Mimpi terburuk

1814 Kata
Miftah melirik kanan-kiri. Dia tidak membawa ember atau berpenampilan aneh, tapi kenapa, setiap orang melihatnya, pandangan mereka langsung terkunci padanya, mengikuti setiap gerak-geraki pelan gadis bertubuh gemuk itu. Dan jika biasanya semua orang menatapnya sinis atau geli, kali ini berbeda. Tatapan mereka lebih mengarah ke ... terpesona. Miftah tahu dirinya cantik dari lahir, tapi tetap saja dia tidak suka dilihati seperti itu. Rasanya seperti ... dia mau dikulitin saja. “Hei cantik ...” sapa cepat Abdan. Membuat langkah kecil Miftah langsung berhenti seketika. Pasti ulah nih orang! Apa lagi nih rencananya ... batin Miftah sinis. “Miftah kamu cantik banget ... mau gak jadi pacar aku? “ seketika wajah sinis Miftah berubah jadi wajah cengok kayak bebek lagi sakit. Perasaan setiap olahraga renang, Miftah selalu memastikan telinganya terjaga dari kemasukan air, terus kenapa telinganya malah ngerancau gini? Pake acara salah dengar lagi. Seorang Abdan mustahil memuji orang, yang mulutnya tahu cuma cara memuji dirinya sendiri. “Miftah... kamu mau kan jadi pacar aku,” ulang Abdan dengan senyum hangat andalannya. “Kalo kamu malu bilang ya, kamu bisa ngangguk aja kok ...” tambah Abdan lagi. Telinga gue gak bersalah! Otak nih cowok yang geser. “Kamu mau, kan? Pasti maulah,” sahut Abdan dengan kepercayaan tingkat kabupaten. “No! Pacaran haram!” jawab Miftah cepat. Ini pasti bagian dari rencana busuknya! Miftah harus ekstra berhati-hati. Miftah diam-diam mengedarkan pandangannya, mengawasi sekitar, jika saja tiba-tiba ada air comberan dari arah samping, belakang, atas, atau nyembur dari tanah. Know body know ... “Ya udah kalo gitu kita nikah aja langsung yuk. “ Dih, ngajak nikah berasa ngajak jajan di kantin. Enteng banget tuh bacot! “Gak gitu konsepnya,” dengus Miftah kesal, kapan ini berakhir? Drama apa ini ? “Terus gimana? Nikah kan sunnah,” sahut Abdan, senyum lebarnya kini berganti menjadi semi nyengir dengan wajah masih sok ganteng, eh, emang ganteng sih. ”Gak gitu konsepnya Zainudin! Ahela Lo! Sunnah itu buat orang yang udah siap, mulai dari ilmu, mental dan finansial. Lah Lo apaan? Modal gantang doang, gak bisa buat bangun rumah tangan,” ketus Miftah, hendak melangkah pergi. Tapi Abdan tentu saja tidak akan membiarkan Miftah lolos begitu saja. “Ya udah kalo gitu kita ikut kursus pranikah aja, biar kita bisa siap secara mental dan ilmu. Masalah finansial, gue kan anak tunggal kaya raya, harta nyokap sama bokap pasti buat gue,” kata Abdan seenteng mulut tetangga yang nanyai kapan nikah, biar bisa makan gratis di kondangan. Gak tahu apa, cari suami gak semudah checkout di s****e. “Gak bisa gitu !” Dari arah samping muncul Vidi, So cowok over lesung pipit. “Miftah itu punya gue! Gue duluan yang cinta sama dia!” Eh ... eh ... nih dua orang mulutnya pada minta di karetin kali ya. “Apalagi sih ini? “ keki Miftah, mulai malu dan bingung sendiri. Fiks sih, ini jenis bullying baru yang bener-bener menyusahkan seorang Miftah. “Gue duluan yang udah nyatain cinta sama Miftah, jadi dia punya gue! “ sahut Abdan, gak mau kalah. “Gak bisa gitu dong! Gue yang duluan cinta sama dia! Jadi dia punya gue! “ “Kalian kenapa sih? Gue ini manusia bukan barang, gue bukan punya siapa-siapa,” potong Miftah cepat. Miftah harus segera pergi kalo gak mau jiwanya terguncang. “Miftah, kamu jangan mau sama dia! Dia itu kalo marah serem, kayak buto ini, malah lebih serem lagi. Matanya Abdan kalo marah kayak tsunami, gelap. Mending sama gue aja, gue manis, kalo liat gue gak gampang bosan, mata gue terang kayak masa depan kita.” Ini bullying jenis apa sih? Jenis take me out, kah? Kok pake acara promosi diri sih??? “Idih apaan sih kalian. Gue gak mau siapa-siapa!” “Udah minggir sana, gue mau masuk kelas.” “Kalian berdua udah ditolak Miftah. Jadi kalian harus terima keputusan bidadari Miftah.” Tebak suara siapa itu? Yap! Suara David, satu rangkai sama dua spesies tadi. Bidadari? Miftah celingak-celinguk bingung, sendari tadi ia tidak melihat ada manusia bersayap di sini. Jika ini kalimat hiperbola masih tetap tidak cocok Miftah yang jauh dari standar bidadari menurut manusia-manusia ber-mind good looking. “Miftah ...,” seru David tiba-tiba. Miftah masih celagak-celiguk kayak anak ayam kehilangan induknya. “Gue suka sama Lo.” “Apa gue boleh mencinta Lo? “ “Eh?! “ Mata Miftah terbelalak. Apaan sih, ini tiga orang habis makan apaan sih? Kok jadi gesrek gini. Mending di siram air aja dah dari pada model gini. “Bolehkan aku menyebut namamu di sepertiga makanmu?” Idih geli banget. Tolong! Tolong! Mana kamera ya nih! “Aku membutuhkan kamu untuk melengkapi separuh agamaku.” Makin-makin nih orang. “Fiks! Kalian bertiga gila!” pekik Miftah, kepalang malu. Semua orang seolah mendapat tontonan gratis di pagi hari, mereka dengan santai duduk lesehan membentuk lingkaran besar dengan ditemani snack ringan dan gorengan tahu dari kantin. Sungguh enak sekali mereka, berasa nonton teater kali ya, mana gratis lagi. “Kalian gak butuh gue! Kalian butuh psikiater !” “Miftah, Lo harus pilih tiga di antara kita,” ujar Vidi. “Gue gak ada yang suka sama kalian. Lagian kenapa tiba-tiba kalian jadi suka sama gue, sih? “ “Bukannya kalian bilang gue ini buriik, gentong, meja berjalan. Udah mending gitu aja, gue jijik kalo kalian gini. Pliss! “ “Gue minta maaf, pernah bilang gitu ke cewek secantik kamu,” sahut Abdan. Eh, kenapa wajah mereka mendadak melow sih? Mata biru hazel Abdan juga mendadak berkaca-kaca. Akting mereka top banget, mereka cocok jadi tukang ojek pangkalan. Tuhkan, beneran keputusan gak sekolah adalah keputusan emas yang Miftah sia-siakan. “Lo lagi, Dan. Bukannya Lo benci banget sama gue ?” timpal Miftah masih setia mencari celah membuka drama mereka. “Itu dulu,” sahut mereka kompak. Siapa sih yang buat naskah skripny, kok bisa hafal di luar kepala sih. “Ck! Kenapa sekarang Lo-lo pada malah suka sama gue,” ujar Miftah mulai frustasi dengan semua ini. “Karena Lo beda.” Fiks mereka gila! Help me! “Buku ini. Buku ini buat kita sadar, kalo kamu bukan manusia. Tapi bidadari yang turun dari surga,” tambah Vidi. Rasa-rasanya semua lontong dan es cream yang Miftah makan tadi pagi, ingin keluar sekarang. Kepala Miftah mendadak pusing dengan kelakuan tiga manusia di hadapannya ini. “Miftah !” tiba-tiba dari arah punggung belakangnya terdengar suara teriakan seorang gadis, yang tentu saja sangat Miftah kenali. Miftah langsung beringsut mendekati Sinty berharap dia bisa sedikit waras. “Sinty, untung Lo datang. Gue bingung banget sama kelakuan mereka ber—“ Plak! “Sinty!” teriak Abdan, Vidi dan David lagi-lagi kompak. Fiks, mereka satu ari-ari. “Kenapa Lo tampar calon istri gue?! “ berang Abdan. Eh ... eh ... eh kok, panas ya pipi gue? Miftah tertegun sesaat setelah sadar tangan dingin Sinty baru saja menampar pipi bulatnya. “Aku gak nyangka banget kalo Lo sepicik ini !” kata Sinty membuat Miftah mengangga bengong. Sinty melihat sekilas ke arah Abdan dengan mata sedikit memerah, lalu kembali menatap Miftah. Lo? Miftah kaget mendengar kata ganti itu keluar dari gadis lembut macam Sinty. Senyum hangat yang biasanya terpantri di wajah gadis berdarah Bandung itu juga tidak ada. Hilang. Berganti senyum kaku nan dingin. “Lo bilang, mereka berbahaya! Mereka jahat! Mereka harus di jauhin. Tapi apa sekarang? Kamu malah deketin mereka,” desis Sinty. “Bahkan Abdan nembak Lo sekarang.” “Lo senang, kan? Senang udah nikung aku! “ “Aku gak nyangka banget punya sahabat ular kaya Lo.” “Mulai sekarang kita bukan sahabat lagi.” Sinty beranjak pergi dengan cepat setelah menyampaikan semua cercaan itu. Miftah yang masih tidak mengerti apa yang terjadi hanya terpaku menatap kepergian sahabatnya itu. “Eh, dasar gadis sok cantik! “ Itu suara Flo. Gadis itu berjalan cepat menghampiri Miftah. “Gadis licik! Lo pelet apa pangeran gue sampai bisa suka sama manusia buriik kaya Lo!” Eh, apa lagi ini ... “Jawab gue! “ “Dasar buriik! “ tiba-tiba tangan Flo hendak menarik kerudung Miftah, sesaat terjadi aksi tarik-menarik antara Miftah dan Flo. Miftah berusaha mempertahankan kerudungnya dan Flo yang terus menggila. “Gak akan gue biarin Lo hidup buriik ....!” “Gue gak terima kalah saing sama manusia macam Lo !” “Dasar buriik! “ “Aaargggghhhh ....” “Flo lepasin tangan Lo dari bidadari gue!” Bentak David, turun tangan untuk membantu Miftah. “Flo! “ “Diam Lo Vidi! Lo gak berhak ganggu sahabat gue! “ teriak Flores berusaha menghalangi Vidi menghentikan aksi gila Flo. “Flo, lepasin tangan Lo! “ Abdan yang giliran kesal melihat ulah wanita bermulut tajam itu. Abdan berjalan cepat ke arah selang air. “Flo ....” Byur!! Abdan mengerjap, dia hanya berniat menyiram Flo agar gadis itu berhenti dari aksi gilanya. Namun yang terjadi malah justru sebaliknya. Miftah yang terkena, seragamnya jadi basah kuyup. Flo yang kaget secara spontan melepas tangannya dari kepala. Miftah. “Asssh! “ Miftah mendesis kesal. Abdan langsung membuka jaket jeans miliknya, dengan niatan di sampirkan ke bahu Miftah, tapi Miftah segera menepisnya. “Gue gak tahu kalian kesurupan apa, tapi gara-gara kalian gue jadi gini. Kalian emang.... Aaarhhh ... ngeselin ! “Miftah menggeram kesal, ingin rasanya dia mempraktikkan jurus sisinya untuk membanting tubuh kerempeng mereka. “Jauh-jauh dari gue!” pekik Miftah berang. “Miftah, Lo harus pilih di antara kita sekarang.” “Gak ada! Kalian gila! “ Miftah melangkah cepat, tapi lagi-lagi langkahnya terhenti saat mendengar suara tangis berjamaah. Abdan, Vidi dan David menangis sama seperti saat di ... room semalam. Bruk! Miftah jatuh dari ujung kasur, menggelinding menuruni tempat tidurnya dan berakhir mentok di lantai. “Kayaknya semalam gue lupa baca doa, makanya mimpi buruk! “ “Mimpi horor tepatnya! “ Gadis itu mengernyit, memegangi kepalanya yang baru saja berciuman dengan keramik kamarnya, belum sempat berpuas-puas dengan nyeri di kepalanya, Miftah terpanggil jam dinding untuk melihat kearahnya, mata gadis itu terbelalak saat sadar kalo dia ... telat! “Astagfirullah! Gue kesiangan! “ pekik Miftah heboh sendiri. Mendadak kepalanya seperti habis di riset, bingung harus apa duluan untuk meminimalis kemungkinan makin telatnya. Dengan cepat, Miftah membuat konsep apa yang harus ia lakukan, yang jelas salat subuh dulu. Terus mandi dan langsung pake seragam. Sarapan di mobil bang Faud aja. Fiks! Miftah hendak bangkit dari duduk lesehannya di lantai, hampir sempurna Miftah berdiri, tiba-tiba ponselnya yang semalam ia matikan, mendadak hidup dengan suara alarm yang tidak seperti bisanya. “Oi buriik bangun! Tidur muluk Lo! “ Suara Abdan—entah kapan cowok bermata biru hazel itu mengusik ponselnya. Miftah kaget, nyaris melompat dengan tubuh besarnya, yang mengira sosok cowok yang baru saja singgah di mimpinya benar-benar ada di dalam kamarnya. “Gak di mimpi, gak di dunia nyata, mereka selalu nyebelin!!! “ teriak Miftah, keki. kepalanya lagi-lagi yang menjadi korban, kepentok sudut ujung ranjang. “Awas aja Lo! “ . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN