Alasan Alex lebih menyukai s*x daripada menjalin hubungan serius adalah ia tidak mau menyakiti hati seseorang.
Seperti saat ini, seorang dokter berwajah cantik memintanya untuk memikirkan kemungkinan untuk memiliki hubungan khusus dengan Alex.
Alex memang senang dipuja—terlebih jika sedang bermain di atas ranjang, namun ia tidak pernah berpikir akan menjadi pasangan sempurna untuk seseorang.
Alex tak ingin perempuan-perempuan itu menaruh harapan kepadanya sebab Alex tidak akan memberikan apa pun.
Tavisa Wyne terlihat begitu menyukainya meski mereka berdua belum mengenal satu sama lain. Bohong jika Alex tidak tertarik kepada Tavisa. Dengan sekali tatap semua orang akan setuju bahwa Tavisa Wyne sangat cantik, tapi hanya sebatas itu.
Alex menyukai perempuan cantik, dan Tavisa termasuk ke dalam tipenya. Hanya saja Tavisa menginginkan hubungan serius, bukan sekadar mendesah di bawahnya.
Seseorang memang tidak boleh diberi harapan sedikit pasti akan berakhir menginginkan lebih banyak.
Ini akan terdengar seperti pembelaan, tapi Alex hanya makan malam bersama Tavisa. Ya, ibunya memang menyinggung soal kemungkinan mereka bisa menikah, tapi Alex tidak pernah berkata ‘ya’. Alex tidak salah, kan?
Alex masih ragu untuk menikah. Benar-benar ragu.
Lalu mengapa saat Cassie menawarkan perjanjian, ia langsung menerima? Mungkin karena Alex mengenal Cassie. Bahwa Alex tahu Cassie tidak ‘menanam ekspetasi’ dengan pernikahan yang akan dijalani, maka dari itu Alex merasa tak terbebani dengan tanggung jawab menjadi ‘suami idaman’ karena dirinya dan Cassie menikah untuk kepentingan masing-masing.
Jadi, apabila suatu saat Cassie berubah pikiran, mereka berdua bisa dengan mudah berhenti. Wanita itu tidak akan sakit hati.
“Kamu? akan menikah dengan Cassie?” suara dari Grace, ibu tirinya membuat Alex back to earth. “Sejak kapan kamu punya hubungan dengan Cassie?”
Selain keluarga Hartono yang tidak percaya, ibunya juga pasti bingung dan Alex sudah mendunganya. “Aku kenal Cassie sejak kecil, ma.”
“Mama tahu.” Grace mengangguk. “Tapi sejak kapan kalian punya hubungan special?”
“Itu mengalir begitu aja.”
“Kalau kamu punya hubungan dengan Cassie kenapa diam saja saat mama kenalkan ke banyak perempuan?”
Alex tidak menjawab.
“Tavisa bagaimana? Mama kira kamu suka Tavisa?”
“Ma, setuju makan malem bukan berarti aku suka.”
“Mama gak ngerti kenapa tiba-tiba kamu sama Cassie,” ungkap Grace. “Apa kalian kecelakaan?” ia berbisik, “Cassie hamil?”
“Astaga mama, nggak.” Apakah Alex sebrengsek itu sampai ibunya dan Arik berpikir ia menghamili Cassie? Lagipula jika dirinya dan Cassie benar-benar tidur bersama, Alex penuh perhitungan dan persiapan. Alex akan memakai pengaman.
“Cassie mau sama kamu?” Grace menatap Alex, mengamati putranya.
“Kenapa Cassie gak mau sama aku, mama? Memangnya aku kenapa?”
“Anak mama memang tampan, tapi gak bisa makan wortel. Yakin Cassie suka sama kamu?”
Alex terkekeh pada kata-kata mamanya. “Gak ada urusan sama wortel.”
“Bener Cassie gak hamil, Alex?” Grace masih curiga.
“Nggak, ma.”
“Gak pa-pa, bilang aja. Gak akan mama pukul,” ujar Grace seperti membujuk anaknya mengakui kesalahan sudah bolos sekolah.
Alex menggeleng kepada ibunya. “Cassie gak hamil, ma. Pegangan tangan aja belum,” candanya.
“Seorang Alexander Madava belum pegangan tangan sama yang katanya calon istri? Hmmm interesting.” Grace malah menatap Alex semakin curiga. “Anak mama udah tobat? Gak akan main cewek lagi dan siap menikah?”
Sebelum menerima perjanjian yang ditawarkan Cassie, Alex memikirkan soal ini. Apakah ia akan berhenti melakukan one night stand? Alex akan mendiskusikan ini dengan Cassie. Selain mendapat email aneh pagi tadi, ia belum menghubungi Cassie.
“Cassie adalah wanita paling elegant yang pernah mama temui. Kalau kamu belum siap menikah, sebaiknya jangan. Alex, Cassie bukan dari keluarga sembarangan. Apa papanya setuju?”
Alex menjelaskan kepada ibunya tentang makan malam bersama keluarga Hartono dan bagaimana respon mereka terhadap Alex. Grace mengangguk mengerti. “Tentu aja Haris Hartono gak akan semudah itu membiarkan seorang pria menikahi putrinya meski kamu mengenal keluarga Hartono sejak dulu.”
“Aku tahu, ma.”
“Alex, kalau kamu serius, mama dan papa mungkin akan menemui Haris dan istrinya membicarakan ini,” ujar Grace. “Tapi mama mau kamu yakin terlebih dahulu. Jangan menikah karena kamu ‘harus’. Mama mungkin terkesan mendesak kamu menikah cepat, tapi maksud mama adalah mama ingin kamu mencoba mengenal perempuan bukan hanya untuk ditiduri—“
“Mama...” Alex memotong.
“Mama adalah ibu kamu, mama tahu apa yang anak mama lakukan.” Meskipun Grace adalah ibu tiri, ia membesarkan Alex sejak umur 10 tahun. Alex sudah seperti bagian hidupnya.
“Kamu sudah dewasa, tapi sebagai ibu, mama ingin sekali kamu memiliki seseorang untuk menemani kamu. Apa Cassie orangnya, Alex? Kalau iya, mama berdoa yang terbaik untuk kamu. dan kalau kamu sudah memutuskan ingin menikah, mama bahagia untuk kamu.”
***
Alex melambaikan tangannya kepada Cassie yang mencari tempat duduknya. Wanita itu lalu berjalan ke arahnya. “Sorry, macet,” katanya setelah duduk di hadapan Alex di sebuah cafe kopi dekat kantor Alex. “Kakak dapet email aku?”
Alex mengangguk sambil mengaduk americano.
“What do you think?”
“Aku setuju.”
“Gak ada yang mau ditambahin?”
“Untuk sekarang itu cukup.”
“Oke.”
“Tadi musuh kamu ke kantor aku,” kata Alex.
“Musuh aku?” Lalu Cassie sadar siapa yang Alex maksud. “Tavisa??? Ngapain dia ke kantor kamu, kak?”
Alex menjawab tenang, “Pengen jadi istri aku?"
“Apa?" Cassie manajamkan pendengaran. "Dia ke kantor kamu untuk itu?????”
“Iya. Dan dia kayanya kesel ngeliat kamu mencium aku di J’Land?”
“Dia kesel?” Cassie tersenyum sinis. “Akhirnya si ratu ular itu dapet pesan dari aku.”
“Aku seperti direbutin sama kalian,” ujar Alex.
Kening Cassie mengernyit, “Tavisa mungkin emang tergila-gila sama kak Alex, tapi aku nggak.”
“Kamu sangat jujur, Cassie.”
“Terima kasih.”
“Itu bukan pujian.”
Cassie tertawa, dan Alex tidak tahu di mana letak lucunya. Yang Alex tahu, suara tawa Cassie enak didengar.
“Sepertinya rencana balas dendam aku akan berjalan lancar.” Cassie sangat percaya diri. “Lihat kalau kita beneran nikah nanti pasti Tavisa akan nangis.”
“Kamu beneran ingin menikah sama aku, Cassie?”
“Of course!”
Alex menjauhkan gelas kopi yang tidak diminumnya untuk menatap Cassie, “Apa kita akan seperti suami istri, nanti?”
“Maksud kak Alex?”
“Kamu tahu arah pembicaraan ini. Karena setelah aku menikah sama kamu—meski alasannya karena perjanjian—aku akan benar-benar berjanji di altar. Aku harus berhenti bermain dengan perempuan, bukan? Tidak pantas juga seseorang yang sudah punya istri tidur dengan perempuan lain.”
“Ahh...” Alex benar, Cassie mengerti maksud Alex. “Aku nggak masalah,” ujarnya.
“Kamu mau melakukannya?” Alex meyakinkan Cassie.
Cassie mengangguk mudah. “Aku gak masalah. Lagipula nanti kalau udah menikah aku bisa melakukannya.”
Alex tersenyum miring. “Jadi kamu memikirkan melakukan itu dengan aku, Cassie?”
Ada rona merah di wajah Cassie yang tidak ia rencanakan. “Ya kalau sudah menikah gak pa-pa.”
“Tenang, aku pasti hati-hati. Ini first time kamu, kan?”
Wajah Cassie semakin memerah. “Kak Alex, sebaiknya kita membicarakan bagaimana agar Tavisa cemburu karena kamu akan jadi suami aku.”
“Tavisa sudah cemburu.” Alex yakin pada hal itu. “Kamu bilang ini akan jadi win-win solution. Kamu bisa membalaskan dendam kamu lewat aku, aku ingins sesuatu juga.”
“Tentu. Apa?”
“Tubuh kamu, Cassie.”
Cassie seharusnya tidak perlu terkejut. Apa ia keberatan? Entahlah. Menurutnya Alex akan bersikap baik padanya.
“Oke.” Cassie mengangguk. “Kalau kak Alex mau tubuh aku, mari buat rencana ini berhasil. Karena kak Alex gak akan mendapatkan apa pun kalau perjanjian ini gagal.”
Yang Alex lakukan adalah menatap bibir Cassie lalu tersenyum dengan semua pikiran nakal di otaknya. “Deal.”
***
Cassie menatap ayah dan kakaknya bergantian. Mereka berdua tampak serius sekali dan Cassie yakin dirinya akan mendapatkan banyak pertanyaan.
“Alex? Kamu mau menikah dengan Alex? Seriously, Cassie?” Haris Hartono meyakinkan putrinya. “Kita semua tahu bagaimana Alex dan life style-nya.”
“Memangnya orang gak bisa berubah, papa?”
“Alex gak bisa berubah, Cassie.” Arik menyadarkan adiknya. “Dan sejak kapan kamu jadi terobsesi menjadi istrinya Alex? Terakhir kakak ingat kalian kalau ketemu seperti orang gak kenal.”
“Cinta datang di waktu yang tidak disangka, kak Arik.” Cassie menjawab seolah itu kenyataannya. “Yang terpenting sekarang adalah aku dan kak Alex saling mencintai.”
“Berhenti bawa-bawa cinta. Kamu sendiri tahu kamu gak cinta sama Alex.” Arik mendengus. “Dan Alex juga gak mungkin mencintai kamu, dia hanya cinta dengan dirinya sendiri. Kamu mau masuk ke dalam daftar wanita bodoh yang ditiduri Alex?”
“Arik,” Haris menghentikan anak sulungnya sebelum Arik mengucapkan hal yang bisa menyakiti Cassie.
“Kak Arik tahu kalau kakak itu sangat menyebalkan?” Cassie menggertakan giginya.
“Ini untuk kebaikan kamu, Cassie,” kata Arik. “Aku berteman dengan Alex, aku tahu dia bagaimana.”
“Apa alasan kakak masih mau berteman dengan Alex kalau menurut kakak dia b*rengsek? Pasti kakak punya alasan, kan? Aku juga.”
“Cassie, berteman dan menikah itu nggak sama.” Arik seharusnya tahu tidak akan mudah berbicara dengan batu. “Kalau kamu mau berteman dengan Alex, kakak gak akan melarang. Tapi menikah dengan Alex? Tolong pikirkan lagi.”
“Gimana kalau Alex bisa buktiin bahwa dia serius sama aku?” tantang Cassie.
“Go ahead then. Kakak akan melihat sampai mana Alexander Madava bisa serius.”
“Setelah Alex bisa buktiin semuanya, kakak jangan ikut campur lagi urusan aku!”
“Ya.”
“Aku pegang omongan kakak.”
Setelah mengatakan itu Cassie keluar dari ruang kerja ayahnya. Ia mendengar ayah dan kakaknya seperti berdebat tapi Cassie memilih pergi.
Ponselnya bergetar, Cassie mendapatkan pesan berisi gambar. Foto Alex sedang meminum wine dan ia tak sadar sedang dipotret.
Tavisa Wyne:
Tavisa Wyne: Calon suami kamu lagi sama aku
Tavisa Wyne: Yakin kamu akan menikah dengan Alex?
Tavisa Wyne: Anyway, he’s hot when he’s drunk :p
-
Hai, apa kabar semuanya?
Follow my i********:; galeri.ken