"Apa?! Kamu jangan bercanda Minami! Mana bisa mereka tinggal di sini? Rumah ini sudah cukup kecil untuk kita berdua, ditambah lagi mereka. Lihat! Mau melangkah saja sulit bukan main di rumah ini. Lagipula kenapa harus ada perabotan sebesar ini, sih?" Satya terlihat frustasi dengan suasana rumahnya yang penuh sesak.
"Pangeran Avalon tidak terbiasa tinggal di tempat sederhana. Jadi Sheeva menyihir beberapa perabot yang layak untuk Pangeran Avalon."
"Hah! Dia, kan Pangeran. Dia pasti kaya. Bisa nyewa hotel atau apartemen yang lebih layak. Bukan di sini!" Satya menyingkirkan tubuh pemuda kekar dari hadapannya dan berdiri menatap Minami.
"Mereka tidak punya uang dan Pangeran Avalon kehilangan sihirnya ketika memasuki dunia manusia."
"Oh, bagus! Ada penyihir tidak berguna rupanya. Dan Si Kekar ini? Apa gunanya? Suruh saja dia menyihir uang!"
"Kami tidak bisa Tuan. Sudah kami coba tapi selalu gagal. Mungkin karena di dunia kami, kami tidak mengenal apa itu uang."
Satya memandang Minami tak percaya. Lalu dia berbalik untuk melihat Pangeran tanpa sihir yang masih memegangi cangkir teh. Oh, yang benar saja! Apa dia menikahi cangkir itu? Dari tadi dia memegang cangkir seolah takut kehilangan belahan jiwanya.
Dan Si kekar ini, Sheeva. Apa keahliannya? Kalau tidak salah dia pematung, pemahat atau apalah. Dan mereka semua akan tinggal serumah dengannya? Oh, apa masih ada mimpi lanjutan yang lebih buruk lagi dari ini?
"Mereka boleh tinggal. Tapi aku tidak mau mengurusi teteek bengek mereka. Dan satu lagi," Satya menahan pekik girang Minami, "aku tidur di kamarku. Terserah kamu mau tidur di mana, Minami."
Satya memandang tajam pada Minami. Dia sebenarnya tidak rela Minami tidur dengan mereka tapi dia butuh kamarnya untuk berada di dunianya sendiri. Yang jauh dari pengaruh orang-orang yang dianggapnya aneh. Dan saat ini dia begitu lelah, dia butuh istirahat setelah berjalan seharian ke sana ke mari. Satya melihat senyum sinis Pangeran Avalon. Tapi dia memutuskan untuk mengabaikan artinya.
"Tuan ...," panggil Minami setelah mereka tinggal berdua di kamar. Satya melepas kemejanya dan menggantungnya di balik pintu.
"Aku lelah Minami. Aku mau mandi lalu tidur. Dua hari lagi aku masuk kerja."
"Oh!" Minami memekik kegirangan. Dia memeluk Satya dengan spontan.
"Akhirnya Tuan mendapat pekerjaan. Selamat!" Tanpa aba-aba Minami mencium bibir Satya dengan penuh napsu. Seperti biasa, Satya hanya bisa memejamkan mata dan tubuhnya kaku. Alangkah menyenangkannya jika dia bisa menggerakkan tangannya.
"Apakah ..., apakah selalu seperti ini, Minami?" tanya Satya setelah ciuman Minami berakhir dan dia sedikit linglung.
"Maksud Tuan?"
"Maksudku, apakah kamu selalu mencium seseorang hanya karena lapar? Tidak pernahkah kamu mencium karena ..., karena kamu begitu ingin mencium seseorang, seolah tanpa orang itu hidupmu hampa. Tanpa dirinya kamu bukanlah apa-apa. Ah, sudahlah. Kamu tidak akan mengerti hal itu. Mungkin aku terlalu lelah hari ini." Satya melangkah gontai ke kamar mandi. Meninggalkan Minami yang mematung sendirian.
'Tuan salah. Minami mengerti. Minami merasakan semua hal itu.'
Dan ketika malam itu mereka tidur bersisian, Satya merasakan tangan Minami di atas tubuhnya. Kepala Minami bergerak-gerak mendekati bahu Satya. Satya tahu apa yang diinginkan. Dia mengangkat tangannya dan membiarkan tubuh Minami masuk ke dadanya.
"Kamu menciumku. Dan aku tidak bisa bergerak. Tak bisakah itu diubah?"
"Sayangnya tidak," jawab Minami lemah.
Lalu mereka pun tidur dengan berpelukan.
=*=
"Selamat pagi, Tuan! Sarapan sudah siap. Cepat mandi lalu kita sarapan." Minami mendorong Satya yang baru bangun tidur ke kamar mandi.
Sekilas dia melihat perubahan dekorasi pada ruangannya. Tempat tidur dan sofa mewah sudah menghilang. Berganti meja makan kayu yang berukir indah. Di atasnya sarapan dengan menu beraneka ragam sudah tersaji. Sheeva sedang sibuk mengiris sesuatu di atas piring di hadapannya. Dan Pangeran Avalon tetap sama. Memegang cangkir teh dan menghirup aromanya? Yang benar saja!
Satya menggelengkan kepala. Hari ini dia harus memastikan sampai kapan orang-orang aneh ini akan numpang di rumahnya. Kemarin dia terlalu lelah untuk berdebat dan bertanya macam-macam.
"Minami suka aroma Tuan sehabis mandi!" kata Minami sambil berjinjit dan mengecup leher Satya tanpa canggung. Membuat Satya salah tingkah di hadapan Avalon dan Sheeva. Tapi Avalon terlalu sibuk dengan cangkir tehnya dan Sheeva yang tampak frustasi dengan pisau di piringnya. Apa, sih yang dia potong?
"Apa kamu tidak pernah makan bakso sebelumnya?" tanya Satya pada Sheeva.
"Ditusuk bukan diiris. Lagipula itu pisau roti. Dan Minami, bukankah pernah kuberi tahu kalau bikin mi goreng baksonya diiris-iris dulu bukan satu bulatan utuh kamu sajikan," kata Satya sambil mengambil seiris roti dan mengolesinya dengan selai kacang coklat.
"Maaf Tuan. Minami lupa. Ini kopi hitam Tuan. Tanpa gula seperti biasa. Diaduk 33x dan diseduh dengan suhu 90 derajat."
Minami duduk di samping Satya dan memandangi hidangan di atas meja. Membuat sarapan sebanyak ini sudah mengambil separuh sihirnya. Dia harus berbaik-baik dengan Satya untuk mendapatkan ciuman. Apalagi setelah kejadian tadi malam, Minami harus memastikan mood Satya benar-benar baik.
"O, ya ada keperluan apa kalian datang ke dunia manusia. Apa kalian dibuang juga oleh penguasa kalian? Tapi kalau tidak salah, kamu, kan pangeran, ya? Masa dibuang juga sama bapakmu?" Satya mengambil roti kedua dan mengolesinya dengan butter lalu mengambil keju cair untuk topping-nya.
"Hati-hati jika bicara dengan Pangeran!" Sheeva meletakkan garpunya dan bersusah payah menelan mi goreng di mulutnya yang penuh.
"Sudahlah Sheeva. Tahan emosimu. Biar aku yang jawab." Avalon meletakkan cangkir tehnya dan memandang lurus pada Satya.
"Negeriku diserang. Penyihir gelap berkomplot dan mereka menyerang istana. Pertahanan kami hampir roboh. Tapi kami berhasil menyelamatkan istana dan memukul mundur mereka. Banyak dari kami tewas dan terluka. Termasuk aku. Walaupun mereka bisa dipukul mundur, tapi mereka pasti akan kembali lagi. Apa lagi pemimpin mereka bersekongkol dengan makhluk-makhluk kegelapan dan menghirup darah mereka untuk kekuatan. Karena itulah sebagai putra mahkota, aku diutus istana untuk mengumpulkan penyihir-penyihir dengan kemampuan unik untuk melawan mereka."
Satya memandangi Avalon dengan penuh perhatian. Sepertinya dia jujur.
"Kalian sudah menemukan penyihir itu? Dan berhentilah minum teh terus. Apa kamu tidak lapar?" Satya mulai risih dengan kebiasaan Avalon dan cangkir tehnya.
"Ini bukan teh biasa. Ini obat untuk mengobati lukaku karena sihir jahat. Jika lukaku sembuh aku bisa menyihir lagi. Dan makananku cahaya. Mataharimu sangat kuat untuk membuatku kenyang."
"Apa?! Jadi untuk apa kamu menyediakan sarapan sebanyak ini?" tanya Satya kepada Minami yang memandangnya salah tingkah.
"Mmm, anu ... ini karena dia Pangeran dan di istana pasti banyak makanan. Minami lupa kalau dia Pangeran Cahaya."
Satya memutar bola matanya. Dia menghirup kopinya untuk meredakan kesal. Minami pasti menggunakan sihir berlebihan untuk menyediakan hidangan ini. Itu artinya akan ada lebih dari satu ciuman hari ini.
"Dan siapa penyihir beruntung yang akan kamu bawa pulang?" tanya Satya sambil meletakkan cangkir kopinya. Perutnya belum kenyang. Semalam dia tidur tanpa makan. Satya pun mengambil semangkuk bubur ayam di antara hidangan di atas meja.
"Dia ada di sebelahmu," jawab Avalon kalem.
Satya tersedak. 'Apa?! Minami? Penyihir ceroboh dan mesuum ini?'
Dia memandang Minami yang sedang menatapnya tak percaya.©