Usai menyelesaikan tugas pertamanya. Cantika pun menoleh ke arah jam tangannya. Dia memastikan waktu permintaan selesai dari sang bos. Dan kini dia melihat waktu tersisa 15 menit dari waktu yang ditentukan.
"Hah... 15 menit lagi." Gumamnya sambil berpikir bahwa waktu sisa ini cukup untuk nya mengecek laporan sebelum diberikan kepada sang bos.
Netra coklat gadis itu pun kembali berkutat dengan deretan angka dan kata pada layar komputer. Memastikan tak ada pengetikan kata dan nominal yang salah dan fatal. Setelah menyelesaikan laporannya, gadis itu pun mengirimkan laporan ke alamat email yang sudah diberikan oleh Demian padanya.
"Hah... Akhirnya selesai." Gumam gadis itu. Dan tak ada hitungan menit suara panggilan telepon kantor di mejanya pun berdering.
"Hallo selamat siang, dengan departemen management bisnis... Ada yang bisa saya bantu?" Ucap Cantika mengangkat panggilan telepon.
"Cepat ke ruangan saya." Ucap seseorang dengan suara khas yang selalu berhasil membuatnya berdebar.
"Yes Sir." Ucap Cantika kemudian menutup panggilan teleponnya.
Gadis itu pun segera berlari membawa laptopnya untuk menjelaskan terkait pekerjaan. Jujur saja dia merasa laporannya sudah sempurna dan sangat mudah dimengerti. Namun apa yang membuat sang bos menyuruhnya datang menemui. Entahlah... Yang jelas Cantika saat ini harus bergegas agar cepat sampai di ruangan bos on time nya.
TOK TOK TOK..
"Masuk." Titah seseorang di dalam ruangan membuat cantik segera masuk.
"Permisi." Ucap gadis itu sopan.
Cantika memperhatikan pergerakan sang bos yang turun dari kursi kebanggaannya menuju sofa. Membuat pria itu segera menoleh ke arah Cantika.
"Duduk." Ucap Orlando menunjuk ke arah sofa di depannya. Cantika pun bergegas duduk di kursi tersebut.
Dengan jantung berdebar gadis itu duduk di sofa. Kemudian meremas jemarinya yang terasa dingin dengan wajah yang terus menunduk. Sedangkan pria di hadapannya justru menatap Cantika dengan tatapan yang sangat mengerikan. Netra abu-abu pria itu seolah menusuk setiap syaraf sensorik sang gadis hingga jantungnya tak beraturan.
"Maaf Sir... Apa yang membuat anda memanggil saya. Apakah laporan yang saya kirimkan tidak sesuai dengan kriteria anda?" Ucap Cantika memberanikan diri berbicara. Karena sudah lebih dari lima menit mereka berdiam diri dengan pikiran masing-masing. Dan terlebih lagi tatapan tajam itu membuat Cantika merasa terjebak dalam waktu yang singkat namun terasa begitu lamban bergerak.
Tapi sayang seolah tak mendengar pertanyaan gadis di hadapannya. Orlando justru menekan remote control ruangannya. Membuat semua kaca ruangan berubah menjadi gelap. Cantika yakin semua ini agar tak ada yang bisa melihat interaksi mereka dari luar ruangan.
Hal itu tentu saja membuat Cantika gemetar ketakutan. Apalagi saat ini Orlando bangkit dari sofa dan bergerak mendekat ke arahnya. Bahkan saat ini pria itu menyangga lengannya ke sisi lengan sofa yang diduduki oleh Cantika.
Kini Cantika bisa melihat dengan jelas pahatan sempurna pria di hadapannya. Hidung Bangir yang tinggi, bibir tipis keunguan dan rahang tegas yang seksi. Namun gadis itu segera menundukkan wajah karena tak mau terlalu lama hanyut dalam perasaan yang salah.
"Kenapa kau menunduk?" Tanya Orlando dengan suara beratnya yang seksi.
"Hah?" Cantika seolah kehilangan kecerdasannya. Kini gadis itu menjelma menjadi sosok bodoh di hadapan sang bos.
Mendengar pertanyaan yang membuatnya bingung akan jawaban nya, Cantika pun segera kembali mengangkat wajahnya. Sungguh dia tak tahu harus menjawab apa. Karena selama ini dia memang tak pernah berada di jarak yang terlalu dekat dengan seorang pria. Bahkan saat ini Cantika bisa mencium aroma mint dari nafas pria seksi di hadapannya.
"Ekhem... Maaf sepertinya jarak ini terlalu dekat." Ucap Cantika dengan suara yang sangat pelan. Seperti semilir angin yang membelai gendang telinga Orlando. Orlando pun berpikir mungkin gadis ini memang belum pernah menjalin hubungan spesial dengan pria manapun.
Mendapatkan tatapan yang dingin dan tak bisa dimengerti membuat Cantika kembali menundukkan wajahnya. Sungguh dia tak sanggup terlalu lama tenggelam dalam pesona sang bos. Dan dalam jarak sedekat ini, membuat Cantika seolah kehilangan pasokan oksigen dalam paru-paru nya.
Berbeda dengan sang CEO. Melihat kegugupan gadis di hadapannya. Membuat jiwa liar yang terperangkap dalam dirinya memuncak. Pria ini ingin memastikan perasaannya yang telah diserahkan kepada seseorang. Seseorang yang lebih dari 20 tahun membuatnya tak bisa merasakan kembali cinta.
Pria itu pun segera mendekatkan wajahnya pada sang gadis. Mengusap dan menikmati betapa lembutnya pipi sang gadis dengan telapak tangannya. Kemudian menarik dagu lancip gadis itu agar kembali menatap wajahnya. Dan kini Cantika baru menyadari bahwa wajahnya dengan wajah pria itu dalam jarak yang berbahaya. Membuat Cantika semakin menegang. Bahkan keringat dingin segera membasahi wajahnya.
Kini Cantika memberanikan diri menatap netra abu-abu di hadapannya. Berharap bisa membaca arah pikiran pria itu melalui matanya. Namun nihil. Pria itu seolah memiliki tirai khusus agar tak ada yang mampu membaca pikirannya. Netra abu-abu nya begitu dingin dan kelam. Dan di saat Cantika sedang berusaha berpikir, dia merasakan sebuah kehangatan dan basah yang menyentuh bibirnya.
Rupanya di saat dia berusaha menyelami pikiran sah bos, pria itu justru mengambil kesempatan untuk mencium bibirnya. Cantika semakin kaku. Bahkan dia tak memiliki kekuatan untuk menolak. Mereka berciuman dalam kondisi mata yang saling menyelami pikiran masing-masing. Tanpa ada niatan untuk saling melepaskan diri. Sungguh ciuman yang berbeda dengan n****+-n****+ romansa yang biasa dibaca kaum hawa.
Ciuman itu berlangsung dengan singkat. Hanya dengan sentuhan hangat dan basah. Tanpa ada belaian dan lumatan dari bibir masing-masing. Namun mampu membuat jantung salah satunya menggila. Tentu saja itu jantung milik Cantika. Karena ini adalah ciuman pertamanya.
Sepersekian detik Cantika mematung. Padahal pria itu sudah melepaskan bibirnya. Namun karena perasaan yang begitu kacau membuat Cantika kehilangan kata-kata.
"Terima kasih atas ciumannya." Ucap Orlando bergerak menjauh darinya kemudian duduk di sofa tepat di hadapannya. Dan sayangnya netra abu-abu pria itu masih saja menatap dingin ke arah Cantika.
Cantika pun akhirnya berhasil mengembalikan kesadarannya. Gadis itu bergegas bangkit dari kursi dan menatap penuh amarah ke arah sang bos. Membuat Orlando ukur bangkit untuk melihat apa reaksi gadis itu.
PLAK...
"Jangan karena saya adalah karyawan anda. Lalu anda seenaknya mencium saya." Ucap Cantika menampar rahang tegas Orlando. Namun sayang energi gadis itu sama sekali tidak bernilai bagi Orlando. Bahkan posisi wajahnya tak bergeming sama sekali.
"Bukankah tadi kau diam. Itu artinya kau menikmatinya." Ucap Orlando dingin.
Wajah gadis itu pun segera merona. Perasaan nya sungguh kacau. Antara marah, bahagia, benci dan suka. Mungkin sejak awal dia sudah memiliki rasa tertarik akan perhatian sang bos. Namun jika di perlakukan asusila seperti ini, sebagai seorang gadis Cantika tentu akan marah.
"Diam bukan berarti menikmati. Saya sedang berpikir." Ucap gadis itu.
"Owh... Berpikir... Karena ini ciuman pertama mu?" Tanya Orlando tepat sasaran. Membuat wajah Cantika semakin merah padam. Gadis itu pun segera berlari menuju pintu keluar. Namun saat di ambang pintu dia mendengar ucapan Orlando yang membuat jantungnya berdebar antara marah dan entahlah...
"Terima kasih atas ciuman pertama mu untuk ku." Ucap Orlando mengusap bibirnya.
Cantika pun kembali mengangkat telapak tangannya, tapi sayang gerakan sang pria lebih cepat mencekal tangannya. Wanita sungguh merasa sangat dilecehkan. Ini memang London, negara dengan segala kebebasan nya. Tapi tidak menutup mata bahwa dia adalah orang Indonesia yang begitu kuat memegang tata Krama. Terlebih lagi dia orang muslim yang haram bersentuhan dengan pria yang bukan muhrimnya. Walau dia bukan sosok muslim taat, tapi Cantika masih tahu batasan. Netra coklat gadis itu berkobar amarah.
"Mau menamparku lagi?" Bisik Orlando.
"Lepas!" Geram Cantika.
"Oke tapi jangan harap bisa menampar wajahku sekali lagi." Ucap Orlando melepas cekalan tangannya dengan kasar. Bahkan Cantika bisa melihat warna merah dan memar di pergelangan tangannya. Enggan berdebat membuat gadis itu segera membuka pintu dan keluar dari ruangan laknat itu.
"Hai?" Ucap seseorang tepat di hadapannya membuat Cantika terkejut. Sungguh kini dia merasa khawatir jika sosok di hadapannya ini tahu apa yang baru saja terjadi.
"Em... Hai..." Ucap Cantika canggung.
"Wajah mu memerah... Kau kenapa? Sakit?" Tanya Demian menatap wajah Cantika yang Semerah tomat.
"Tidak... Aku baik-baik saja. Permisi." Ucap Cantika segera meninggalkan Demian. Khawatir sang asisten bos kembali bertanya. Sedangkan Demian hanya bisa menggedikkan bahunya karena bingung dan tak mau tahu. Pria itu pun segera masuk ke ruang kerja Sabahat sekaligus bosnya.
"Aku lihat Cantika baru saja keluar dari ruangan mu. Dan wajahnya memerah seperti menutupi sesuatu. Ada apa sebenarnya?" Tanya Demian penasaran.
Pria itu menatap Orlando yang duduk sambil menatap layar komputer dengan begitu serius. Seolah tak ada apapun yang terjadi sebelumnya. Sungguh ekspresi yang berbanding terbalik dengan Cantika.
"Saya hanya mengikuti anjuran mu." Ucap Orlando.
"Anjuran? Anjuran yang mana?" Gumam Demian berpikir keras. Sungguh pria itu melupakan anjuran apa yang pernah dia berikan pada sahabatnya. Dan sesaat kemudian dia tersenyum.
"Lalu bagaimana?" Ucap Demian begitu semangat.
"Tak ada rasa sama sekali." Ucap Orlando menyandarkan punggungnya ke kursi. Dia pun segera menarik nafas panjang karena lelah akan perjalanan hidupnya.
"Em... Apa dia sudah tidak perawan?" Tanya Demian membuat Orlando segera menatapnya tajam.
"Saya tidak se b***t dirimu." Ucap Orlando kasar.
"Tapi tadi kulihat kaca ruangan ini di setting gelap. Aku pikir kau habis ena-ena dan membuat gadis itu klimaks berkali-kali hingga wajahnya masih memerah saat bertemu dengan ku." Ucap Demian tersenyum penuh arti ke arah sahabatnya. Sungguh Orlando sangat membenci pikiran m***m pria omes di hadapannya.
PLAK...
Orlando pun segera memukul kepala pria itu menggunakan map yang ada di mejanya. Berharap pikiran m***m pria itu hilang dibawa pergi burung-burung yang berterbangan akibat pukulannya.
"Aaaww... Sakit bodoh." Ucap Demian mengusap kepalanya.
"Kau bilang tidak ada rasanya. Rasa apa? Kau saja yang tidak jelas kalau cerita. Kepalaku ini diberkati Tuhan. Jangan sembarang pukul kepala orang ." Ucap Demian kemudian.
"Saya hanya mencium bibir nya. Itu saja. Dan tak ada getaran seperti saat bersama dia. Sepertinya saya tidak bisa mencintai wanita lain selain dia." Ucap Orlando mengusap dadanya yang terasa perih.
"Itu karena kau tidak pernah mau berusaha." Ucap Demian membuat Orlando menatap Demian. Namun netra abu-abu pria itu tampak begitu murung. Cinta memang telah membuatnya gila. Lebih dari 20 tahun tersiksa karena tak bisa melepas perasaannya untuk wanita lain. Hanya Aurel dan tetap Aurel.
"Wait wait ... Kenapa gadis Indonesia itu yang menjadi incaran mu?" Tanya Demian penasaran.
"Cepat kerja sana. Jangan suka ikut campur urusan orang lain." Ucap Orlando kasar.
"Hei kau ini sudah ku anggap adik. Jadi apa salahnya jujur padaku." Ucap Demian.
"Kau anggap aku adik? Sayangnya aku tak menganggap mu Kakak." Ucap Orlando ketus.
"Ugh kau menyakiti hati ku." Ucap Demian dengan gayanya yang berlebihan di mata Orlando.
"Tidak usah drama!" Ucap Orlando menatap bengis ke arah asisten pribadinya.
"Oke-oke maaf." Ucap Demian.
"Untuk apa kau ke sini? Jika tidak ada hal penting lebih baik kau pergi saja." Ucap Orlando ketus dan mulai membuka berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya.
"Sebenarnya aku datang ke sini untuk memberikan ini. Ini adalah informasi yang kau minta tentang seseorang." Ucap Demian memberikan map coklat kepada Orlando. Dan mendengar nama
"Ya. Dan aku rasa sebaiknya kubur dalam-dalam perasaan mu padanya. Karena wanita itu sudah menikah dengan pria berwarga negara Indonesia." Ucap Demian memberikan penjelasan.
Bagai dihantam gelombang pasang yang tak pernah surut. Hati Orlando begitu hancur. Dan kehancuran itu seolah menjadi pemantik api amarah di hatinya. Tanpa sadar Orlando menggenggam erat sebuah bolpoin hingga patah karena emosi. 20 tahun setia mencintai seorang wanita, tapi nyatanya wanita itu justru sudah menikah dengan pria lain. Orlando tidak akan membiarkan wanita ABG sudah diklaim menjadi miliknya, dimiliki oleh orang lain.
KRAKK...
Suara bolpoin yang patah terdengar begitu nyaring.
"Siapkan pesawat jet sekarang juga!" Teriak Orlando penuh amarah.
"Orlando kau jangan gila. Wanita itu sudah menikah. Dari pada kau berusaha menghancurkan pernikahan nya. Lebih baik kau membina rumah tangga dengan wanita lain. Aku rasa gadis bernama Cantika itu cukup unik dan menarik." Ucap Demian menenangkan Orlando.
"Diam!!! Cepat siapkan jet pribadi." Titah Orlando yang membenci penolakan. Sungguh cinta membuatnya gila.