9. Malam Pertama Bersama

1532 Kata
Haruskah aku menangis dan memohon padanya untuk jangan melakukan ini? Tapi jika aku menolak, Krisna akan kecewa dan mengusirku. Tidak. Aku tidak ingin itu terjadi. Aku tidak sanggup berpisah dengan mesin jahit itu. Baiklah. Kita lakukan ini. Demi mesin jahit! "Ohh ...." Adiba terdongak kehabisan napas karena terlalu pengap berbagi udara dengan Krisna. Setelah melumat bibirnya, pria itu mulai melumat jengkal demi jengkal tubuhnya. Jantungnya sendiri berdetak cepat seolah menantikan setiap sentuhan. Tubuh ini sudah tahu kenikmatan pria, dan keranjingan rasa itu. Di lain pihak, Krisna sudah mencecap kenikmatan tubuh wanita, membuatnya menjadi sangat menuntut. Ia sebarkan tanda-tanda merah di sekeliling lembah dara Adiba. Puncaknya ia kulum hingga merah merona. Ia meluahnya sehingga mengilap berbekas liurnya. Ia berikan gigitan menggereget yang membuatnya mendesis. Ada sedikit kemarahan yang mengganggunya. Sebelumnya ia membayangkan akan menggarap Adiba yang perawan dan ia akan jadi pria pertama yang merobek kegadisannya, tetapi kenyataan berkata lain. Bukannya ia tidak menerima kondisi Adiba, itu hanya kekecewaan karena ekspektasinya berlebihan. Kasarnya, ia membeli kucing dalam karung. Sekali membuka, bersiaplah dengan segala konsekuensinya. Ia ingin bertanya siapa pria itu, yang telah mendahulinya. Kapan, di mana, berapa lama, kenapa pisah, ia ingin tahu semuanya. Namun, ia tidak bisa mengatakan karena tidak ingin ketahuan betapa cemburunya ia. Krisna menjilati puncak mungil Adiba seraya mendelik memeriksa ekspresi Adiba yang mulai tak bisa berpikir. Ia lepaskan sebelah tangan Adiba agar tangannya bisa menggerayangi bagian lekukan di dalam renda segitiga merah istrinya. "Ah!" desah pendek Adiba, tangannya yang bebas menyusul ke bawah, ingin mencegah Krisna menjamah area itu, tetapi Krisna sigap menepis dan mempercepat gerakannya memasukkan jari ke celah di situ. "Kyah ...." Adiba terpekik lemah, terjengkit sedikit karena sodokan yang tiba-tiba. Ohh, himennya memang tidak ada lagi, batin Krisna merasakan jarinya. Namun, kehangatan dan pekatnya lendir di dalam sana membuat sekujur tubuh Krisna memanas oleh gelombang gairahnya. Rahang Krisna bergemeletuk. Ia masukkan jari kedua ke balik renda ketat itu, tak segan membuat Adiba kembali terpekik dan mencengkeram lengannya. "Kyaah! Krisna ... Apa yang kau .... Uh ... Hmphh." Krisna gunakan jari ketiga yaitu jempolnya memutar-mutar bulir kecil di muara celah yang dikucek dua jari. Ketiga jarinya bergerak simultan. Adiba meresah, mendongak pasrah, tetapi jemarinya mencakar otot lengan Krisna yang berkontraksi karena gerakan jarinya sangat menghayati. Ia buat tubuh Adiba bergetar halus. "Krisna ... hentikan .... Aku ... aku bakalan ...." "Bakalan apa, Diba?" suara Krisna parau menyahuti. Adiba malah mengantup mulut rapat-rapat. Krisna melihat gadis itu berusaha keras tidak mengeluarkan suara. Krisna menyeringai seraya menggerakkan jarinya lebih gencar hingga Adiba akhirnya membuka mulut dan bersamaan dengan itu basahnya terbencar dari sela jari Krisna. "Oooohh .... Oohhh, tidak, oohh!" Gadis itu meratap sambil memukul-mukul lengan kekar yang mengambil kebasahannya. Tubuh Adiba merenjat oleh gempuran gai.rah. Pukulannya melemah seiring napasnya terengah-engah. Penglihatannya nanar, tetapi ia tahu Krisna sedang tersenyum puas. Pria itu memperlambat gerakan jarinya, sekadar menyebarkan basah di sekeliling selaputnya. Adiba merengek malu diperlakukan demikian. Jarinya saja sangat nikmat, bagaimana dengan Krisna kecil di selangkangannya? Ia rasakan kedua kaki Adiba lemas, juga tangannya. Jadi, Krisna berhenti menahan Adiba. Ia berlutut mengangkang di antara kaki Adiba lalu mulai membuka kancing baju kokonya. Ia balas tatapan Adiba yang memandanginya sembari mengatur napas. Krisna mencampakkan bajunya, memampangkan badan berotot padat minta dipanjat. Badan itu berkeringat kepanasan padahal berada di hunian pegunungan yang dingin. Semua diakibatkan oleh gadis di hadapannya. Krisna lanjut melepas celananya, tidak menutupi lagi kerabat kecilnya mencuat. Little Krisna sudah sangat rindu celah untuk dimasukinya. Adiba tercekat menelan ludah melihat makhluk satu itu. Ia merasakan tekanannya sejak awal mereka duduk di kasur. Sekarang, wujudnya nyata terlihat dan mata Adiba terpaku. "Suka punyaku, Adiba?" tanya Krisna. Krisna menilik Little-nya dan tersenyum-senyum sendiri, tetapi sekilas merasa getir jangan-jangan Adiba bukan terpukau, melainkan membandingkan dengan milik mantannya. "Aku menolak menjawab," sahut Adiba. Ia memalingkan wajah dan menggigit jari seraya bersedekap. Sikunya menyatukan dua gundukan daranya yang terbuka sebagian. Krisna memble. Humm, biasanya juga kau tidak menjawab pertanyaanku. Krisna mengabaikan kegalauannya. Ia jadi ingin meremas-remas buah kenyal Adiba. Ia telentangkan lagi Adiba sehingga berhenti menggigit jari. "Dalam situasi ini kau tidak diperkenankan menolakku dan apa pun yang kulakukan padamu, Diba." Krisna ungkap kedua penangkup gundukan Adiba dan ia kacak dua buah kenyal gadis itu. "Ahhh, empuknya ...." "Ahh ...," engah Adiba, menggeliat gelisah dadanya diadon Krisna. Pria itu juga membuka pengait branya lalu menyingkirkan bra itu ke lantai. Ia kacak-kacak lagi buah Adiba. Krisna menunduk mencucup bulir mungil yang satu, yang sebelahnya ia pijit-pijit gemas. "Aahh ... Uhhh ... Aduuhh .... Ahh," desah enak Adiba. Krisna merasa senandung itu kurang lepas. Ia berhenti mencucup sebentar. Ia merangkak ke telinga Adiba. "Panggil aku Mas, Diba. Aku mau masuk sekarang." "Ma-Mas?" Adiba gigit jari tidak bisa protes karena tak berkutik. Krisna menarik renda segitiganya hingga kain itu terpilin dan lepas di ujung kakinya. Renda itu berakhir senasib dengan bra. Gadis itu sekarang utuh telanjang, siap digarap dari sisi mana saja. Krisna buka lebar kedua kaki Adiba. Ia mengeker lubang tujuannya dengan membukanya menggunakan dua jari. Ia pegangi kepala kejantanannya lalu menjejalkan batang itu ke lubang mungil di antara kedua kaki Adiba "Aduhh!" Adiba terpekik permulaan, lalu mendesah-desah resah. "Ah ... Aduuhh. Hmhh ...." Liang sanggama Adiba masih rapat dan berusaha menolaknya. Krisna jadi bersikeras. Ia hunjam keras tubuh Adiba. Adiba mencengkeram seprai sementara Krisna memegangi pinggulnya. "Aahh ... aduh, sakit, Mas ...." "Ntar, sayang ... Dikit lagi." Krisna dorong pinggulnya hingga sepanjang batang Little Krisna terbenam dalam tubuh Adiba. "Aaaahh, Maasss ...." Krisna mengerang, "Aarhhh, Diba ... Huffhh, aduuh hangatnya kamu, sayang ...." Krisna terpejam sebentar merasakan hawa sejati kewanitaan yang dirindukannya. Sejenak ia menghayati rasa itu lalu Krisna mulai mengguncang pinggulnya dan Adiba ikut bersamanya. Memacu Adiba sambil meremas kedua buah dadanya membawa Krisna berada di wahana kesenangannya. Permainan berkendara kelas dewasa yang tidak banyak makan biaya, tetapi menguras tenaga. Dan ia sukaaa. Sampai kapan pun tidak akan bosan. Adiba mengimbangi nafsunya dengan pas selayaknya ia sudah berpengalaman melakukannya. "Mas ... aku mau keluar lagi, Mas ...." Dia terisak dan meratap mengungkapkan hal termanis yang didengar Krisna tanpa ia perlu bertanya. Krisna kecupi keningnya dan mengatakan pada Adiba dengan desahan. "Ya, Diba, keluarin aja. Mas tau kok." Ia percepat ayunan pinggulnya sehingga Adiba harus berpegangan kuat pada kedua lengan Krisna lalu tersedu-sedu meluapkan kebahagiannya. "Mas ... Uuh hubhu hu...." Krisna terenyuh oleh rengekan itu. Adiba pasrah di bawahnya. Tidak terlihat ketakutan, tidak terlihat tertekan. Dia seorang perempuan yang menemukan pelepasan segala beban. Krisna ciumi rahang Adiba, pelipisnya, cuping telinganya, mendampinginya turun dari puncak berahi. Setelah napas Adiba tenang, ia mencium bibir Adiba sekaligus berbisik tanya, "Mau lagi, Dek?" Kelopak mata Adiba merunduk tersipu dan pipinya merona lebih merah dari sebelumnya. Little Krisna masih terbenam di dalam sana dan kaki Adiba tertekuk di pinggulnya. Pinggul Adiba menggeliat perlahan. Krisna mendesah, "Ouh ... mau lagi rupanya ...." Krisna jadi tahu kenapa Adiba merasa malu pada awalnya. Karena sekali mulai, Adiba tahu kenikmatan itu akan datang beruntun dan menginginkannya lagi akan terasa sangat memalukan. Namun, mereka tidak bersalah karena mereka sekarang adalah sah suami istri. "Ohhh, Diba ...," erang Krisna yang terdongak merasakan gerakan remasan otot rahim istrinya. Pinggulnya jadi ikut menggeliat menyelaraskan irama. Ikuti naluri alami .... Begitu kata Krisna padanya. Adiba manut saja dengan apa yang dirasakannya. Ia menyukai semuanya. "Iya, Mas ... Ah, iya begitu ... Uhmmm ...." Krisna terpesona pada reaksi Adiba. Gila mah main sama janda. Aku kudu puasin dia, tekad Krisna. Ia mulai lagi genjotan keperkasaannya. Little Krisna yang sudah keenakan di dalam sana harus membentengi luapan muatannya kalau tidak ingin mengecewakan Adiba. Dia harus dibuat tepar biar Adiba tahu dia lelaki kuat. Tidak ada acara berdarah-darah di malam pertama mereka, tetapi mandi peluh di hawa pegunungan yang dingin membeku malam itu sangat memuaskan. Ia pepet Adiba dalam beragam posisi. Ia buat Adiba mencapai puncak belasan kali. Hingga menjelang subuh, ia mendekap Adiba dari belakang, ia mengecup kuat bahu istrinya itu seraya mengguyur muatan dalam rahimnya. "Hummhh, Diba ...." Hangat terasa berdenyut-denyut menenangkan Adiba yang terengah-engah nanar. Kepalanya pusing mabuk kepayang. "Selesai kah, Mas?" tanya Adiba lemas. "Iya, Dek. Mas sudah keluar," sahut Krisna yang merasa beruntung berada di belakang Adiba karena sepanjang malam itu pertama kalinya ia menyebut Adek pada partner ranjangnya dan ia balas dipanggil dengan sebutan Mas. "Oh, syukurlah ...," sahut Adiba, lalu napasnya yang terengah berangsur-angsur tenang, begitu juga liukan pundak yang mengikuti napasnya. Krisna memejamkan mata mulai mengantuk. Adiba juga mengantuk, tetapi sebentar lagi subuh. Ia punya kewajiban melaksanakan jadwal kegiatan hariannya di rumah itu. Adiba hendak bangun, akan tetapi tangan kekar yang mendekapnya menahannya cukup kuat. "Gak usah ke mana-mana!" gerutu Krisna karena sangat mengantuk. Suaranya lalu lebih lembut memohon. "Di sini saja, Diba. Ini pertama kalinya aku tidur dengan wanita yang bisa kusebut istriku. Rasanya sangat nyaman ...." Terasa embusan napas panjang Krisna di punggungnya lalu menjadi dengkuran halus yang sangat menenangkan. Napasnya hangat, sehangat dekapan dan perhatiannya selama ini. Adiba hanyut terkenang perasaan yang sama pernah dialaminya. Itu menjadi kenangan yang menyakitkan. Tidak ada gunanya menyesali yang telah lalu, Adiba. Ia mengingatkan diri. Kau membuka lembaran baru sekarang. Jadi, berbahagialah! Adiba pun terpejam dan tidur tenang dalam dekapan suami barunya. *** Ntar lanjut lagi. Judul cerita ini Impromptu Affair, ya ... So, bakalan banyak Affair ke depannya. ??? Stay Tune ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN