Hidup berdampingan dengan Alex ternyata bisa menenangkan hati dan pikiran Viola. Sikap Alex yang lemah lembut telah mengubah dunia Viola yang selama ini introvert, sudah mulai banyak bicara meskipun hanya dengan pria itu saja.
Selama Viola tinggal di apartemen, Alex tidak ikut tinggal di sana. Ia tidak ingin Viola merasa canggung tinggal berdua dengannya di apartmen. Tapi, meskipun tidak tinggal disana, Alex tetap mengunjungi Viola ke apartemen dan pulang sebelum malam menyapa.
Rasanya itu sudah cukup bagi mereka untuk bersama, belajar hidup berdampingan sebagai sepasang suami istri. Meskipun belum ada cerita pasti dari Alex apakah akan serius dengan pernikahan ini, atau tidak.
Viola berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan umum, ia sama sekali tidak ingin di antar jemput oleh Alex. Karena Viola masih segan dengan suaminya sendiri.
Bukannya apa, meskipun sudah menikah tetap saja Alex adalah orang asing, yang menikahinya demi memenuhi keinginan terakhir sang ayah. Dan statusnya sebagai istri Alex belum bisa meyakinkan Viola untuk menerima seluruh bantuan pria itu. Apalagi berharap menjadi istri secara utuh.
***
Tidak ada yang berubah di hari-hari Viola, semuanya berjalan seperti biasa. Lain Viola lain pula Alex. Sebelum masuk kelas, Alex akan menunggu Viola di dekat gerbang. Tentunya dalam jarak aman agar gadis itu tidak bisa melihat keberadaanya. Jika Alex tidak ada kelas, ia tetap datang ke kampus hanya untuk memastikan istrinya baik-baik saja.
Seperti hari ini Alex tidak ada kelas, sehingga ia hanya mengawasi Viola saja sebentar. Setelah melihat Viola masuk ke dalam gerbang kampus dengan selamat, Alex akan melanjutkan perjalanannya ke kantor. Melihat apakah ada rapat atau urusan penting yang tidak bisa diwakilkan.
Pekerjannya sampingannya sebagai seorang dosen demi menghalau rasa patah hati, ternyata menguras waktu dan energi. Terlebih lagi semenjak menikah dengan Viola, ada banyak yang harus dikerjakan. Seperti mengawasi istrinya itu dari kejauhan.
Dan karena kesibukan yang telah meningkat itu, tanpa terasa rumah tangga mereka sudah memasuki usia dua minggu. Berkat Alex yang selalu membela nya, Viola mulai memiliki rasa percaya diri karena mahasiswa yang lain juga sudah mulai berkurang untuk membullynya. Walaupun Viola tetap di bully saat Alex tidak ada di kampus. Tapi cukup untuk membuatnya merasa nyaman.
***
Cuaca hari ini tampaknya tidak bersahabat bagi Viola, hujan deras yang turun dari awal kelas dimulai hingga jam pulang kampus, membuat ia masih tertahan di sana. Sialnya lagi, ia lupa membawa dompet dan ponsel karena tadi pagi ia bangun kesiangan. Tadi pagi Viola langsung berangkat ke kampus tanpa mengecek kembali barang bawaannya. Beruntung ada uang yang menyelip di tas untuk membayar ojek pengkolan yang ditumpangi tadi pagi.
Viola menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Ia menatap langit yang tampaknya masih ingin menurunkan hujan. Gadis itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jam yang cukup mewah yang dibelikan oleh Alex dua hari yang lalu. Pria itu sungguh pandai dalam memperlakukan seorang gadis. Sungguh beruntung gadis yang akan menjadi pendampingnya kelak.
Lagi-lagi ia menarik nafas dalam-dalam, karena jam sudah menunjuk pukul empat sore. Itu artinya, satu jam lagi Alex akan menemuinya di apartemen. Viola juga mulai merasa takut sendirian di sana, karena para mahasiswa yang lain sudah kembali kerumah masing-masing. Yang tertinggal hanya mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Itupun tak seberapa.
Viola juga mengutuk dirinya sendiri, yang lupa membawa dompet dan ponsel. Dengan begitu, lengkap sudah derita yang ia alami. Mau menumpang, mana ada mahasiswa yang mau dekat-dekat dengannya
Setengah jam berlalu, hujan masih tetap turun dengan sangat lebat. Viola memutuskan untuk pulang berjalan kaki ke apartemen, ia mengabaikan hujan yang membasahi tubuhnya. Viola tidak ingin saat Alex mengunjunginya, ia tidak berada di rumah. Dengan bobot tubuhnya yang berat , Viola sangat kesulitan berlari dan ia juga sesekali berhenti untuk mengambil nafas. Sepertinya setelah ini ia harus sering berolahraga.
Jarak apartemen yang lumayan jauh, di tempuh Viola selama empat puluh lima menit dengan cara berlari. Ia sampai di apartemen dengan tubuh yang sudah basah kuyup. Begitu Viola masuk kedalam apartemen, ia sedikit lega karena Alex belum datang. Gadis itu langsung masuk ke dalam kamar untuk mandi air hangat. Ia tidak ingin hujan membuatnya sakit dan kemudian menyusahkan Alex untuk yang kesekian kalinya.
Selesai mandi dan berpakaian Viola keluar dari kamar, bertepatan dengan Alex yang ingin mengetuk pintu kamar yang ia tempati.
"Bapak sudah dari tadi?" Viola mengerjapkan matanya berkali-kali melihat tangan Alex yang masih menggantung di udara.
"Belum terlalu lama," Alex menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ayo makan! Aku membawakan sesuatu untuk mu. Aku harap kamu suka." Alex mengulurkan tangannya kepada Viola.
Viola menggigit bibir bawahnya dan mengangguk pelan, sebelum ia melangkah terlebih dahulu meninggalkan Alex dengan posisi tangan yang masih terangkat. Sebenarnya Viola Sangat ingin menerima tangan Alex, tapi ia tidak melakukannya. Karena ia takut rasa aneh yang sedang tumbuh di hati,semakin besar dan dalam. Ia juga harus tahu batasannya dengan Alex. Meskipun mereka suami istri, tetap saja mereka asing satu sama lain.
***
Alex menggelengkan kepalanya, untuk kesekian kalinya Viola menolak dirinya. Dan tanpa diketahui oleh Viola, dirinya adalah wanita pertama yang tidak luluh dengan perhatian yang Alex berikan.
Sehingga Alex semakin yakin untuk menjadikan Viola istri seutuhnya. Tentu saja setelah menimbang apa yang selama ini terjadi dengan pernikahan mereka berdua.
. Alex merasa Viola adalah gadis yang sangat spesial. Walaupun Viola tidak cantik seperti wanita yang ada disekitarnya, tapi ia adalah wanita yang selalu membuatnya merasa nyaman dan tenang.
"Duduklah!" Alex menarik satu buah kursi yang ada ada di ruang makan kecil, di dekat dapur apartment. Ruang makan dengan satu meja dan dua buah kursi.
"Terimakasih, Pak!" Viola pun duduk dan meraih air putih yang ada ada dihadapan, dan meneguk air tersebut hingga setengah gelas.
"Aku tidak tahu makanan apa yang kamu sukai. Jadi aku membelikan bakso dan pecel ayam untuk kita berdua." Alex pun tersenyum kepada Viola.
Sungguh tampan pria yang satu ini.
"Sekali lagi terimakasih, Pak!"
"Kamu tidak perlu berterima kasih, itu sudah menjadi tanggung jawabku," ucap Alex dengan nada kecewa.
Bagaimana mungkin istrinya bisa berterima kasih atas perhatian yang Ia berikan?
Namun, Alex berusaha untuk memahaminya.. Ia tahu Viola tidak seperti gadis lain yang rela melakukan apa saja demi mendekati dirinya. Apalagi saat tahu identitasnya yang asli. Bisa dipastikan wanita itu mau diajak ke kamar dan membuka kedua pahanya. Dan Alex pernah mencoba hal gila tersebut. Beruntung saja ia bisa berhenti sebelum benar-benar masuk.
Berusaha melupakan rasa canggung, akhirnya, mereka berdua makan dalam diam. Tidak ada yang membuka suara di antara mereka berdua. Alex sibuk memikirkan cara bagaimana agar ia bisa meluluhkan hati Viola. Viola juga sibuk memikirkan bagaimana caranya ia bisa mengubur rasa yang ada. Semua perhatian yang diberikan oleh Alex membuat rasa cinta itu tumbuh perlahan tanpa mampu ia kendalikan.
Seperti biasa, Alex akan pulang sebelum langit berubah menjadi gelap. Dan meninggalkan Viola sendirian di apartemennya. Sebenarnya Alex tidak ingin tinggal berjauhan dari Viola, tapi ia tidak ingin gadis itu semakin canggung jika iku tinggal di apartemen.
Apalagi apartemen tersebut hanya memiliki satu kamar tidur. Alex juga tidak ingin keluarganya tau kalau ia sudah menikah dengan mahasiswinya sendiri. Alex ingin membuka pernikahannya, saat Viola sudah siap dan sudah mencintai dirinya.
Sungguh sangat lucu jika Alex membuka pernikahannya, tapi Viola malah tidak suka dengan tali pernikahan yang mengikat mereka berdua.
***
Pagi ini, Alex kembali memberi materi di kelas Viola sekaligus untuk menentukan struktur organisasi di dalam kelas yang ia pegang. Alex datang ke kampus saat jam pelajaran sudah dimulai. Ia langsung masuk ke dalam kelas, untuk memulai pekerjaan sekaligus melihat istrinya. Tadi malam perasaan Alex mendadak tidak enak, sehingga ia susah untuk tidur dan bangun kesiangan.
Perasaan cemas langsung menyergap hati Alex saat ia tidak melihat keberadaan Viola di sana. Ia mencoba bersikap seperti dosen yang lain, walaupun sebenarnya ia ingin pulang ke apartemen untuk melihat keadaan istrinya itu.
Melihat Alex masuk ke dalam kelas, Nuri langsung merapikan penampilannya agar Alex terpikat olehnya. Nuri juga sedikit menaikkan rok yang ia kenakan agar paha mulusnya semakin terlihat dengan sangat jelas. Alex yang tidak sengaja melihat kelakuan Nuri hanya menggelengkan kepala dan mencoba fokus dalam menjelaskan materi pembelajaran.
Melihat Alex yang tidak menghiraukan dirinya, Nuri mencoba cara lain untuk mendekati dosen tampannya itu. Dalam hitungan detik, Nuri mendapatkan ide yang sangat konyol yang bisa merugikan dirinya sendiri. Ia langsung mengirimkan pesan kepada seluruh teman-temannya yang ada di dalam kelas. Ia meminta seluruh mahasiswa yang ada ada di dalam kelas tersebut, segera meninggalkan kelas saat Alex selesai dengan jamnya.
Nuri tersenyum lebar saat mendapat persetujuan dari teman-temannya yang lain. Sehingga Nuri bisa langsung melancarkan aksinya untuk mendapatkan Alex. Sungguh mahasiswa yang kompak ketika Nuri menawarkan makan siang gratis.
Tiga jam berlalu akhirnya Alex bisa bernafas dengan lega. Saat seluruh jamnya telah terpakai secara keseluruhan. Cepat, segera mengemasi barang-barangnya dan langsung pulang ke apartemen. Ia akan meminta dosen lain untuk menggantikan posisinya mengajar di kelas lain. Karena tidak mungkin rasanya memberikan materi pelajaran dalam keadaan gelisah dan rasa khawatir yang amat besar.
Saat Alex ingin keluar, Nuri langsung berdiri di hadapan Alex dan mengukir senyum di bibir manisnya. Alex kembali duduk, dan menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ingin rasanya memaki, tapi ia tidak ingin citranya sebagai dosen yang ramah tercoreng karena mahasiswi sok populer seperti Nuri.
"Ada apa, Nuri? Bapak sedang terburu-buru!" Alex mendengus kesal kepada siswi yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.
"Aku ingin menanyakan sesuatu kepada, Bapak. Aku sangat berharap Bapak menerima dan menjawab dengan jujur." Nuri berucap dengan nada manja kepada Alex.
"Katakan! Saya beri kamu waktu lima menit." Jawab Alex singkat.
Karen sedikit membungkuk, "Aku jatuh cinta kepadamu, Pak. Aku mohon, terimalah cintaku." Dengan lancang Nuri berbisik tepat di telinga Alex.
Alex menelan salivanya dengan susah payah menahan godaan Nuri kepada dirinya. Gadis itu juga telah membuka satu kancing bagian atas seragam yang ia gunakan. Sehingga Alex bisa melihat dengan jelas kedalam kemeja merah muda yang dikenakannya. Sungguh liar, seorang mahasiswi memamerkan belahan dadanya kepada dosen sendiri.
Atau lebih tepatnya tidak memiliki harga diri, mengobral tubuhnya pada pria yang baru ia kenali.
Alex menutup kedua matanya, "Bersikaplah dengan sopan, Nuri! Atau saya akan melaporkan ini kepada pihak kampus." Ketusnya.
"Aku tidak peduli, Pak. Aku terlanjur jatuh cinta kepadamu. Aku tergila-gila kepadamu ... Aku tidak peduli jika Bapak melaporkan ini kepada pihak kampus termasuk papi. Aku tidak peduli, sekalipun aku dikeluarkan dari kampus ini. Yang pasti, aku tidak akan berhenti mengejar Bapak, sampai aku mendapatkan hati Bapak." Nuri mendekatkan wajahnya kepada Alex untuk mencium bibir yang selalu membuatnya tergoda.
Sungguh sudah lama ia menanti momentum ini untuk menikmati keintiman dengan Alex. Nuri juga bersumpah, jika Alex ingin mengajaknya ke sebuah kamar ia akan menerima dengan senang hati. Sudah sangat lama ia tidak merasakan seorang pria masuk ke dalam tubuhnya.
Hal yang sudah biasa ia lakukan dengan kekasihnya di waktu sekolah menengah atas dulu. Tapi sayangnya kini ia dan kekasihnya sudah berpisah karena terpisah jarak yang sangat jauh. Sehingga Nuri terpaksa mengakhiri hubungan mereka saat pertama kali melihat Alex. Pria tampan dengan tubuh tinggi berotot
Nuri langsung membayangkan betapa besar dan kokohnya Alex di bawah sana.
Ia selalu saja merasa b*******h setiap kali melihat Alex di bawah sana.
Saat Nuri mendekat, Alex bangkit dan langsung mendorong tubuh gadis itu. "Saya akan memberikanmu satu kesempatan lagi, Nuri. Jadi, pergunakanlah dengan sangat baik!" ketusnya sebelum Alex sebelum meninggalkan Nuri yang terpana.
Melihat Alex yang mampu menolak rayuannya. Nuri menghentakkan kakinya, sebelum ia keluar mengejar Alex yang telah sampai diambang pintu kelas..
Alex sedikit berlari menuju ke parkiran dan dan mengabaikan Nuri yang memanggil namanya. Ia tidak ingin Nuri menghalangi langkahnya lagi. Karena ia ingin cepat-cepat untuk melihat keadaan Viola di apartemen.
Begitu ia sampai di dalam mobil, Alex langsung keluar dari gerbang kampus dan segera menginjak pedal gas. Tidak peduli dengan tatapan sinis dari orang-orang yang melintas di jalan raya.
Cukup lama, akhirnya Alex sampai di apartemen, cepat Ia langsung masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu kamar tersebut. Nuri yang baru selesai mandi terkejut melihat Alex yang berada di dalam kamarnya.
"Kamu kenapa tidak masuk, Vio?" Alex mendekati Viola dan menatap langsung ke dalam mata gadis itu.
Mata Viola mengerjap beberapa kali sebelum berkata, "Aku tidak apa-apa, Pak! Aku hanya sedikit demam makanya nggak masuk dulu. Takut kenapa-kenapa nanti di kampus"
Viola beranjak dan meninggalkan Alex. Beringsut naik ke atas ranjang dan kembali mengistirahatkan tubuhnya yang masih terasa lemas.
"Kamu sakit?" Alex langsung mendekati Viola dan menyentuh dahi dengan punggung tangannya. Alex meringis saat merasakan suhu tubuh Viola yang sangat panas. "Kita ke dokter ya, Vio! Suhu tubuhmu sangat panas."
"Tidak usah, Pak. Aku barusan sudah makan dan minum obat. Di bawa tidur pasti langsung sehat." Viola menolak dan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya hingga ke pucuk kepala.
Alex lagi-lagi pasrah atas penolakan dari Viola. Ia memutuskan untuk membelikan obat untuk Viola di apotik dan membuatkan sup ayam untuk gadis itu. Daripada membujuk untuk pergi ke rumah sakit yang sudah diyakini tidak akan pernah ada jawaban.
Sibuk memasak, Alex tidak menyadari jika hari sudah beranjak sore. Begitu masakannya selesai, ia langsung membawa masuk ke dalam kamar agar Viola bisa makan dan minum obat yang telah ia beli di apotik.
Seperti biasanya, Viola menolak perhatian Alex. Apalagi saat Alex ingin menyuapinya makan. Lagi-lagi Alex pasrah karena tidak ingin ribut dalam kondisi seperti ini. Sehingga ia membiarkan Viola untuk makan sendiri.
Selesai makan dan minum obat, Viola kembali tidur. Sedangkan Alex kembali keluar dan membereskan bekas makan Viola, serta sedikit merapikan apartemen.
Setelah selesai, Alex berbaring di atas sofa untuk mengecek pekerjaan yang dikirimkan oleh Rendi, kakaknya lewat email. Alex memeriksa satu persatu pekerjaan kantor yang masuk, hingga ia tidak menyadari malam mulai menjelang.
Brakkkk!!
Suara jendela yang tertutup oleh angin mengejutkan Alex yang sedang berbaring di atas sofa. Ia langsung bangkit dan menutup pintu jendela. Pintu jendela tertutup bertepatan dengan suara petir yang menggelegar. Segera Alex langsung berlari ke dalam kamar untuk memeriksa keadaan Viola. Di dalam kamar, Viola duduk sambil memeluk lututnya sendiri. Bibir gadis itu semakin pucat dan bergetar.
"Viola, kamu tidak apa-apa?" Alex duduk di tepi ranjang dan mengusap pipi Viola.
Viola menggeleng, "Aku takut petir, Pak," jawabannya singkat.
Alex meraih tubuh Viola dan memeluknya dengan sangat erat. "Kamu jangan takut, ada Aku disini."
Viola memejamkan kedua matanya. Ia merasa nyaman berada di dalam pelukan Alex. "Maafkan Viola, Pak!" lirihnya.
"Kamu jangan minta maaf terus, Vio, lebaran masih jauh." Alex menangkup kedua pipi Viola, "kamu istriku, tanggung jawab ku. Kamu segalanya bagiku. Jadi mulai sekarang, kamu harus terbiasa hidup di sisiku."
Alex mendekatkan wajahnya kepada Viola. Entah perasaan apa yang merasuki Alex, ia langsung menempelkan bibirnya pada bibir Viola. Mengambil kesempatan dalam kesempitan yang tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya
Untuk beberapa detik Alex tidak melakukan apa-apa. Karena Viola juga diam, ia tidak menolak maupun membalas pagutan dan sesapan Alex.
Hanyut dalam rasa yang aneh, Viola menutup kedua matanya dan merasakan bibir basah Alex yang menempel di bibirnya. Sadar Viola menutup kedua matanya, Alex mulai membuka mulut untuk menyesap bibir ranum gadis itu yang telah menariknya untuk menikmati bibir tersebut.
Semakin lama Alex semakin terhanyut dan menginginkan hal lebih dari Viola. Tangan Alex mulia menelusuri tubuh Viola untuk mencari titik sensitif istrinya itu.
Viola yang belum pernah disentuh oleh pria manapun, terkejut saat tangan Alex meraba punggungnya untuk melepaskan sesuatu di belakang sana. Seketika Viola meneguk salivanya dengan susah payah, karena Alex kini telah berpindah, menyembunyikan wajahnya di dalam ceruk leher Viola. Dengan perlahan, Alex menuntun tangan Viola untuk membuka kancing dari kemeja yang ia kenakan.
Tangan Viola bergetar, naluri wanita yang ada di dalam dirinya menuntut untuk menuruti keinginan Alex. Perlahan, tubuh bagian atas mereka berdua kini telah sama-sama polos tanpa disadari Viola tentunya. Entah kapan Alex telah membuka piyama dan bra yang ia kenakan.
Alex yang mulai tersulut, menatap sayu kepada istri sekaligus mahasiswi, yang telah ia nikahi dua minggu yang lalu. Ia juga sadar gadis itu belum mencintainya. Tapi hari ini, Alex ingin egois. Ia ingin menjadikan Viola istri secara utuh. Meskipun harus sedikit memaksa nantinya.
Alex yang sudah mulai memagut kedua belah bibirnya Viola, kembali melepaskan. Seiring dengan menghentikan usapan halus di punggungnya.
"Vio, aku ingin meminta hakku malam ini." Alex berbisik sambil mengusap gundukan kenyal yang sudah polos tanpa penutup itu. Ia juga memilin ujungnya yang mulai mengeras. Ujung gundukan yang masih merah muda itu, sangat menggoda dan melecut hasrat.
Ingin rasanya Alex menikmati dan menyesapnya hingga puas. Tapi sayangnya ia tidak bisa terlalu memaksa.
Viola menutup kedua matanya. Sentuhan lembut Alex pada tubuhnya membuat tubuhnya panas. Apa lagi Alex kini sedang bersembunyi di dalam ceruk leher Viola, sambil memainkan kedua gundukan kenyal miliknya.
Tidak ada jawaban 'iya' ataupun 'tidak' dari mulut Viola. Gadis itu hanya diam mencoba menahan desahan yang bisa keluar kapan saja dari mulutnya. Tubuhnya terasa dialiri listrik dengan tegangan tinggi, karena ini adalah kali pertama ia merasakan sentuhan yang dilakukan Alex.
Karena tidak ada jawaban dari Viola, Alex kembali menyesap bibirnya dan menuntun untuknya membaringkan tubuh gadis itu di atas ranjang. Dalam satu kali tarikan, Alex membuka celana yang digunakan oleh Viola. Membuat tubuh Viola polos dalam hitungan detik.
Tanpa menunggu persetujuan dari Viola, Alex menindih tubuhnya dan mencium seluruh tubuh yang tak lagi ada penutup tersebut. Lagi-lagi Viola hanya diam dan menikmati permainan Alex.
Tidak mendapatkan penolakan, Alex semakin menjadi-jadi. Keinginannya untuk menyesap salah satu ujung d**a Viola terpenuhi. Dengan sangat hati-hati, ia menyesap, mengulum dan memilin dengan lidahnya. Membuat Viola merasakan hal aneh yang berputar di perutnya.
Terlalu hanyut dalam kenikmatan, Viola tidak menyadari kalau Alex sudah sama polosnya dengan dirinya. "Apa kamu sudah siap, Vio?" tanya Alex kepada Viola sambil menggesekkan miliknya yang telah mengeras pada istrinya itu di bawah sana.
Mata Viola membesar merasakan sesuatu yang keras dan besar menggelitik di bawah sana. Kesadaran Viola kembali, ia langsung melihat ke bagian bawah tumbuhnya dan melihat Alex yang telah mengeras, siap memasuki dirinya yang telah basah oleh cairan bening.
Kepala Viola menggeleng pelan saat Alex berhenti tepat di pintu masuk. Sekali maju, maka sempurna sudah mereka sebagai sepasang suami istri.
"Aku belum siap, Pak. Jika belum ada cinta di antara kita. Aku ingin menyerahkannya kepada suami yang aku cintai dan mencintaiku." Viola terisak, takut Alex tiba-tiba menghentak dan masuk Sungguh ia sudah diujung tanduk saat ini.
Alex menundukkan kepalanya, ucapan Viola berhasil meremas hati dan jantungnya secara bersamaan.
Dari ucapan Viola, Alex menangkap, gadis itu tidak mencintainya. Perlahan Alex beringsut turun dari tubuh gadis, "Maaf." Ucapnya singkat.
Sebelum turun dari ranjang Alex meraih selimut dan menutupi tubuh polos Viola yang masih berbaring. Baru ia bangkit dan mengenakan pakaiannya kembali dan keluar dari kamar tanpa mengucapkan satu katapun.
Viola terpaku melihat Alex yang hilang di balik pintu. Hatinya begitu sakit melihat Alex pergi begitu saja setelah apa yang di lakukan kepadanya.
Viola berpikir, Alex tidak mencintainya sehingga pria itu batal meminta hak kepada dirinya. Perlahan Viola mulai menangis dan memeluk tubuhnya sendiri. Kalau Alex benar cinta, pasti Ia akan lanjut dan menyatakan cinta itu. Tapi apa? Alex malah berhenti dan pergi. Lalu untuk apa pria itu menyentuhnya? Apakah hanya untuk menyalurkan hasrat semata?
'Apakah aku tak pantas mendapatkan cinta yang tulus dari mu, Pak?' teriak Viola di dalam batin.'
Di luar, Alex bisa mendengar suara Viola yang sedang menangis. Hatinya semakin sakit, seakan hati dan jantungnya di iris kecil dalam waktu yang bersamaan. Alex juga mengutuk dirinya yang ingin merenggut harga diri Viola tanpa ada rasa cinta untuknya. Alex yang marah pada dirinya sendiri memilih keluar dari Apartemen dan meninggalkan Viola sendirian di sana.
Alex tidak ingin Viola takut padanya, sehingga pulang tanpa pamit terlebih dahulu. Ia akan memberikan Viola waktu untuk menenangkan diri terlebih dahulu sampai siap untuk bertemu dengannya.