Chapter 8

1471 Kata
Selamat membaca Setelah memenangkan pertandingan itu. Tim Sena berencana ingin berlibur ke Bali. Tapi karena mereka masih merasa kelelahan, jadi mereka memilih beristirahat dulu di rumah masing-masing. Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 sore. Saat Sena sedang asik menonton tv, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Tok tok tok Sena terlonjak kaget saat melihat siapa yang datang. "Saya harap kamu tidak lupa dengan janji kamu," sindir Kris dingin. Sena membelalakan matanya. Bagaimana ia bisa lupa jika sudah ada janji dengan Azka hari ini? "Kak Sena!" Panggil Azka girang dan langsung memeluk pinggang Sena. Sena tersenyum lembut ke arah Azka. "Masuk dulu yuk, sebentar ya Kakak ganti baju dulu," ucap Sena tidak enak. Azka hanya mengangguk. Sedangkan Kris membuang napas kasar. Kris tau jika Sena pasti lupa dengan janjinya itu. Tidak menunggu waktu lama Sena sudah selesai bersiap-siap. "Ngapain aja sih?! Lama banget!" protes Kris. Sena memutar bola matanya malas. Bagaimana bisa ada laki-laki secerewet ini? Padahal tidak ada setengah jam dirinya sudah selesai. Tapi Kris sudah uring-uringan tidak jelas. "Itu beneran Papa kamu? Kok beda banget ya sama kamu," Tanya Sena kepada Azka dan melirik sinis ke arah Kris. "Kamu___" "Udah deh ,Pak! Nggak usah marah-marah terus! Ingat umur udah tua juga," potong Sena cepat. Kris sudah ingin menyemprot Sena, tapi Sena sudah lebih dulu keluar dengan menggandeng Azka. Ia hanya bisa mengelus d**a. Bagaimana mungkin dirinya di anggap tua? Bahkan umurnya saja baru 33 tahun. Dan hanya Sena yang bilang dirinya tua karena semua orang selalu memujinya. Karena di umur yang sudah menginjak kepala tiga ini, ia masih terlihat sangat muda. Akhirnya Kris menyusul Sena dan Azka ke mobil. Saat ia membuka pintu mobil, ia tersenyum lebar melihat putranya yang terlihat sangat bahagia bisa bercanda dan duduk di pangkuan Sena. Sudah lama sekali ia tidak pernah melihat senyum di wajah Azka. Saat di perjalanan menuju mall. Kris hanya fokus menyetir, sedangkan Azka tidak henti-hentinya bercerita kepada Sena. Entah apa yang di bicarakannya itu? Tiba-tiba Azka bicara kepada Kris yang membuat Kris sangat terkejut dan mengerem mendadak. "Pa, aku mau Kak Sena jadi Mama aku," ucap Azka polos. Cittttttt Sena yang juga terkejut langsung menoleh ke arah Kris. Sena menghela napas panjang. Ia mengelus puncak kepala Azka lembut. "Kenapa Azka ngomong gitu?" tanya Sena lembut. "Soalnya aku mau tiap hari sama Kak Sena." "Kamu kan bisa tiap hari main ke rumah Kakak sama ikut Kakak latihan." "Kak Sena nggak mau ya jadi Mama aku?" Tanya Azka sedih dan langsung tertunduk lesu. Sena tidak tega saat melihat raut wajah Azka berubah murung, tapi ia juga tidak tau harus menjawab apa? "Azka kamu nggak boleh ngomong kayak gitu lagi!" ucap Kris tegas. Azka yang mendengar nada bicara Kris yang tegas langsung merasa takut. Sena mencubit pinggang Kris keras. "Arggghh!!!" Teriak Kris kesakitan. "Udah di bilangin nggak usah marah-marah terus jadi orang!" ucap Sena ketus. Sena memeluk Azka dari belakang untuk menenangkannya. Kris sebenarnya sudah ingin mengomel, tapi saat melihat perlakuan Sena kepada Azka membuat hatinya menghangat. "Kamu bisa manggil Kakak, Mama." Azka langsung menoleh ke arah Sena dengan mata yang berbinar-binar. "Kakak serius?" Tanyanya girang. "Iya dong, emang sejak kapan kakak bohong?" Tanya Sena bercanda. "Nggak bohong tapi pelupa," sindir Kris. Sena menghembuskan nafas kasar. Ia heran kenapa manusia satu ini selalu mengungkit saat ia lupa dengan janjinya? Sontak Azka langsung memeluk Sena. "Akhirnya aku punya Mama," ucap Azka senang. Sena tersenyum lembut dan membalas pelukan Azka erat. Ia tau bagaimana hidup tanpa kasih sayang seorang ibu, dan itu sangatlah menyakitkan. Bagaimana mungkin ia tega membiarkan seorang anak kecil mengharapkan kasih sayangnya? Kris yang melihat kedekatan putranya dengan Sena juga ikut tersenyum. ***** Akhirnya mereka tiba di mall. Setelah parkir, Kris langsung mengandeng tangan Azka. Sedangkan Azka malah mengandeng tangan Sena. Mereka langsung menuju ke tempat bermain anak-anak. "Pa, Ma! Kita foto yuk di photo box itu," tunjuk Azka antusias. Sena yang tidak biasanya di panggil dengan sebutan Ma merasa geli. Karena ia sendiri belum menikah tapi sudah di panggil dengan sebutan Mama. Saat Sena masih sibuk dengan pemikirannya, tangannya sudah di tarik Azka. "Pelan-pelan sayang!" ucap Sena memperingatkan. Setelah mereka masuk di photo box itu, Azka meminta Kris menggendongnya. "Nanti saat foto, Papa sama Mama cium pipi aku ya," suruh Azka senang. Kris dan Sena saling berpandangan. Mereka sama-sama mengangguk, tanda jika mereka setuju. Kamera sudah siap untuk menjepret. Satu Dua Cuppp Sena membelalakkan matanya lebar, ketika ia merasakan benda kenyal di bibirnya. Ternyata saat ini bibirnya menempel di bibir Kris karena Azka menghindar. Sena langsung melepas bibirnya dan melihat raut wajah Kris yang juga sangat terkejut sama dengannya. Ciuman pertama gua! Batin Sena tidak terima. "Saya ke toilet sebentar," pamit Sena datar. Kris yang melihat raut wajah Sena berubah kecewa langsung mencekal tangan Sena. "Apa itu ciuman pertama kamu?" Tanya Kris pelan. Sena hanya membuang muka. "Kamu boleh marah dengan saya, tapi jangan membenci Azka karena hal ini. Ia masih kecil dan belum tau apa-apa." Sena menaikkan alisnya sebelah. Kenapa dia bisa berpikir seperti itu? Bagaimana mungkin ia membenci Azka karena hal ini? Sena hanya merasa kecewa karena ciumannya di ambil oleh orang yang bukan suaminya sendiri. "Ma, maafin Azka," ucap Azka penuh penyesalan. Bahkan Azka sudah terisak-isak menahan tangis. "Ya ampun sayang, udah nggak apa-apa. Mama nggak marah sama kamu," ucap Sena pelan. Azka merentangkan tangannya, tanda jika ia ingin di gendong Sena. Sena pun mengambil Azka dari gendongan Kris. Azka langsung meletakkan kepalanya di leher Sena. Kris yang melihat tingkah Azka hanya mengeleng-gelengkan kepalanya. Ia heran kenapa Azka Sangat manja ketika dengan Sena? Tanpa sadar tangan Kris terangkat menyentuh bibirnya. Tiba-tiba ia tersenyum saat mengingat kejadian tadi. Akhirnya Sena tidak jadi ke toilet. mereka langsung menuju ke tempat mandi bola karena Azka ingin bermain di situ. Saat Azka sedang bermain, Kris pamit sebentar untuk membeli minuman. Dan hanya tinggal Sena yang menunggu Azka. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya. "Sena!" panggil orang itu pelan. Sena menatap orang itu sinis. "Kamu kemana aja selama ini?" Tanyanya dengan tatapan yang sulit di artikan. "Apa urusan kamu? Hah?! Bahkan kalo aku mati sekalipun kamu juga nggak akan peduli!" "Oh iya, sorry ya. Aku nggak datang di moment bahagia kamu sama Risa!" sindir Sena tajam. Febri menatap Sena sendu. "Maafkan aku Sena, aku merasa bersalah dengan Risa, andai aja___" "Andai aja saat itu kamu nggak ngejar aku, pasti Risa nggak akan mengalami hal itu. Kamu mau ngomong itu kan?" Potong Sena cepat. "Bukan itu maksud aku," ucap Febri pelan. "Terserah! Aku nggak peduli! Bukannya selama ini kamu emang cinta sama Risa? Jadi buat apa kamu berusaha mati-matian buat jelasin?!" Febri mengeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Rasa cinta aku ke kamu lebih besar Sena. Aku menikahi Risa karena merasa bersalah." "Benarkah?" Tanya Sena sinis. "Sungguh, aku sangat mencintaimu Sena," ucap Febri tulus. Sena tersenyum miring. "Kamu tau? Itu nggak akan pernah merubah apapun. Aku bakalan tetap benci sama kamu!!" "Dan harusnya kamu bersyukur dong, akhirnya bisa nikah sama Risa. Jadi kalian nggak perlu lagi main api di belakang aku!" Deg Dada Febri terasa sesak. Ia seperti kehilangan seluruh oksigen dalam dadanya. Hatinya seperti teriris. Setelah menikah dengan Risa, ia baru sadar jika di hatinya masih penuh dengan nama Sena. Ia benar-benar merasa kehilangan. Bagaimana mungkin ia bisa semudah itu melupakan Sena cinta pertamanya. Semua orang tidak tau jika Febri menahan mati-matian rasa rindunya kepada Sena. Bahkan ia sudah berencana untuk menceraikan Risa jika Sena mau kembali lagi dengannya. Ia sudah tidak kuat hidup seperti ini. Febri sangat frustasi karena Sena selalu memenuhi pikirannya. Ia tidak bisa terus-terusan menahan perasaannya ini. Tiba-tiba ada seorang wanita dengan perut yang sudah membesar memanggil Febri. "Sayang!" panggil wanita itu pelan dan langsung bergelayut manja di lengan Febri. "Kamu lama banget sih! Katanya cuma mau ke toilet sebentar," ucapnya dengan nada manja yang di buat-buat. Febri tersenyum lembut ke arah Risa "Iya, maaf ya," ucapnya lembut. Dasar munafik! Batin Sena. Risa baru menyadari jika ternyata Sena ada disini juga. "Sena!" ucapnya terkejut. Sena tersenyum sinis. "Selamat ya atas pernikahan kamu!" ucap Sena ketus. Risa yang merasa tidak enak dengan Sena hanya menunduk. Ia tidak berani menatap Sena yang jelas-jelas menatapnya dengan tatapan ingin membunuh. Kris yang sudah mendengar semua percakapan Sena dan Febri langsung menghampiri mereka. Ia sudah tau apa yang harus ia lakukan. "Hay sayang! Maaf ya aku lama," ucap Kris lembut dan langsung merengkuh pinggang Sena erat. Sena sebenarnya terkejut dengan tingkah Kris. Tapi ia langsung menyadari kenapa Kris bersikap seperti ini. "Nggak apa-apa sayang," ucap Sena lembut dan tersenyum tulus ke arah Kris. Kris sempat terdiam melihat senyuman Sena. Sungguh saat ini jantungnya benar-benar berdebar sangat cepat. Febri mengepalkan tangannya erat. Ia sudah tidak tahan melihat kemesraan dua orang yang ada di depannya itu. Ia pun langsung pergi dengan emosi yang sudah membara dan menarik tangan Risa kasar agar bisa berjalan lebih cepat. "Makasih ya buat tadi," ucap Sena tersenyum tulus. Kris hanya mengangguk dan tersenyum lebar ke arah Sena. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN