PART. 4 CIUM!

1008 Kata
Usai mandi dan sholat maghrib baru Adyt kembali ke rumah omanya. "Andrea mana?" Tanya Dika. "Ada syuting iklan di luar kota," jawab Adyt. "Ooh ...." Andre ber- oh panjang menanggapi jawaban Adyt. "Resiko punya pacar artis ya, Dyt, malam minggunya sendirian," goda Andrew akhirnya. Adyt tersenyum mendengar godaan opanya. "Iya, Opa," jawab Adyt singkat, karena tidak ingin berpanjang-panjang membahas Andrea, takut salah bicara, tidak enak dengan opa tirinya, yang juga uncle Andrea. Makan makam sudah siap di atas meja. Seluruh keluarga mengelilingi meja makan, termasuk Donna, ibu Sekar juga. Sedang safiq, cucu angkat Donna, dan Adys lebih memilih duduk di meja kecil bersama empat bocah. Adys menyuapi Andriani, dan Safira, sementara Safiq menyuapi Satria, dan Arjuna. Keempat bocah itu terus mengoceh, meski mulut mereka penuh makanan. Sesekali Adys melirik ke arah Adyt, yang menurutnya, sikap Adyt sangat berbeda dengan saat di kantor. Bibir Adyt lentur saat bicara, sangat mudah menyunggingkan senyum, sikapnya juga santai, tidak kaku seperti biasa, tidak terlihat sama sekali kejutekannya. Saat Adys memperhatikan Adyt, Adyt yang merasa diperhatikan, tatapan matanya di arahkan ke Adys. Hal itu membuat Adys kelimpungan, apalagi Adyt mengangkat keningnya, seakan bertanya ada apa. Adys mengalihkan pandangan, ia kembali fokus pada Andriani, dan Safira. Selesai makan malam, para orang tua duduk di ruang tengah, sedang Adys, Safiq, dan anak-anak di ruang tamu. "Kak Adys masih sekolah?" Tanya Safiq. "Sudah kerja, kalau Mas safiq?" Adys balik bertanya. Ditatap remaja yang tubuhnya lebih besar darinya itu. "Masih SMP," jawab Safiq. "Tinggalnya di mana, Mas?" Tanya Adys. "Sama Oma Donna." "Ibunya kak Sekar?" Adys mengerutkan keningnya. "Iya." Kepala Safiq mengangguk. "Sudah lama?" "Baru dua tahun." "Saudaraan sama Kak Sekar ya?" Adys merasa penasaran. "Enggak, saya cucu angkat Oma, Nenek saya sahabat Oma," jawab Safiq. "Orang tuanya Mas mana?" "Sudah meninggal, Nenek juga." "Tapi Mas lebih beruntung dari aku, karena sempat merasakan kasih sayang orang tua." "Iya, kalau Kakak tinggalnya di mana?" "Di panti asuhan, waktu bayi Kakak ditinggalkan orang di pintu panti asuhan, jadi Kakak nggak tahu orang tua Kakak siapa." Adys bicara datar saja, ia sudah sering menjawab pertanyaan yang sama. "Ooh ... maaf ya Kak, sudah bikin Kakak jadi sedih." Safiq jadi merasa tidak enak, meski Adys terlihat biasa saja. "Nggak apa-apa." "Mas Cafiq ngobol telus ma Tante, Fia dicuekin, huuuh! Fia kecel!" Safira melipat tangan di d**a, bibirnya dikerucutkan. "Iya, Tante juga nih. Abang dicuekin!" Satria ikutan cemberut. "Mas Cafiq itu, Mas na Fia, Yante gak boleh ambil!" Safira menatap Adys dengan wajah cemberut. "Tante Adys, Yante na Abang. Mas Cafiq juga gak boleh ambil!" Kali ini Satria yang menatap Safiq kesal. "Iya Mas Safiq, Masnya Fia. Tante Adys, Tantenya Abang Satria, tapi bolehkan kalau Mas Safiq berteman sama Tante," bujuk Adys. "Nggak boleeeh!" sahut E-BI (EMPAT BOCAH IMUT) serempak. Adys, dan Safiq sama-sama mengernyitkan kening mereka, lalu kompak bertanya. "Kenapa?" "Tante boleh na temenan cama Uncle Adyt aja!" jawab Andriani. "Iya, nggak boleh cama yang lain!" Arjuna menimpali. "Heeh, benel!" Teriak Satria, dan Safira serempak. "Kenapa begitu Sayang, Tante boleh dong jadi teman Mas Safiq juga," bujuk Adys. "Nggak boleeeeehhhh!" teriak E-Bi serempak. Sakti mendekati putra putrinya yang terdengar paling nyaring suaranya. "Ada apa kok teriak, sampai ke dalam kedengaran?" Sakti meraih Safira, dan Safiq,buntuk duduk di atas pangkuannya. "Tante Adys mo ambil Mas Cafiq!" jawab Fira mengadu. "Mas Cafiq yang mo ambil Tante na Abang." Satria menatap Safira sengit. "Calah! Tante na mo ambil Mas na Fia?" suara Fira tidak kalah sengit. "Gaaaakkk! Mas Cafiq na yang mo ambil Tante na Abang!" Satria makin sengit. "Sudaah ... Mas safiq cuma brrteman sama Tante Adys. Jadi Mas Safiq tetap Masnya Fia. Tante Adys tetap, t Tantenya Abang," bujuk Sakti. "Nggak boleeeeh!" teriak E-Bi serempak. "Eeh kenapa?" Tanya Sakti heran. "Tante na cuma boleh temenan ma Uncle Adyt," jawab Safira. "Iya, benel!" Arjuna, dan Andriani membenarkan . "Kok begitu?" Tanya Sakti semakin heran. "Ada apa sih Uncle, kok ribut sekali bocah-bocah?" Adyt yang baru muncul di ruang tamu, langsung diserbu E-Bi. "Uncle mo antal Tante pulang? Ikut ya ...." rengek Satria. "Ikut juga" rengek yang bertiga. "Eeh ... kalian sudah waktunya tidur, nggak boleh ke mana-mana lagi" jawab Adyt. "Eeng ikuuutttt;" serempak E-Bi berteriak. Sakti mendekati mereka. "Sayang, kalau kalian ikut, Uncle sama Tantenya nggak bisa temenan," bujuk Sakti, membuat pipi Adys merona. "Kok gitu Ayah?" Satria bertanya penasaran. "Iya dong, nanti kalian ribut ngajakin ngobrol Tante, terus kapan Uncle sama Tante ngobrol. Kalau nggak ngobrol, nggak temenan dong. Kalau nggak temenan, nanti Tantenya nggak mau lagi ke sini. Hayoo ... masih mau nggak Tantenya main ke sini lagi," bujuk Sakti. "Mauuuu!" kompak E-Bi menjawab. "Naah sekarang salim dulu sama Tante ya. Tante mau pulang dulu diantar Uncle Adyt, ayo salim." Sakti menuntun dua anaknya untuk menyalami Adys. Satu persatu menyalami Adys, Satu-satu juga dapat ciuman di pipi dari Adys. "Holeee! Abang dicium Tante, tapi jangan cium Mas Cafiq ya Tante!" Satria memperingatkan. Adys hanya mengangguk. Tiba-tiba timbul keisengan Sakti. "Kalau Ayah boleh nggak dicium Tante, Bang?" Tanya Sakti iseng. "Enggakkkkk!" jawab 2S (Safira, dan Satria) kompak. "Kalau Uncle Adyt?" Tanya Sakti lagi. E-Bi saling pandang lalu mengangguk serempak. "Boleehhh!" Jawab E-Bi lagi serempak. "Tuuh Adys, kata anak-anak boleh cium Adyt," goda Sakti. Adys bingung harus menjawab apa, apa lagi dilihatnya wajah Adyt berubah jadi jutek seperti biasa. "Cium! Cium!" teriak E-Bi. "Sakti! Masa anak-anak diajari yang tidak benar!" omel Tiara, yang sudah dari tadi berdiri di dekat Adyt. "Iya nih Ayah, masa anak-anak ditularin omesnya Ayah sih!" gerutu Sekar, sambil mencubit lengan Sakti. "Awas saja ya, Uncle, kalau Arjuna jadi playboy, itu pasti terkontaminasi dari Uncle." Emi ikut mengomeli Sakti. "Haduuhhh, kenapa aku yang kena." Sakti menggaruk-garuk kepalanya. "Makanya kalau sudah tua jangan suka usil bin jahil, Sakti!" giliran Emira yang mengomeli. "Ayo siapa lagi yang mau ngomelin aku, pendaftaran masih dibuka" kata Sakti bergurau. "Ayaaaaahhh!" desis Sekar dengan mata melotot, sambil mencubit pinggang Sakti kuat. "Aaawwww! Ampuun Sayaang!" teriak Sakti. 2S langsung menangis, mereka pikir mereka orang tua mereka berantem. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN