___
Selamat membaca.
___
Aku sangat tidak peduli dengan urusan orang lain, karena, mengurus diriku saja aku masih saja kesusahan.
___
Fallany tidak tahu harus bagaimana lagi caranya untuk bisa percaya kepada Jefri maupun Fella, rasanya, semua kepercayaan yang sudah Fallany berikan pada laki-laki itu dan juga pada sepupunya itu rasanya sudah lenyap tak tersisa, bahkan harapan yang Fallany gantung dengan tinggi kepada laki-laki itu pun rasanya runtuh begitu saja, sedetik setelah Jefri mengatakan bahwa dirinya akan lebih mempriotaskan Fallany daripada Fella.
Fallany tidak mengerti lagi, hal apa yang harus dirinya lakukan agar bisa baik-baik saja, ia mencintai Jefri, jelas, nyatanya, laki-laki itu sampai detik ini hanya menganggap bahwa Fallany tidak lebih berharga dari Fella, dipikiran Jefri pasti hanya Fella, Fella dan Fella, bahkan dihari yang bahagia seperti ini saja Jefri memilih untuk pergi meninggalkan Fallany demi Fella, demi sepupunya itu.
Mungkin, kalau harus memutar waktu dirinya lebih memilih untuk hanya mengenal Jefri sebatas teman, tidak akan menerima pernyataan cinta dari laki-laki itu, karena pada akhirnya Fallany merasakan hanya dirinya yang mencintai Jefri, sedangkan Jefri tidak pernah menunjukan perasaan cinta itu padanya.
Fallany mendongkak, melihat kursi kosong yang tadi ditempati oleh Jefri, ya, dirinya masih ada di sana, perempuan itu tidak ingin menjadi perempuan yang semakin bodoh yang tidak menghabiskan makannya, dirinya juga tidak peduli kalau makanan ini belum dibayar oleh Jefri, dirinya punya uang sendiri untuk membayar seluruh makanan ini, tarikan napasnya terdengar, Fallany benar-benar memegang pisaunya dengan kuat.
Berkali-kali Fallany menahan rasa cemburunya, berkali-kali Fallany memikirkan untuk tidak marah dengan sepupunya, berkali-kali juga Fallany mencoba untuk percaya dengan Jefri, nyatanya apa yang dilakukan Jefri sangat tidak bisa diterima oleh Fallany saat ini, dia kembali diabaikan, kembali dipermainkan.
Fallany memilih untuk berdiri dari duduknya setekah menyesap minuamnnya dengan habis, kini, perempuan itu melangkah ke kasir, berniat untuk menbayar makannya bersama dengan Jefri, bisa saja kan saking Jefri khuwatirnya kepada Fella, laki-laki itu sampai lupa membayar makanan mereka.
“Oh, meja dua empat ya Mbak? Sudah dibayar sama Masnya tadi, Mbak,” ucap kasir itu.
Fallany hanya mengganguk dan melangkah pergi, tidak memperpanjang urusannya di sana, ia juga tidak membalas pesan yang masuk dari Jefri yang bernada mengkhuwatirkan dirinya itu.
Jefri: Sayang, aku sudah di rumah Fella, ma’af enggak bisa jemput kamu, aku suruh Brian jemput kamu ya, kamu masih di sana?
Fallany menutup matanya sambil menekan tombol nonaktif di ponselnya, Fallany sekarang benar-benar menyadari bahwa dirinya sungguh tidak penting dihidup Jefri, bahkan Jefri lebih memilih untuk memita tolong Brian menjemput dirinya daripada Jefri sendiri yang mencari Fallany saat ini.
Jefri menatap ponselnya, dirinya kini berada di taman belakang rumah Fella, bersama dengan Brian dan juga Reon, ya, dirinya memang menyusul Fella yang tadi datang ke kantor ayahnya, bukan tanpa alasan Fella ke sana, karena Fella melihat ayahnya yang kembali membawa perempuan siaalan itu ke kantornya, Fella jelas tidak terima dengan apa yang dilakukan ayahnya itu.
“Besok-besok jangan sendiri deh Fell, ribet, lo juga kan yang kena,” kata Jefri mengingatkan, ya, dirinya tahu mungkin Fella kesal dengan keadaan, mungkin Fella sudah tidak bisa berpikir panjang lagi, tapi apa yang dilakukan Fella benar-benar berbahaya, ia takut Om Alex malah kelepasan dan itu membuat semuanya semakin runyam, dan akan melukai Fella pada akhirnya.
Brian mengangguk setuju, ia dan Reon serta Jefri memang sudah tahu tentang apa yang dialami Fella pada keluarganya, tapi, Brian juga setuju dengan apa yang dikatakan Jefri, Fella bisa meminta tolong kepada mereka.
“Enggak enak, kan lo lagi jalan sama Fallany, Brian sama Reon juga pasti sibuk,” ucap Fella lagi.
Jefri menghembuskan napasnya, kini tatapannya beralih pada pesan yang hanya dibaca oleh Fallany, lagi, ia kembali mengecewakan perempuan itu, kalau seperti ini caranya, apa dirinya tidak jauh berbeda dengan Om Alex? Yang terus saja mengecewakan perempuan yang menyayangi mereka.
Fallany memilih untuk tidak langsung pulang, rumahnya juga selalu sepi, kakaknya memilih untuk kuliah di luar kota, dan ibunya sering sekali ke rumah neneknya tanpa mengajak Fallany, yang membuat Fallany hanya sendirian di rumah – ya bersama dengan asisten rumah tangganya, yang lebih parahnya Fallany juga sering melihat atau mendengar tawa kekasih dan teman-temannya yang beada di rumah Fella, yang rumahnya bersisian dengan rumahnya, Fallany sendiri memang jarang ke sana, bukan tanpa alasan, karena dirinya memang tidak diundang oleh Fella ke sana, jadi, buat apa Fallany berpot-repot menyodorkan dirinya ke rumah sepupunya itu?
Fallany memilih untuk menaiki bus untuk transport menuju rumahnya, perempuan itu pun tidak berhenti di halte yang dekat rumahnya tapi memilih berhenti pada halte yang berjarak satu km dari rumahnya, karena Fallany berniat untuk ke salah satu supermarket untuk membeli beberapa kebutuhannya yang memang sedang habis, sepatu hitam itu menginjak genangan air yang baru saja habis kehujanan, angin malam itu menerpa tubuh Fallany yang tidak memakai jaket.
Fallany melakukan apa yang dia inginkannya malam itu, dia membeli beberapa keperluannya, dan segelas kopi yang menemaninya di malam itu, dia jadi ingat tentang masa pendekatan bersama dengan Jefri, laki-laki itu selalu ada untuk dirinya, menemani Fallany, melakukan apa yang menurut Fallany lucu dan yang utama adalah mengutamakan Fallany diatas segalanya, nyatanya, saat ini, rasanya Fallany sudah tidak bisa berkata-kata lagi untuk mengdiskripsikan bagaimana keadaan hubungannya bersama dengan Jefri.
Memilih untuk membuang semua kenangan itu sama seperti dirinya yang membuang segelas kopi yang sisa setengah itu Fallany memilih untuk kembali berjalan kaki, malam itu semuanya terasa tenang, Fallany merasa hidup sendirian, tidak ada mamanya yang marah-marah, tidak ada Jefri yang selalu membicarakan Fella saat bersama dengan dirinya, dan tidak ada Kak Jo yang ternyata dirinya rindukan, sebelum suara teriakan membuat perempuan itu menghentikan langkah kakinya, di salah satu gang yang sempit yang akan membuat dirinya melewati gang itu menuju rumahnya.
Fallany memilih menarik napas dan akhrinya suaranya yang merdu itu berubah menjadi garang, “tolonggggggg rampok,” katanya dengan keras, lagi, sekali lagi bahkan berkali-kali Fallany berteriak tentang rampok, yang membuat semua orang yang di sekitaran jalan itu datang yang kebetulan di sekitaran jalan itu ada beberapa toko dan juga cafe.
Beberapa orang akhirnya berkumpul, menghampiri Fallany yang masih beteriak histeris itu, “dimana mbak rampoknya, mbak?” ucap salah satu laki-laki dengan bertubuh besar.
Fallany menunjuk di dalam gang yang sempit dan gelap itu, terlihat bebrapa orang yang sedang memukuli seseorang di sana.
Orang-orang yang datang karena dipanggil Fallany pun langusng menyerang ke dalam gang kecil itu, menyelamatkan seorang laki-laki yang sudah terduduk di sana, Fallany jelas ikut ke sana, meninggalkan tas belanjannya di tempat asalnya.
“Bang, Bang Nayuta?” ucap Fallany setelah melihat laki-laki itu yang sudah terduduk dengan beberapa luka di wajahnya, dalam kegelapan pun Fallany begitu yakin bahwa laki-laki itu adalah Nayuta, kakak kelasnya yang kini menjadi teman seangkatannya karena terlalu sering bertengkar dengan Jefri salah satunya membuat Nayuta dinyatakan tidak naik kelas, yang lebih utama, Nayuta adalah teman Kak Jo, teman nongkrong Kak Jo, dan sering beberapa kali – bahkan sering ke rumah Fallany.
___