Pagi ini Rhea begitu terkejut saat melihat beberapa polisi menerobos masuk ke rumahnya begitu saja setelah ia membukakan pintu, polisi itu membuka dengan keras satu persatu ruangan yang ada di rumahnya, dan ia hanya membatu saat bagaimana ayahnya di borgol oleh polisi tersebut.
"Smith Russel anda ditangkap atas kasus pembunuhan Nyonya Zenita Aldene, anda memiliki hak untuk berdiam diri, dan apapun yang anda katakan bisa dipakai sebagai bukti di pengadilan untuk membantu kasus anda." Ucapan polisi tersebut membuat Rhea membekap mulutnya tak percaya, ia melihat ke arah ayahnya dengan tatapan terluka, namun yang ia lihat justru tatapan kosong milik ayahnya yang bahkan hanya diam saat polisi membawanya.
"Tungggu. Ayahku tidak mungkin melakukan hal keji itu. Kalian pasti salah, ya kalian pasti salah menangkap orang." Rhea mencoba menghalangi polisi yang akan membawa ayahnya.
"Sebaiknya kau menyingkir nona, atau kau juga akan ikut terjerat pasal karena melindungi tersangka." Polisi itu dengan tegas menyingkirkan tubuh Rhea dan membawa Smith.
"Ayah, katakan sesuatu! Kau tidak mungkin melakukannya kan?" Rhea masih mencoba untuk menghentikan polisi-polisi itu, seburuk apapun perlakuan ayahnya ia tetap menyayangi pria tua yang dulu pernah memberikannya kehangatan, ia tidak ingin sesuatu terjadi pada ayahnya.
"Ayah .... Ayah ..." Teriak Rhea dan berlari mengejar-ngejar mobil polisi yang semakin menjauh itu, hingga akhirnya langkahnya terhenti dan tubuhnya merosot dengan isakan kuat yang keluar dari mulutnya.
***
Arche memandangi wajah wanita dalam selembar foto yang baru saja dikirimkan oleh Henry, tangan kanannya. Foto wajah wanita yang memiliki kecantikan berbeda karena perpaduan Asia dan Eropa, namun secantik apapun wajah wanita itu tidak akan pernah membuat Arche jatuh dalam pesonanya, justru ambisinya semakin kuat untuk menghancurkan anak dari pembunuh istrinya, ia meletakkan foto itu dan mengambil berkas yang merupakan informasi mengenai wanita dalam foto tersebut.
"Rheana Rosalind. Selamat datang di nerakamu." Senyum iblis Arche membuat siapa pun yang melihatnya akan bergidig ngeri, "Jadi kau memiliki sebuah kafe? Menarik, aku akan menggunakan kafe hasil jerih payahmu dan kesehatan mental ayahmu untuk mengikatmu denganku, dan begitu kau terikat denganku tidak akan pernah kulepaskan hingga aku pastikan kau lebih memilih mati dari pada harus terikat lebih lama bersamaku." Seringaian kejam Arche membuat Henry yang masih berdiri di sana bergidig ngeri, membayangkan bagaimana atasannya nanti menyiksa wanita itu lahir dan batin.
"Tuan, polisi juga sudah menangkap Smith Russel dan dia akan menjalani sidang satu minggu lagi, mengingat semua bukti pembunuhan sudah jelas mengarah padanya, bisa dipastikan jika dia akan mendekam lama di penjara." Henry mengatakan informasi yang baru saja ia dapatkan, membuat senyum iblis semakin tercetak jelas di wajah Arche.
"Bagus. Pastikan tua bangka itu merasakan dinginnya penjara, aku akan menggunakan ini untuk mengikat anaknya." Setelah mengatakan itu Arche bangkit dari kursi kebesarannya, ia melirik jam yang menunjukkan jika ia harus segera menjemput anak-anaknya di sekolah.
***
"Jadi Keyla ingin makan es krim hari ini?" tanya Arche saat kedua anaknya sudah duduk manis di mobil.
"Ya, Daddy. Aku ingin red velvet dengan topping coklat, ehmm yummy. Pasti sangat enak," Keyla berkata dengan wajah menginginkan membuat Arche terkekeh dan mengacak rambut anak perempuannya itu.
"Kern juga mau makan es krim?" tanya Arche melirik pada anak laki-lakinya.
"Ya Daddy, jika Keyla menginginkannya aku juga menginginkannya," walau dengan nada datar Kern tetap mengikuti mau Keyla, membuat Arche tersenyum dalam hati, anaknya itu benar-benar meniru sifatnya yang datar dan dingin namun sangat sayang pada keluarganya.
"Baiklah, ayo kita makan es krim sepuasnya hari ini," dan aku juga ingin bertemu denganmu Rheana Rosalind, Arche melanjutkan dalam hati. Ia segera mendial nomor Henry untuk menanyakan sesuatu.
"Henry, berikan alamat kafe wanita itu," ujar Arche dengan nada dingin. "Baiklah, ayo kita bertemu Rheana Rosalind," desis Arche dengan tatapan nyalang namun berubah lembut saat melihat anak-anaknya yang sedang sibuk dengan perdebatan kecil di jok belakang.
"Kalian pesan es krim kalian dulu, oke? Daddy ingin ke kamar mandi," ujar Arche begitu mereka tiba di kafe yang Arche tahu milik Rheana.
"Daddy tidak ingin memesan?" tanya Keyla.
"Nanti saja, kalian pesan saja dulu ya."
"Oke Daddy," Keyla langsung mengambil buku menu dengan antusias membuat Arche tersenyum dan meninggalkan kedua anaknya sebentar.
***
Rheana memasuki kafenya dengan langkah gontai, ia tau sekarang bukan waktunya untuk menangis, ia justru harus berusaha dan mencari akar permasalahan ayahnya bisa ditangkap, ia tidak percaya jika ayahnya akan melakukan hal sekeji itu.
Sejak dua hari yang lalu setelah ayahnya ditangkap ia mencari pengacara untuk membantu kasus ayahnya. Namun, tidak ada satu pun pengacara yang mau membantu, mereka mengatakan jika pembunuhan yang dilakukan ayahnya berkaitan dengan orang paling berpengaruh di Hamburg, dan mereka lebih memilih mundur daripada membantunya, bahkan ada satu pengacara yang dengan jelas menunjukkan semua bukti-bukti jika ayahnya memang bersalah, dan itu semakin membuat Rhea terpukul dan frustasi.
Sudah dua hari ini Rhea tidak ke kafe karena kasus ayahnya, semua pegawai yang melihatnya menatap prihatin ke arah Rhea, mereka tau bagaimana perangai ayahnya pada Rhea, beberapa kali sang ayah datang ke kafe hanya untuk marah-marah, kafe itu Rhea bangun dari jerih payahnya bekerja di sebuah perusahaan swasta dulu.
"Emily," panggil Rhea saat melihat salah satu pegawainya membawa dua cup es krim red velvet dan vanila berukuran besar.
"Ya, Nona?" Emily menghentikan langkahnya saat melihat bosnya yang dua hari ini tidak masuk.
"Biar aku yang mengantarnya, di meja berapa?" Rhea tersenyum dan mengambil nampan itu dari tangan Emily, membuat Emily ikut tersenyum, Rhea memang terkenal ramah kepada semua orang baik pelanggan maupun pegawainya, itu yang membuat ia dicintai dan disegani oleh semua orang, dan itu juga yang membuat kafenya menjadi ramai selain karena menu-menunya yang enak dan penuh inovasi.
"Meja empat belas, kalau begitu aku akan kembali ke dapur, Nona." Rhea hanya mengangguk, dan melangkah menuju meja empat belas, di sana ia melihat dua anak kecil, laki-laki dan perempuan yang tengah terlibat perdebatan kecil karena Rhea bisa mendengar pekikan kecil anak perempuan itu.
"Halo adik manis, es krim pesanan kalian sudah datang," suara riang Rhea membuat aktivitas keduanya terhenti seketika dan langsung menatap es krim yang dibawa Rhea dengan tatapan berbinar, sedangkan Rhea begitu terpaku dengan senyum penuh suka cita sang anak perempuan, seolah ia terhipnotis oleh senyum dan pancaran tulus mata sang anak perempuan.
"Siapa yang memesan vanila?"
"Kern yang memesan, aku mau red velvet-ku." masih dengan suara yang begitu riang sang anak perempuan bergerak begitu aktif saat menerima red velvet miliknya membuat Rhea tersenyum, seolah ia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anak itu.
"Baiklah sayang, selamat menikmati es krim kalian," Rhea tersenyum dan mengacak rambut sang anak perempuan, ia menatap pada sang anak laki-laki yang menunjukkan ekspresi datar.
"Terimakasih Aunty cantik," Ujar anak perempuan itu sekali lagi.
Arche tersenyum sinis melihat seorang wanita yang mengantarkan es krim kepada anaknya, senyuman iblis itu semakin tercipta saat otaknya menyusun rencana apa saja yang akan ia lakukan untuk wanita itu, dengan langkah ringan ia menghampiri anak-anaknya dan tersenyum melihat bagaimana cara makan kedua anaknya yang berbeda jauh, Keyla dengan mulut yang belepotan dan tidak mau diam, sedangkan Kern dengan gaya cool-nya dan tatapan datar yang selalu membuat Arche hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Aku ingin memesan americano dan waffle, tapi aku ingin wanita yang mengantarkan es krim untuk anakku yang melayaniku," ujar Arche pada salah satu pelayan pria, pria itu hanya mengangguk patuh dan mulai mencatat pesanan Arche.
Setelah kepergian pelayan itu, Arche hanya sibuk memperhatikan kedua anaknya yang begitu lahap memakan es krim masing-masing. Ia meringis dalam hati, mengingat salah satu kenangan dengan istrinya jika dulu mereka sering menghabiskan weekend bersama. Pergi tamasya dan menghabiskan seporsi es krim besar, dan Zee yang paling banyak makan membuat Keyla selalu protes karena sang ibu yang tidak mau mengalah padanya.
Pandangan Arche yang tadinya terlihat bahagia karena mengenang kenangan manis keluarga kecilnya seketika menggelap saat melihat seorang wanita yang berjalan ke arahnya dengan secangkir americano dan waffle di nampannya, tanpa sadar ia menatap nyalang pada Rhea saat dendam itu menyeruak begitu saja ke permukaan, tangannya mengepal erat, menahan emosi yang mencapai puncaknya.
Rhea melangkah menuju meja empat belas dengan senyum yang terukir di wajahnya karena ia bisa bertemu lagi dengan anak kecil yang sudah mencuri perhatiannya, namun saat matanya bertemu dengan mata biru yang menatapnya dengan nyalang penuh kilat kemarahan di sana membuat tubuhnya seketika membeku, dengan langkah berat ia terus menuju meja empat belas, dan ia semakin melihat dengan jelas bagaimana seorang pria yang tidak ia kenal menatapnya dengan amarah yang begitu jelas terpancar dari mimik dan sorot matanya.
"Selamat menikmati kopi anda, Tuan." Rhea bahkan tidak tau mengapa suaranya terdengar bergetar, ia bahkan takut menatap mata pria itu.
"Apa seperti ini anda memperlakukan pelanggan? Kau benar-benar tidak sopan karena membuang muka saat menyajikan pesanan," suara Arche yang dingin langsung menusuk ke tulang-tulang Rhea, dengan pelan wanita itu tersenyum dan menatap Arche sebelum akhirnya undur diri.
"Terima kasih Aunty," Suara Keyla seolah menjadi penghangat di tengah dinginnya suasana itu, Keyla hanya tersenyum dan meminta maaf dalam hati, ia sangat tahu bagaimana watak ayahnya itu yang sangat dingin jika berhadapan dengan orang asing dan sangat hangat pada orang-orang yang disayanginya.
"Ya sama-sama cantik, nikmati es krimmu," Rhea tersenyum dan akhirnya melangkah pergi, namun langkahnya terhenti saat lagi-lagi suara sedingin es itu menusuk indera pendengarannya.
"Senang bertemu denganmu Rhea Rosalind," perkataan Arche membuat Rhea seketika membalikkan badannya dan melihat tatapan membunuh Arche, dan hal selanjutnya yang terdengar oleh Rhea bukan tentang senang bertemu denganmu tapi selamat datang di nerakamu, membuat Rhea seketika bergidig ngeri melihat mata itu dan berjalan cepat meninggalkan meja dengan pria misterius dan kedua anaknya yang menggemaskan. Dan itu adalah pertemuan paling buruk yang ia rasakan sepanjang hidupnya.