Selamat membaca
Sontak Sena dan Kris saling berpandangan.
"Oke, Ya udah ayo," ucap Kris enteng.
Sena langsung melotot tajam ke arah Kris, karena sudah seenaknya sendiri.
"Tapi acara kakak belum selesai sayang," ucap Sena tidak enak.
Sena tidak bohong, karena setelah ini timnya akan menerima piala dan hadiahnya.
Azka mendadak murung.
"Penyerahan pialanya kan masih nanti, saya akan antar kamu lagi kesini," ucap Kris dingin.
"Tapi___"
"Please Kak," potong Azka memohon.
Sena menghembuskan nafas kasar.
"Ya udah," ucap Sena pasrah.
Azka langsung memeluk Sena.
"Makasih Kak, makasih," ucapnya bahagia.
Sena tersenyum lebar dan membalas pelukan Azka.
Sebelum Sena pergi, ia pamit kepada pelatih, dan teman-temannya. Ia berjanji tidak lama dan akan segera kembali.
*****
Setelah tiba di rumah Kris, Azka langsung dititipkan ke Bu Sumi. Bu Sumi sudah lama ikut bekerja dengan Kris. Dia juga yang merawat Azka dari kecil.
"Bibi, aku titip Azka dulu ya," ucap Kris lembut.
"Iya Mas," jawab Bu Sumi.
Kris memang lebih suka di panggil mas, ia tidak suka di panggil pakai embel-embel tuan.
"Kak Sena, jangan pergi dong," rengek Azka.
"Nggak bisa sayang, kakak harus balik ke sana lagi," tolak Sena halus.
"Aku masih pingin sama Kak Sena," ucap Azka sedih.
"Kan besok kita bisa jalan-jalan bareng," ucap Sena lembut.
Sebenarnya ia tidak serius. Sena bicara seperti itu hanya untuk menenangkan Azka.
"Beneran Kak?" Tanya Azka antusias.
"Iya sayang."
"Ya udah, kakak pergi dulu ya," pamit Sena.
Azka hanya mengangguk, ia sebenarnya masih ingin berlama-lama dengan Sena.
"Kamu duduk depan, kamu pikir saya sopir?" suruh Kris saat melihat Sena membuka pintu mobil belakang.
Sena memutar bola matanya jengah.
Ia langsung membuka pintu mobil depan.
Di dalam mobil mereka hanya diam, tidak ada yang mencoba berbicara untuk memecah keheningan. suasananya benar-benar sangat sunyi. Tidak sengaja Kris melirik ke arah Sena, ia baru menyadari jika di tubuh Sena terdapat beberapa bekas luka seperti bekas sayatan.
"Saya tau sebenarnya kamu tidak serius dengan perkataan kamu tadi," ucap Kris dingin.
Sena langsung menoleh ke arah Kris.
"Kamu tidak akan pernah tau seberapa kecewanya Azka, jika tau kalau kamu bicara seperti itu hanya untuk menenangkannya.
"Azka sudah mengidolakan kamu dari dulu, dan apapun akan dia lakukan agar bisa bertemu denganmu. Jadi jangan salahkan saya jika ia benar-benar menagih janji kamu kepadanya," jelas Kris datar.
"Sampai segitunya?" Tanya Sena tidak enak.
"Apa kamu tau? Yang meminta saya untuk mengadakan pertandingan ini ialah Azka, dia sangat ingin melihat kamu, bahkan di kamarnya penuh dengan foto-foto kamu saat bertanding," jawab Kris.
Tiba-tiba Sena merasa bersalah kepada Azka. Walaupun sebenarnya ia tidak ada niatan untuk membohongi Azka.
"Baiklah, besok saya akan ke rumah anda, dan menjemput Azka untuk pergi bersama saya."
Tidak perlu, saya yang akan menjemput kamu."
"Hah?"
"Kamu kira, saya akan membiarkan anak saya pergi sendirian dengan orang asing?"
Sena memutar bola matanya malas.
"Terserah," ucap Sena ketus.
"Tapi kalau Anda ikut, saya pasti akan di anggap sebagai pelakor."
Kris menaikkan alisnya sebelah.
"Kenapa?" Tanya Kris bingung.
Sena menepuk jidatnya.
"Apa kata orang-orang nanti, jika mengetahui saya pergi dengan pria yang sudah beristri?"
"Dan juga, apa istri Anda tidak marah jika tau Anda pergi dengan wanita lain?" Tanya Sena polos.
Kris terdiam.
"Istri saya sudah meninggal saat melahirkan azka," ucap Kris datar.
Sena membelalakkan matanya. Kenapa ia bisa sangat lancang bertanya seperti itu?
"Maaf," ucap Sena merasa bersalah.
"Tidak apa-apa."
*****
Tidak lama kemudian mereka telah tiba di tempat pertandingan.
Tepat sekali saat piala akan diserahkan kepada tim Sena.
Setelah acaranya selesai dan penonton sudah mulai berkurang satu persatu. tim Sena langsung naik ke mobil tim. Mereka sudah berencana akan merayakan kemenangan mereka.
Semua teman-teman Sena sudah naik ke mobil. Hanya Sena yang belum, karena masih banyak orang yang ingin meminta foto dengannya.
Setelah selesai melakukan foto dengan penggemarnya. Sena langsung menuju ke mobil. Sebelum Sena sampai ke mobil ada seseorang yang memanggilnya.
"Sena," panggil orang itu pelan.
Deg
Sena mengenali suara ini, suara yang benar-benar ia benci.
Sena langsung menoleh ke belakang. Dan menatap orang itu dengan tatapan penuh kebencian.
"Selamat atas kemenangan kamu nak," ucap Surya tersenyum lembut ke arah Sena, walaupun sebenarnya hatinya sakit saat melihat putrinya menatapnya seperti itu.
Sena tersenyum sinis.
Ini adalah pertama kalinya Ayahnya itu memanggil dengan sebutan nak.
Dan seumur hidup Ayahnya juga tidak pernah memberinya ucapan selamat saat ia memenangkan pertandingan, tentu saja karena selama ini Surya tidak pernah menonton pertandingannya.
"Anda tidak usah berlagak sok mengenal saya! Saya juga tidak membutuhkan ucapan selamat dari anda!" ucap Sena dingin.
Surya menatap Sena sendu.
Segitu bencinya kamu dengan Ayah, nak? Batin Surya.
"Maafkan Ayah, atas perbuatan ayah selama ini. Ayah benar-benar sangat menyesal, karena sudah menyia-nyiakan putri Ayah. Ayah mohon kembalilah ke rumah, Ayah janji akan memperbaiki semuanya dan berusaha menjadi Ayah yang baik buat Sena," ucap Surya penuh penyesalan.
Sena berdecak.
"Anda pikir saya bodoh?! Kenapa saya harus kembali lagi ke neraka itu?!" Tanya Sena sinis.
"Anda tidak perlu repot-repot berusaha menjadi ayah yang baik, karena di mata saya Anda akan selalu menjadi ayah yang buruk. Bersikaplah seperti biasanya saat Anda tidak pernah menganggap saya," ucap Sena dingin.
Jantung Surya seperti di hantam benda yang sangat tajam, apa ini juga yang Sena rasakan saat dirinya berkata kasar kepada Sena dan tidak pernah menganggap keberadaanya?
Surya baru menyadari jika di tubuh Sena banyak sekali bekas luka, dan parahnya lagi bekas luka yang ada di tubuh putrinya itu di sebabkan oleh dirinya sendiri.
"Kenapa? Apa Anda baru sadar jika di tubuh saya ada banyak bekas luka?" Tanya Sena sinis.
"Maafkan Ayah," lirih Surya.
Sena tersenyum miring.
"Apa Anda ingat? Tepat saat pesta perayaan ulang tahun Risa yang ke 7 tahun. Saya bertanya kepada Anda, kenapa Anda tidak pernah merayakan ulang tahun saya? Kenapa hanya ulang tahun Risa yang selalu dirayakan bahkan dengan pesta yang sangat besar dan megah. Dan kenapa Anda tidak pernah memberikan saya kado saat saya ulang tahun? Bahkan Anda tidak mengijinkan saya bergabung di pesta itu. Tapi Anda hanya diam tidak menjawab, dan malah menatap saya sinis. Masih terekam dengan jelas dalam ingatan saya saat Anda mencambuk saya dengan ikat pinggang saat Anda melihat saya muncul di pesta Risa. Padahal saya hanya ingin makan, tapi Anda tanpa perasaan mencambuk saya dengan membabi buta. Mulai saat itu saya sadar, jika Anda sangat membenci saya. Walaupun saya tidak tau kesalahan apa yang sudah saya perbuat? Bahkan saya sampai berfikir apakah saya sebenarnya hanyalah anak pungut? karena itu Anda tidak pernah menganggap, dan menyayangi saya. 25 tahun saya harus hidup dalam penderitaan!"
"Tapi sekarang saya tidak peduli, jika Anda lebih menyayangi Risa daripada saya. Toh memang dari kecil saya sudah merasakan ketidakadilan. Justru saya sangat berterima kasih kepada Anda, karena sudah mendidik saya dengan sangat keras. Karena didikkan Anda saya bisa menjadi wanita yang kuat untuk berusaha sendiri," ungkap Sena sinis.
"Bukankan Anda bahagia, jika saya pergi dari rumah? Jadi saya tidak perlu lagi menyusahkan Anda," tanya Sena ketus.
Surya seperti kehilangan seluruh oksigen dalam dadanya. Ia merasa gagal menjadi seorang Ayah, kenapa ia malah membuat kenangan buruk di hidup putrinya? Kenapa ia tidak pernah berfikir, jika Sena pasti akan selalu mengingat kelakuan jahatnya itu?
Tidak heran jika sekarang putrinya itu sangat membencinya.
"Apa kamu tidak bisa memaafkan kesalahan Ayah nak?" Tanya Surya sendu.
"Tidak! dan tidak akan pernah bisa!" ucap Sena ketus dan langsung pergi meninggalkan Surya.
Surya tersenyum kecut.
Bagaimana mungkin Sena bisa semudah itu memaafkan dirinya, setelah apa yang selama ini ia lakukan kepada Sena.
Surya menatap pilu Sena yang pergi meninggalkannya.
Dadanya sangat sesak saat melihat putrinya semakin menjauh darinya.
TBC.