BAB 04

1612 Kata
Cassie turun dari kamarnya menuju ruang makan menggunakan gaun berwarna biru pucat. Sedikit riasan di wajahnya mempermanis tampilannya malam ini. Neneknya, Katharina Hartono yang diundang untuk makan malam menatap Cassie. “My dear, kamu cantik sekali malam ini.” “Aku selalu cantik, nek,” ujar Cassie seperti bukan gurauan karena itu memang nyata. “Tentu cucu nenek memang selalu cantik.” “Jangan keseringan dipuji nanti idung kak Cassie naik ke langit, nek.” Janied Elang Hartono, salah satu adik kembarannya yang baru saja datang langsung mencium pipi Katharina lalu menjulurkan lidah pada Cassie. “Ada yang ulang tahun, bukan? Kok segala makan bersama gini?” tanya Janied ketika melihat beberapa asisten rumah yang bekerja untuk ibunya menyiapkan dan menaruh berbagai jenis hidangan di meja makan yang megah. “Nggak ada yang ulang tahun, Janied. Tapi ada acara special,” ujar Cassie dengan senyum mencurigakan. “Senyum lo kayak tokoh psikopat di film-film, kak.” Janied bergedirik. “Kalau gue psikopat, lo orang pertama yang gue tancap perutnya pake pisau.” “Aww, takut banget takut.” Janied memeluk tubuhnya sendiri seolah ancaman Cassie adalah hal paling menyeramkan. Jika mereka masih sekecil dulu, Cassie pasti akan balas meledek Janied namun kini ia tidak punya waktu. Cassie harus memastikan semua berjalan dengan lancar dan keluarganya percaya bahwa dirinya akan menikah dengan Alexander Madava. Cassie sudah punya rencana. Ia akan meminta asisten rumah tangganya mengambil foto saat Alex berada di meja makan bersama keluarga Hartono. Cassie memastikan menunggah foto ini di grup alumni dengan tujuan agar Tavisa melihatnya. Tujuan utama! Pasti si ratu ular itu akan kepanasan melihat foto Alex makan bersama dengan keluarga Hartono. Tavisa akan berpikir Cassie benar-benar calon istri Alex. Perfect! Cassie memang jago mengatur langkah-langkah pembalasan dendam ini. Orangtua Cassie, Tuan Haris Hartono beserta istrinya Selina Hartono mengambil posisi di meja makan. Neneknya, Katharina Hartono duduk di sebelah Janied dan mengobrol apa pun yang bisa ia obrolkan dengan Janied. Kakaknya, Arik, datang sendiri tidak membawa calon istrinya dan langsung duduk di sebelah ibunya. Cassie sudah mengirim pesan kepada Alex bahwa pria itu tidak boleh terlambat dan Alex berkata ia hanya tinggal membelokan setir mobilnya memasuki perumahan tempat berdirinya istana Hartono. “Kita menunggu siapa lagi?” Tuan Haris Hartono merasa semua anggota keluarganya lengkap—meski satu anak kembarnya tidak datang. Jessy selalu tinggal di negara yang berbeda-beda maka dari itu mereka tidak menunggu gadis itu. “Calon suami aku belum dateng,” ujar Cassie seperti sebuah pengumuman membuat semua orang yang berada di meja makan menatapnya. “Kamu punya calon suami, my dear?” Katharina Hartono yang bertanya terlebih dahulu sebab tempatnya duduk berhadapan dengan Cassie. “Kenapa nenek tidak tahu.” “Jangankan mama, kami yang orangtuanya saja tidak tahu,” ujar Haris merasa bingung. “Apa maksud kamu calon suami, Cassie?” “Kamu punya pacar, Cassie?” Ibunya juga bertanya. Arik yang sudah tahu siapa yang dimaksud Cassie sebagai calon suami, langsung menyeletuk, “Kamu belum minum wine tapi sepertinya sudah mabuk, Cassie.” “Nenek, mama, papa, aku memang punya calon suami.” Cassie tampak tidak gugup saat memberikan informasi mendadak kepada keluarganya. “Siapa?” Janied ikut penasaran. “Sebentar lagi dia dateng. Kalian kenal baik kok siapa orangnya.” Cassie memberi clue. “Cassie, don’t play with us.” Haris menegur putrinya. “Aku serius, papa.” “Kenapa kami tidak tahu kamu punya calon suami?” Selina berbicara kepada Cassie dengan cara menatap lurus. “Ini aku beri tahu sekarang.” Saat semua orang—kecuali Arik—bertanya-tanya maksud Cassie, seorang asisten rumah tangga memberikan informasi kedatangan seseorang. Cassie bangkit dari kursinya untuk berjalan, nyaris berlari menghampiri Alexander Madava yang malam ini sangat rapi memakai jas. Sebenarnya ini pakaian sehari-hari Alex karena ia seorang pengacara. Bedanya, kini ia tidak pakai dasi dan memilih jas paling santai namun tetap terlihat berwiba di tubuhnya. “Sayaang, kita udah nungguin kamu. gak macet, kan?” Cassie menggandeng tangan Alex dan berjalan menuju meja makan dengan pria itu yang ditatap oleh keluarganya. “Alex?” Tuan Haris Hartono menaikkan alis tebalnya. “Alex calon suami kamu, Cassie?” “Iya, papa.” Cassie mengangguk, masih memeluk lengan kekar Alex. “Kamu serius?” Selina benar-benar tidak percaya. Bukan karena ia tidak suka kepada Alexander Madava, namun ia tahu putrinya tak pernah punya hubungan dengan Alex. Arik berteman sejak kecil dengan Alex dan Cassie tampak tidak tertarik. Bagaimana bisa sekarang putrinya itu mengenalkan Alex sebagai calon suami? Tidak masuk akal. Janied tiba-tiba saja tertawa, membuat susana menjadi semakin membingungkan. “Kenapa pada bengong, sih?” tanya Janied. “Kak Alex, sini duduk. Gue udah laper, nih.” Cassie membiarkan calon suami gadungannya untuk duduk di sebelahnya dan terus tersenyum. Alex rasa semua orang akan tahu mereka bersandiwara jika Cassie terus tersenyum seperti itu. “Udah boleh makan, belum?” tanya Janied yang memposisikan garpu tepat di depan udang bakar. “Let’s eat.” Katharina Hartono menjadi orang yang memberi perintah agar alat makan segera digunakan. “Alex, kamu juga makan, ya. Kamu keliatan pucet.” Janied tertawa lagi. “Kurang minum darah suci kayaknya, nek.” Lalu Janied menatap Alex, “Kakak vampire?” “Janied, gak lucu.” Cassie memandang sinis kepada adiknya. “Iyalah, yang lucu kan elo. Tiba-tiba ngenalin kak Alex sebagai calon suami.” Janied benar-benar mengatakan apa pun yang ada di kepalanya. “Lebih baik kita makan dulu baru nanti ngobrol ya.” Katharina Hartono berbicara dengan sangat bijaksana. Sepanjang acara makan malam bersama, sebenarnya Alex sudah menduga` akan canggung seperti ini. Steak yang ia makan seperti tertahan di tenggorokan, belum lagi Arik yang menatapnya seperti menawarkan undangan perang. Arik pasti kesal karena Alex tidak mendengarkan ancamannya soal menjauhi Cassie. Padahal dulu Alex terbiasa makan dengan keluarga Hartono bahkan menginap di kamar Arik, namun detik ini ia seperti orang asing yang kapan saja akan disidang oleh Haris Hartono sebab ia berani sekali datang sebagai calon suami Cassie. Arik juga pasti akan memanggangnya setelah ini. Jika Cassie tidak membantunya melewati malam tegang ini, Alex akan protes. Cassie sudah menyeretnya ke dalam sebuah permainan dan wanita itu harus bertanggung jawab. Alex tidak mau main sendirian dan Cassie menunggu di garis finish. Bukan seperti itu tujuan dari semua ini. Cassie menawarkan win-win solution kepada Alex, maka cassie harus rela tercebur di dalam lautan yang ia gali.  Alex akan melihat sejauh mana Cassie meyakinkan keluarganya tentang rencana pernikahan ini. Menikah. Astaga, Alex kembali berpikir apakah ini hal yang benar? Tentu saja tidak benar karena Alex akan terikat dengan satu wanita membangun komitmen. Alex seharusnya lari tapi ia sudah setuju, Cassie pasti tidak akan semudah itu melepaskannya. Lagipula jika ia tidak menikah dengan Cassie, cepat atau lambat pasti ibunya akan mengirimkan banyak perempuan lain yang harus Alex nikahi. Mungkin, jika ia menikahi Cassie yang sudah dikenalnya sejak kecil akan sedikit lebih mudah. Mungkin, ya. Karena Alex tidak tahu, ia belum pernah menikah sebelumnya. Setelah mereka semua menikmati hidangan cuci mulut, Haris Hartono tidak perlu mengganti tempat untuk langsung bertanya apa maksud dari Cassie membawa Alex malam ini. “Kami akan menikah.” Cassie bicara seperti itu dengan sangat sangat sangat mudah, ayahnya tidak percaya. “Apa kalian sedang bermain-main?” “Nggak, papa. Aku dan kak Alex memang akan menikah.” Cassie, meremas pelan paha luar Alex agar pria itu ikut membelanya. “Iya, Om. Kami berdua akan menikah,” ujar Alex seperti berada di ruang sidang mencoba memenangkan kepercayaan dari hakim. Arik berkata, “Kita semua tahu kalian gak mungkin menikah.” “Kenapa gak mungkin?” Cassie langsung menatap kakaknya. “Aku dan Alex saling mencintai. Yang dilakukan dua orang yang saling mencintai adalah menikah.” “Oh, ya? Kalian saling mencintai?” Arik jelas-jelas meragukan Cassie. Ia kemudian menyerang Alex, “Apa kamu bisa mencintai perempuan, Lex?” Biasanya Arik akan memakai panggilan lo-gue saat mengobrol dengan Alex, tapi saat ini ia berkata sopan di depan orangtuanya. Lagipula topik yang dibahasa cukup serius. “Aku normal, Arik.” Alex memberikan fokus matanya kepada Arik agar jawabannya tersampaikan. Pria itu mengikuti suasana yang diciptakan Arik, berkata selayaknya orang dewasa. “Aku tahu kamu normal.” Arik menjeda. “Tapi aku juga tahu kamu sering gonta-ganti cewek. Apa kamu pikir aku akan mengizinkan kamu menikahi Cassie?” “Yang memberi izin siapa yang boleh menikahi aku adalah papa, bukan kak Arik.” Cassie mendebat kakaknya. “Aku udah dewasa, aku tahu apa yang aku mau.” Melihat kedua anaknya akan beradu mulut, Haris melerai, “Kita akan bicarakan ini lagi nanti setelah semua orang siap, oke? Hari sudah malam, waktunya istirahat. Alex, hati-hati di jalan.” “Terima kasih, om.” Alex menjawab dengan sopan. “Papa, aku mau menikah dengan kak Alex,” ujar Cassie menahan Haris yang bangkit dari kursinya. “Kami berdua saling mencintai.” Di bawah meja Cassie sedikit mencubit pinggang Alex. “Iya kan, kak Alex? Kita saling mencintai.” “Iya, kami saling mencintai.” Alex mengangguk seperti boneka yang ditarik talinya. Alex menahan ringisan dengan cara mengambil tangan Cassie untuk ia genggam. Sebenarnya agar wanita itu tidak melakukan hal-hal aneh lagi seperti meremas paha dan mencubit perutnya. Itu tidak erotis sama sekali. Tuan Haris Hartono menatap putrinya. “Sayang, menikah tidak semudah itu.” “Aku tahu, tapi aku dan kak Alex sudah dewasa untuk menikah dan kami saling mencintai.” “Bagus kalau kalian saling mencintai, semoga itu benar,” ujar Haris dengan senyumannya yang tenang. “Tapi menikah adalah hal yang berbeda, harus dipikirkan matang-matang. Kita bicarakan ini nanti, ya. Papa akan mengundang Alex untuk bicara dan kalau Alex serius ingin menikahi Cassie, seharusnya keluarga Madava datang menghadap papa. Benar begitu, bukan?” [] -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN