Chapter 3

1138 Kata
Insyaaalah kalau kita rajinnsedekah maka Allah akan mencukupkan rezeki kita sebaliknya kalau kita sering berdebat merebutkan uang lima ratus rupian maka kita tak akan pernah merasa cukup." Meskipun kata kata itu cukup menampar emak emak yang hobby nyinyir bila belanja tetap saja mereka tak terima. "Hallah sombong, kamu pikir kami ini gak pernah sedekah apa, cuma sedekah lima ribu aja sombong saya sedekan di masjid lima ratus ribu juga diam," tukas bu Atikah sinis. Renata seperti biasa hanya senyum sebisa mungkin meredam gejolak di hati. Karakter Renata di sini tenang ya kakak kakak reader, jangan lupa tap love dan komennya, Author tunggu. Folow f*******: Author Rinara Desvia. "Alhamdulilah kalau ibu bisa sedekah sebanyak itu, semoga rezeki ibu lancar,"jawab Renata tenang. "Hallah, gak usah doakan saya! Saya sudah kaya mending kamu doakan saja kamu sendiri biar gak miskin terus." kata bu Atikah dengan congkaknya. "Amin...bu, kalau begitu saya permisi, Asalamualaikum ibu ibu." **** "Is dasar sok kaya baru juga pegang uang seratus ribu aja sombong." "Ya maklumlah bu Atikah si Rena itu paling juga baru pertama kali pegang uang sebanyak itu,"tukas bu Mulyani. "Jadi di mana ini ibu ibu jadi belanja gak?" Si mamang tukang sayur naik emosi gara gara mereka dari tadi asyik bergosip dan gak belanja belanja. Mamang tukang sayur sebenarnya hapal sifat ibu ibu ini belanjanya lima ribu tapi ngerumpinya sejam. "Gak jadi belanja di mamang mahal mahal." jawab bu Atika. "Iya, mending saya belanja di mall," tukas bu Mulyani. Mereka pun pergi begitu saja setelah hampir satu jam di situ. Mamang tukang sayur itu pun hanya bisa mengelus d**a sambil beritigfar beberapa kali. *** "Alhamdulilah nak ibu tahun ini bisa makan rendang daging,"kata Amira. Matanya berbinar bahagia melihat rendang di meja makan. Sudah tiap lebaran Amira bermimpi bisa makan rendang tapi tak pernah kesampaian, pernah sekali saking kepinginya dia datang meminta sedikit rendang pada ibunya. "Dari pada ibu kasih kamu, mending ibu kasih ayam," jawab ibunya ketus. "Iya bu alahamdulilah," kata Renata. Di sendoknya rendang di piring itu dan di kasih ke piring ibunya. Renata begitu bahagia melihat senyum di wajah tua ibunya, wajah yang tiap harinya hanya mampu meneteskan air mata akibat kerasnya hidup. Bahkan saudara sendiri pun tak peduli dengan penderitaan Amira malah seperti mentertawakan Amira. Nenek Renata terlalu bangga dengan pangkat dan derajat suami tantenya sehingga lupa kalau Amira adalah juga anak kandungnya. "Sisihkan sedikit untuk Wina nak, dia pasti suka." "Iya bu." Wina adalah anak tetangga Renata yang sudah lama di tinggal ayahnya. Itulah mulianya hati Amira dia tak pernah lupa berbagi. Selesai makan dan membereskan semuanya Renata izin ke rumah sahabatnya. Seperti biasa Renata menaiki motor butut peninggalan ayahnya, sebenarnya sekarang juga dia bisa beli motor pengeluaran terbaru tapi tidak, belum saatnya dia tunjukkan siapa dirinya ke orang orang yang menghinanya. Biarlah mereka merasa tinggi terlebih dahulu biar kalau sakit benar benar tak bisa bangkit. *** Setelah beberapa menit dalam perjalanan Renata sampai di rumah Elisa sahabat kecilnya. Renata mengernyitkan alisnya saat melihat mobil terparkir di halaman Elisa, gak mungkin Elisa beli mobil, bukan maksud merendahkan tapi Renata kenal bagaimana ekonomi keluarga Renata. Renata memarkir motor butut miliknya lalu berjalam menuju pintu yang kelihatan terbuka sedikit. Tampak Elis sahabatnya sedang bercakap cakap dengan lelaki yang cukup di kenalnya. "Asalamualaikum.."Renata mengucap salam membuat Elisa dan teman lelakinya menoleh secara bersamaan. "Eh Ren mari masuk!" sambut Elisa sahatnya. Renata pun berjalan mendekat setelah cipika cipiki Renata duduk di hadapan Dirga, mantan kekasih Renata yang meninggalkan Renata setelah tahu Renata hanyalah anak janda miskin. Lelaki yang datang dengan sejuta rayuan dan mengatakan cinta tak memandang harta namun nyatanya itu hanya kiasan saja, begitu tahu kenyataanya Renata tak berharta, Renata pun di campakkan. "Hai, masih ingat aku?" tanya Dirga. Renata tersenyum memperlihatkan lekukan kecil di pipinya."Kamu Dirga kan?" kata Renata tenang seperti biasa. Dirga, lelaki angkuh yang memutuskan Renata dan menghinanya di depan sahabat mereka saat Reoni SMU itu tersenyum penuh makna. "Rupanya aku sangat istimewa ya bagi kamu sampai kamu gak bisa melupakan aku." "Bentar ya Rena aku buatkan minum," kata Elisa. Jujur hati Elisa gelisah saat ini, entah apa reaksi Renata jika tahu saat ini dia akan menikah dengan mantan kekasihnya. "Tentu, aku juga masih ingat bagaimana cara kamu memutuskan aku dulu." Sejenak ingatan Renata tertuju pada peristiwa beberapa tahun yang lalu, ketika reoni sekolahnya. Dirga dengan angkuhnya menyeret dirinya di depan teman temannya. "Hai guys, lihat siswa terpandai di SMU kita dulu, ternyata dia anak haram guys..," ejek Dirga. Renata memang sekolah di kota jadi tak ada yang tahu siapa dirinya. "Maksud kamu apa Ga?" tanya Renata. Matanya sudah mulai berkaca kaca, kata kata anak haram itu sungguh membuat hatinya teriris. Dirga mengangkat bibir sebelahnya," gak usah sok begok dech Ren, guwe sudah tau semuanya, lo anak haram kan dan ibu lo hanyalah janda miskin." Renata diam, bibirnya tak mampu berkata apa apa lagi selain, hatinya sungguh bagai di cabik cabik apalagi melihat tatapan mata teman temanya yang kelihatan mengejek. "Hu..anak haram, gitu sok alim kamu," kata salah seoeang temanya. "Dan satu lagi teman teman, dia ini sekarang kerja jadi babu di kota." Untunglah saat itu ada salah satu teman Renata yang langsung menarik Renata pergi dari tempat itu. *** Dirga mengangkat alisnya. "Oh Sorry waktu itu aku masih labil tapi bagus juga sich aku putus sama kamu, aku lihat kamu juga masih sama aja seperti dulu." Seperti biasa Renata membalas hinaan itu dengan senyuman. "Kamu kerja apa, masih babu kan?" "Menurutku tak ada yang salah dengan pekerjaanku, dia pekerjaan yang halal." Dirga kembali mengangkat sebelah bibirnya. "Memang tak ada yang salah tapi babu tetaplah rendahan, letaknya di telapak kaki orang kaya." "Apa pernah kamu membayangkan bagaimana keluargamu yang sibuk bekerja tanpa adanya pembantu di rumah kamu? Bagaimana repotnya orang tuamu mengurus rumah dan juga mengurus kamu, mungkin jika tak ada pembantu kamu juga gak akan teeurus dengan baik." "Hmh omong kosong," kata Dirga mencibir ucapan Renata. "Selama ini siapa yang memasakkan kamu,mencucikan bajumu dan menyiapkan sarapan kamu, ibumu?" Renata tahu betul bagaimana keluarga Arga, ibunya wanita karir dan ayahnya seorang pengusaha mebel. "Ck, mereka begitu demi uang," tukas Dirga ketus. "Apa bedanya dengan orang tuamu, mereka juga kerja demi uang kan?" kata Renata tanpa nada emosi. "Oo jelas beda, kamu gak bisa dong samakan orang tuaku sama babu, orang tuaku ada jabatan." Renata akhirnya memilih diam, malas ngelayani orang gila jabatan seperti Dirga, sungguh buang buang energi saja berdebat dengan orang seperti ini. Pada waktunya nanti Renata akan tunjukkan pada Dirga kalau harta dan jabatan itu hanya sementara dan roda akan berputar. Entah bagaimana reaksi Dirga nanti setelah tahu kalau gadis yang di hinanya adalah gadis big bos putri sultan dan Ceo tempatnya bekerja. Namun saat ini tak apa bermain main dulu dengan pemuda sombong ini. Kelak kalau dia lihat yang sebenarnya dia pasti akan kejang kejang dan darahnya akan berhenti mengalir, harap harap jantungya akan tetap berfungsi dengan baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN