, ambilah.” Ucap Orlando.
“Heh?” Lagi-lagi Cantika hanya bisa menunjukkan wajah bingungnya.
“Saya tidak suka dengan karyawan yang tidak bisa menjaga kesehatannya sendiri. Cepat ambil roti di sana dan makan!” Ucap Orlando dengan nada perintah yang tak terbantahkan.
“Baik... Terima kasih.” Ucap Cantika gugup dan segera mengambil roti sobek di dalamnya. Usai mengambil roti itu, penutup dasboard pun kembali tertutup secara otomatis. Kini Cantika hanya memangku roti tersebut. Sungguh dia tak enak hati makan di dalam mobil bosnya, terl nih lagi sang bos sedang mengendarai mobil yang dia tumpangi. Cantika merasa sangat tidak sopan jika melakukannya.
“Cepat makan!” Ucap Orlando.
“Em... Saya khawatir mengotori mobil anda. Jadi saya pikir, saya akan memakannya nanti jika sudah sampai di kantor.” Ucap Cantika se sopan mungkin.
“Kalau saya bilang makan... Ya makan... Jangan membantah.” Ucap pria itu tegas.
Karena rasa takut, Cantika pun segera melahap roti di tangannya. Sesekali gadis itu melirik ke arah pak bos yang diam. Dari samping Cantika menyadari betapa tinggi hidung pria itu. Kening datar dengan tatanan rambut maksimal, membuat pria itu tampak semakin tampan. Bahkan Cantika juga menyadari betapa tegas pahatan rahang pria itu yang dihiasi bulu-bulu halus. Membuatnya tampak semakin maskulin. Sepertinya Cantika benar-benar terpesona dengan sosok sang bos yang semakin menawan.
Merasa diperhatikan, Orlando pun menoleh ke arah Cantika. Dan saat itu pula Cantika membuang wajahnya ke arah depan. Dia tak ingin dianggap menggoda di hari pertama Bekerja. Karena Cantika memang bukan wanita seperti itu. Sedangkan Orlando tersenyum tipis menyadari kegugupan gadis di sampingnya yang tertangkap sedang memperhatikan dirinya.
“Em... Saya turun di sini saja Sir.” Ucap Cantika saat menyadari jarak Domino’s Corp sudah dekat. Orlando pun segera menginjak pedal rem.
Setelah mobil itu berhenti, Cantika pun mencari handle pintu untuk membukanya. Namun sayang dia tak menemukan benda itu.
“Em... Cara bukanya... Bagaimana?” Tanya gadis itu gugup.
“Tekan tombol merah.” Ucap Orlando.
Usai menekan tombol merah, pintu pun terbuka layaknya sayap merpati yang hendak terbang.
“Terima kasih Sir...” Ucap gadis itu kemudian keluar dari mobil mewah yang begitu nyaman. Sedangkan Orlando hanya mengangguk kemudian meninggalkan Cantika di halte bus dekat kantornya.
Gadis itu terdiam menatap sisa roti di tangannya. Dia menyadari betapa perhatiannya sang bos. Dan sesaat kemudian dia menyentuh dadanya yang bergemuruh. Sungguh baru kali ini jantungnya berdebar dengan begitu kuat karena seorang pria. Tapi sesaat kemudian dia menggelengkan kepalanya dengan kuat.
“Tidak... Cantika... Kau tidak boleh jatuh cinta pada pria itu. Dia bos mu. Tidak mungkin dia perhatian karena memiliki rasa padamu. Kau hanya terlalu percayalah diri.” Ucap gadis itu mengetuk keningnya.
“Hah... Ingat tujuan utama kamu bekerja... Kau harus segera mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar bisa kembali hidup bersama dengan kakak mu.” Ucap gadis itu kembali bermonolog. Kemudian menetralkan otaknya yang sempat terkontaminasi dengan pesona sang bos. Cantika pun duduk di halte untuk menghabiskan roti pemberian sang bos dan meminum air yang dia bawa dari rumah.
Cukup lama Cantika berdiam diri di halte sambil menghabiskan makanan sarapan gratisannya. Kemudian gadis itu kembali melirik jam di tangannya.
“Huh... Baru jam 8 pagi. Tanda tangan kontrak masih sampai jam 9. Aku langsung ke sana aja kali ya... Dari pada nunggu di sini.” Ucap nya bermonolog.
“Iya ah... Ke sana aja...” Cantika pun bangkit dan berjalan ke arah perusahaan besar yang begitu bangga berdiri paling tinggi diantara perusahaan lain di sekitarnya. Seandainya saja di lihat dari sisi atas, mungkin akan tampak jauh lebih megah karena tinggi gedung itu benar-benar mencakar langit.
Sesampainya di perusahaan tersebut, Cantika pun segera bergegas menuju meja resepsionis. Sebelumnya dia kembali melirik jam tangan sederhana di pergelangan tangannya.
“Baru jam 8 lewat 5 menit. Tak apalah terlalu pagi, dari pada terlambat.” Ucapnya kemudian.
“Permisi... Perkenalkan saya Cantika. Saya karyawan baru yang akan taken kontrak hari ini.” Ucap Cantika ramah.
“Owh... Anda sudah ditunggu di ruang CEO sejak tadi... Aduh kamu ini bagaimana sih,baru hari pertama sudah terlambat.” Ucap sang resepsionis panik.
“Hah? Terlambat. Bukankah ini justru terlalu pagi? Taken kontraknya kan jam 9.” Ucap Cantika membela diri.
“Sudah jangan banyak alasan. Segera ke ruang CEO. Mr Orlando adalah orang yang paling tidak suka dengan keterlambatan. Cepat!” Ucap sang resepsionis mengabaikan pembelaan diri Cantika.
“Baiklah. Terima kasih.” Ucap Cantika kemudian bergegas ke ruang CEO tempat di mana dia pernah melakukan interview.
Sesampainya di depan ruangan megah itu. Dengan jantung bergemuruh Cantika mulai mengetuk pintu.
TOK... TOK... TOK...
“Silakan masuk!” Suara ini adalah suara khas bariton yang mampu membuat jantungnya semakin menggila.
“Permisi.” Ucap Cantika membuka pintu besar berwarna putih dengan ukiran emas.
Dan sungguh matanya kembali terkontaminasi oleh pesona sang bos. Bagaimana tidak. Kini dia dihadapan dengan tubuh atletis pria itu. Walau masih mengenakan kemeja putih, namun Cantika bisa menebak otot di dalamnya sangatlah sempurna. Bahkan lengan kemeja pria itu dalam posisi digulung hingga siku. Netra coklat gadis itu pun bisa menatap betapa indahnya garis tendon yang kokoh di sepanjang lengan hingga siku sang bos. Terlebih lagi bulu-bulu halus yang menghiasi lengannya membuat tampak semakin maskulin.
“Astagfirullah hal adzim...” Gumamnya menundukkan wajah.
Orlando memang baru saja ke toilet. Dan karena menyadari wanita di hadapannya malu, Orlando pun segera mengenakan jasnya sambil menggelengkan kepala melihat tingkah aneh gadis di hadapannya.
“Dasar wanita aneh. Saya masih mengenakan kemeja, dia sudah menunduk seperti ini.” Gumamnya dalam hati.
“Silakan duduk.” Ucap Orlando.
Cantika pun segera duduk di kursi yang telah di sediakan. Gadis itu masih menundukkan wajahnya yang merah padam karena malu.
“Kau dari mana saja?” Tanya Orlando.
“Em? Saya?” Ucap Cantika gugup.
“Siapa lagi yang ada di ruangan ini?” Tanya Orlando heran.
“Maaf. Tadi saya menghabiskan roti dari anda terlebih dahulu.” Ucap Cantika menundukkan tubuhnya hormat.
“Lain kali jangan pernah terlalu cepat. Pekerjaan saya tak hanya mengurusi karyawan baru seperti mu.” Ucap Orlando.
“Maaf. Baik Sir.” Ucap Cantika mengangguk mantap.
“Apalagi terlambat. Saya paling tidak suka dengan kata terlambat.” Ucap Orlando kemudian.
“Mr. On Time...” Gumam Cantika alam hati.
“Paham?” Tanya Orlando.
“Paham Sir.” Ucap Cantika kembali mengangguk mantap.
“Silakan tanda tangan. Dan segera temui Demian di ruang sebelah saya. Dia asisten pribadi saya yang akan menjelaskan pekerjaan anda.” Ucap Orlando menyodorkan sebuah map berisi perjanjian kontrak kerja.
Cantika pun segera membaca, memahami dan menandatangani isi perjanjian tersebut.
“Tanda tangan mu unik.” Ucapnya sambil tersenyum. Sungguh senyuman itu sangat menawan bagi siapa pun yang melihatnya.
“Hari ini kau menggerai rambut hitam mu?” ucapnya.
“Yes Sir.” Ucap Cantika.
“Saya suka rambut hitam mu.” Ucapnya membuat Cantika kembali menundukkan wajahnya.
“Bawa map ini ke ruang Human Capital Development. Silakan keluar.” Titah Orlando kemudian.
“Terima kasih Sir.” Ucap Cantika kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Setelah menutup pintu. Gadis itu pun kembali mengusap dadanya yang bergemuruh kemudian tersenyum. Bahkan semburat merah masih setia menghiasi pipinya.
“Tampan, tegas, berwibawa, dan on time... Luar biasa.” Gumam Cantika menghitung kelebihan sang bos menggunakan jarinya.
“No... No... No... Cantika... Sadar... Jangan mimpi di pagi buta.” Ucapnya kemudian. Sungguh sulit baginya terlepas dari pesona sang bos yang menyilaukan mata.