Chapter 4 Kesialan atau Keberuntungan?

2036 Kata
Chapter 4Kesialan atau Keberuntungan?   Suasana di kelas mulai ricuh begitu dosen keluar. Dengungan terdengar di ruangan kelas. Para mahasiswa membicarakan berbagai macam hal. Ada juga yang langsung bergegas keluar ruangan. Aku dan Amy membereskan alat tulis mereka dengan tenang, setelah selesai mereka saling pandang dan tersenyum. Lega rasanya setelah beberapa jam ini mendengarkan ocehan dosen di depan sana. Bukan karena tidak mengerti, tapi materi yang diberikan tadi sudah kupelajari. So...kalian pasti faham yang kurasakan bukan? Bosan. "Akhirnya selesai sudah ... Kantin yuk,” ajakku begitu semua peralatan tempurku sudah masuk tas semua, pasalnya perutku sudah keroncongan  minta diisi akibat tadi pagi belum sempat sarapan. Yah efek terlalu semangat jadi semalam aku sulit memejamkan mataku. "Oke, aku juga lapar,” ucap Amy sambil mengusap perut ratanya. Kami tertawa bersama, menertawakan perut kami yang mulai berisik. Memalukan, semoga tidak ada yang mendengar kecuali kami berdua. Hu uh...our little Secret. Aku dan Amy, kami berdua lantas segera menuju ke kantin dengan langkah beriringan dan senyuman tercetak di bibir kami berdua. Tak kuhiraukan tatapan merendahkan para mahasiswi yang menatap kami layaknya kami ini makhluk asing dari luar Galaxy. Apa mereka pikir kami ini alien? Ck, alien tidak ada yang secantik diriku ini. Ahaiiii pede gila. Suasana di kantin lumayan ramai. Sepertinya para mahasiswa banyak yang tidak sempat sarapan sepertiku mungkin. Padahal jam segini bukanlah jam makan siang. Tapi apa peduliku. Aku hanya mau makan. Bukan urusanku juga mereka mau makan atau tidak. Kami berdua mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan di kantin yang tampak sesak, kami mencari tempat duduk. Setidaknya jika ingin makan harus duduk manis kan? Baru nikmat makannya. "Bri ... disana tuh ..." ajak Amy, menunjuk ke arah meja disudut ruangan dekat dengan jendela. Kantin memang sudah penuh, tinggal meja itu yang tersisa. Semoga tidak ada yang mematenkan tempat itu sebagai tempat mereka. Karena seperti kebanyakan n****+ yang k****a, ada tuh meja yang sudah dilabeli ‘milikku’ oleh seseorang karena kekuasaannya. Kenapa aku bilang begitu? Karena aneh saja, disana adalah tempat mojok paling oke. Tapi mahasiswa di sini malah melewatkan tempat itu begitu saja. Bahkan karena semua meja penuh kecuali meja di pojok itu, ada beberapa mahasiswa yang makan sambil berdiri. Ya kan, mencurigakan. "Hm ... yuk,” jawabku setuju, ah peduli setan kalau ada yang mengamuk. Perutku sudah meraung-raung dari tadi. Aku pun mengikuti langkah Amy menuju pojokan. Baru saja aku  mau duduk cantik ternyata ada yang mendorongku dengan kasar ketahuan kan pelakunya pasti punya dendam kesumat denganku, mau cari gara-gara dia. Hampir saja aku tersuruk ke depan, untung Amy sigap nahan tubuhku. Aku langsung menoleh guna melihat siapa kiranya pelaku yang dengan kurang ajarnya sudah mendorongku dengan brutal. Tepat dugaanku pelakunya punya dendam kesumat denganku. Siapa lagi yang seharian ini mencari gara-gara denganku kalau bukan si rambut merah ‘si Nit-nit’ itu. Kalau dalam mode ‘biasanya’ aku pasti sudah mencakar-cakar wajah sok cantiknya atas ke kurang ajaran dia tadi. Tapi berhubung aku dalam mode ‘menyamar’ maka dengan sangat terpaksa aku hanya bisa menahan kekesalan saja. Sabar.... Sabar... Rapalku dalam hati, sejenak aku memejamkan mata mencoba meredakan  emosi yang mulai tersulut. Aku bukannya seorang gadis yang temperamental asal kalian tahu, tapi jika ada yang mengusikku maka jangan di tanya lagi aku pasti akan melawan. "Ck nerd lo tuh enggak pantas masuk sini emang lo punya duit buat makan ... lagian ya nih tuh, tempat kita ... udah sana ... hush ... hush,” ejek Nit-Nit, itu sih nama pemberianku ya Author belum tahu juga namanya (pura-puranya gitu). Gadis itu menggerakkan kedua tangannya dengan gerakan centil ala-ala Princess Sahrini menghalau para netizen. Aku melihat gelagat Amy mau membalas ucapan unfaedah dari si gadis berambut merah itu, tapi segera ku cekal tangannya. Aku tahu Amy pasti sudah gatal bibirnya buat membalas hinaan tuh nenek sihir karena aku juga sudah enggak sabar buat sumpahin si Nit-nit itu, karena itu bisa merusak rencana kami berdua. "Maaf kak saya enggak tahu,” kataku dengan ekspresi penuh penyesalan. "Bagus ... lo kayaknya udah tahu tempat lo ya ... lo tuh pantasnya duduk di bawah pake alas koran terus makan bekas kita. Kan lumayan tuh hemat biaya hidup lo ya kan?" ejek Nit-Nit lagi Aku dan Amy berusaha sekuat tenaga menahan diri, karena ucapan si rambut merah itu sangat laknat. Kami menahan emosi kami sampai tangan kami terkepal, buku jari tangan kami memutih. Ingin rasanya membalas setiap ucapan laknatnya itu tak kalah pedas tapi lagi-lagi aku mengingat tujuanku datang ke kampus ini. Kalau kami  membalas omongan tuh cewek gatal bisa-bisa penyamaran kami bisa langsung terbongkar. Dan itu yang kami hindari.... Ya, harus tenang.... "Maaf kak kami gak akan ganggu kakak,” ucapku berpura-pura menyesal. Aku dan Amypun keluar dari kantin dengan terburu-buru, tapi baru sampai diluar aku tak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Saking kerasnya sampai tubuhku hampir jatuh. Aku sudah memejamkan mata dan bersiap merasakan sakit karena terbentur lantai. Tapi aneh deh kok nggak sakit ya??  Rasanya kok empuk ya lantainya, mana harum lagi. Jadi betah deh, rasanya juga nyaman. Aku tanpa sadar sudah mengendus aroma yang sangat maskulin. Maskulin??? Pikiranku langsung tersadar. "Hey bangun gak, jijik gue ... malah ngendus-ngendus lagi. Lo tuh emang gak punya malu ya. Malah keenakan,” kata suara bariton yang sexy mampir ditelingaku, menginterupsi kesenanganku. Eh itu suara cowok kan? Aroma ini, aroma cowok? Ya ampun!! Benarkah? Sabrina kau sudah tidak waras! Makiku pada diri sendiri. Shit...aku tersadar dan langsung membuka mata. Mata hijau itu yang pertama terlihat oleh penglihatanku, mata itu membuatku tersesat. Jantungku kenapa berdetak begitu keras. Aku meraba d**a kiriku, karena takut detakannya dirasakan lelaki yang sedang kutimpa. deg deg deg Apa ini ? Mata kami pun bertabrakan. Jantungku semakin menggila. Aku jadi takut kalau-kalau jantungku akan lepas dari tempatnya. Tatapannya.... Jederrr, kayak kilat gitu lo. Tubuhku seakan dialiri listrik karena tatapannya. Perasaan aneh tapi bukan menyakitkan, bahkan ada desiran aneh yang menyenangkan. Netra hijau dan biru itu terpaku satu sama lain mereka sama-sama terpesonanya. Aku merasa enggan untuk  bangkit, aku  masih nyaman menempel diatas tubuh Nathan tanpa peduli dengan ucapan pedas lelaki itu. Ya tentu saja karena aku jatuh di tempat ternyaman setelah kasur empukku. d**a bidang lelaki itu terasa nyaman, aroma tubuhnya memabukkan. So, mana mau aku meski sudah disuruh bangun. He...he...Sabrina nakal. Oh ayolah kalian hanya iri padaku kan? Nathan juga masak dia menyuruh aku bangun tapi tangannya tanpa sadar malah meluk aku makin erat. Bahkan ada elusan di punggungku akibat tangan nakal Nathan. Tuh kan? Bukan aku saja yang nakal. Nathan juga. Deg "Wah nerd lo jangan ganggu Nathan gue ya ... bangun lo ... dasar bicth..." bentak Nit-Nit, ah bener-bener nih si genit nggak tahu sikon banget mengganggunya, gerutuku dengan sebal, aku kan masih mau nangkring diatas tubuh kekar Nathan, d**a kekar yang sandarable, belum lagi wanginya itu loh bikin aku pingin mengendusi terus. Aromanya menggoda. "Aw ... sakit," teriakku tanpa sadar karena ada yang menarik rambut panjangku, gila ini. Mengganggu saja. Nathannya saja nggak keberatan kok jadi tempat bobok cantikku. Eh ini ada yang menginterupsi kesenanganku saja. Aku menggerutu sambil menahan rambutku dara jambakan seseorang. Aku ngerasa eh bukan ngerasa lagi, tapi aku yakin seratus persen kalau rambutku pasti banyak yang rontok karena ditarik nenek lampir...nenek gayung...sih Nit-Nit...genit. Sekuat tenaga aku berusaha ngelepas rambutku dari jambakan Nit-Nit...siapa sih ya namanya? Aku sudah sering berurusan dengannya tapi namanya saja aku tidak tahu. Dasar! Bukannya penasaran lo. Amy juga membantuku sambil mengomel nggak jelas. Jambakannya kuat juga, wanita itu pasti benci banget sama aku kayaknya, aku bahkan bisa melihat beberapa helai rambutnya menyangkut di sela tangannya. Sialan bisa botak rambutku kalau sering berurusan dengannya. Emang cewek bener tuh Nit-nit masak berantemnya main jambak-jambakan. Nggak Elit banget, harusnya pake jurus apa gitu...kan lebih Elit. Bukannya jambak-jambakan, kurang cakar-cakarannya aja. Aku meringis membayangkannya. Kulirik kuku si Nit-nit itu. Ya ampun jangan sampai deh, bisa abis aku kena cakarnya. Ah dengan terpaksa aku bangun dari atas tubuh Nathan, Padahal nggak rela aku masih pengen bobok manja di d**a kekar Nathan. Ya ampun Sabrina! Rutukku pada diri sendiri. Ish Sabrina katanya nggak bakalan terpesona sama sang pervert. Dasar labil, pas ngerasain d**a bidangnya jadi ogah lepas. Sungutku geram pada kelabilanku dan kemunafikanku. Bisa-bisanya menikmatinya. Akhirnya... batinku pas rambutku udah terlepas...sakitnya sampai bikin kepalaku nyut -nyutan. Ya ampun sadis emang. Kenceng  juga tuh nek-Nit menjambak rambutku, dasar tidak berkeprirambutan. Nggak tahu apa gimana aku merawat mahkotaku itu dengan hati-hati, ini main jambak sampai rontok pula. Coba saja kalau aku enggak lagi nyamar abis tuh cewek kena jurus karateku. "Maaf kak tadi nggak sengaja jatuh,” kataku sambil menunduk-nunduk berakting seakan merasa takut. Mataku sampai berkaca-kaca saking bagusnya aku mendalami peran sebagai gadis tertindas. Sumpah kayaknya habis ini aku bakalan dapat penghargaan the best akting dalam Movie Award tahun ini. Aku menyusut air mata yang entah sejak kapan membasahi pipiku. Entah mungkin efek peranku atau karena rasa sakit dikepalaku yang masih kurasakan. "Beb lo gak papa kan ... nerd ini gak ngapa-ngapain lo kan,” tanya si Nit-nit manja. Cih yang ada laki lo mesumin gue. Sampai aku menyebut lo gue dalam hati saking kesalnya. Apalagi nada suaranya yang manja membuatku jijik. "Nggak papa kok sayang ... yuk kita makan,  lapar nih," jawab Nathan pelan, tapi matanya masih menatap tajam ke arahku. Cih...pakai panggil sayang lagi bikin mual saja. Aku sekuat tenaga tidak berekspresi jijik karena mata itu masih menatapku. Aku menoleh ke arah Amy, kulihat dia juga  hampir saja muntah denger panggilan Nathan pada wanita ganjen model Nit-nit. Oh lo emang my best friend banget deh My. Aku padamu pokoknya. Aku kembali menatap ke arah pasangan di depan sana, si Nit-Nit itu memeluk lengan Nathan dengan manja. Apa sih bagusnya si Nit-nit itu, badan terbuka semua, Cantik juga hasil make up nya yang tebal. Cantikkan juga aku, rutukku kesal. Entah kenapa ada yang menggangguku. Bisik-bisik tetangga, eh bukan ya. Bisik-bisik yang membicarakan kejadian barusan yang lebih banyak menghinaku. Kerumunan mahasiswa baru kuperhatikan mengerumuni kami. Kenapa baru sadar sekarang ya? Duh ini efek d**a bidang dan aroma maskulin Nathan ternyata mampu membiusku. Aku jadi lebih mirip nerd beneran kalau begini. "Ya ampun kasihan Nathan ya kejatuhan nerd...mesti mandi kembang tujuh rupa tuh,” bisikan dari arah belakangku terdengar. Memang terdengar lirih, tapi tetap terdengar di telingaku. Sialan dia pikir aku ini apa? Pakai acara mandi kembang tujuh rupa. Kayak kena kutuk aja. "Ih...mau dipeluk Nathan,” ada jeritan histeris dari arah depanku, seorang gadis dengan rambut lurus hasil rebonding an yang kurang bagus hasilnya. Kasihan rabutnya jadi bercabang begitu. Pasti nggak dikasih vitamin tuh habis rebonding. "Pasti dia sengaja jatuh,” suara nyinyir kudengar dari samping si rambut merah ‘Nit-Nit’ pasti salah satu gengnya si rambut merah deh. Mana tatapannya ke arahku seakan menghina. ‘Lo belum tahu aja siapa gue’ rutukku geram. "Nggak tahu diri tuh, malah keenakan nangkring diatas Nathan,” kali ini suara cowok. Kulihat tatapan mata cowok itu menatap Nathan penuh pemujaan. Hiii, aku bergidik ngeri menyadari apa yang baru saja kupikirkan. Bisik-bisik mereka dan masih banyak lagi bahkan ada yang terang-terangan ngomong kasar ke arahku langsung. Intinya mereka mengejekku. Siapa mereka? Belum tahu saja kalau berada di posisiku tadi juga kujamin bakal ogah pindah, ah...sialaan. Lelaki itu pasti pakai susuk, aku kan tidak pernah bertindak sebegitu memalukan. Ya, ampun aku bisa gila jika mengingat kelakuanku. Memalukan. Sabrina bego!! Rutukku dalam hati. Aku menunduk semakin dalam.Amy yang melihatku dihina jadi emosi, baginya yang mengenalku dan tahu siapa diriku sebenarnya menjadi kalap. Aku tahu perasaannya, dan sebelum dia merusak penyamaran kami aku harus menghentikannya. Makanya sebelum Amy sempet ngomong apa pun aku langsung menarik lengannya dan mengajaknya kabur dari sana dan memilih keluar kampus. "Kita ngadem di Cafe Flower ya ... gue traktir," bisikku menenangkan emosi Amy yang sudah di ubun-ubun. "Kenapa lo ngelarang gue damprat mereka ... emang siapa mereka sampai ngatain lo ... mereka nggak tahu aja kalo lo mau, lo bisa bikin mereka dan keluarga mereka jadi gelandangan detik ini juga,” kata Amy menguarkan emosinya yang dari tadi berusaha ditahannya. Yang diomongin Amy itu emang bukan isapan jempol belaka papaku, Anthony Steele adalah CEO Steele Company yang mempunyai banyak anakan usaha yang bernaung dalam kerajaan Steele Company. Dari mulai properti, perbankan , restoran, perhotelan dan masih banyak lagi. Beliau menguasai pasar Asia. orang terkaya kedua dan berpengaruh.  Sudah dapat dipastikan siapa yang menyakiti putri satu satunya...princessnya...pasti akan berakhir di jalanan saat itu juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN