Malam Pertama?
Semenjak kejadian hari itu, hubungan Viola dan Alex semakin canggung. Mereka bertegur sapa hanya di kampus saja itupun hanya sebatas dosen dan mahasiswa dalam artian yang sesungguhnya.
Dan Alex pun sudah tidak pernah lagi mengunjungi Viola ke apartemen. Untuk makanan, dan uang saku Viola, Alex menitipkannya kepada ojek online. Alex sengaja melakukan itu semua agar Viola tidak takut kepadanya. Padahal, di apartemen sana Viola sangat merindukan sosok Alex. Sudah sangat lama sekali pria itu tidak lagi pernah pulang.
Tidak pernah lagi memujinya, ketika menyajikan teh hijau kesukaan Alex. Terkadang ia juga meminta Alex untuk memberi tahu apa pertanyaan kuis esok hari, yang akan dibalas Alex dengan kekehan. Beriringan dengan jentikan halus di dagunya.
Sama seperti hari yang lalu, hari in Viola juga dosen tampan sekaligus suaminya itu. Sudah dua hari Viola tidak melihat Alex, padahal pria itu ada jadwal mengajar di kelasnya.
Ke kampus pun tidak ada. Ke apartemen pun hampir satu minggu tidak datang. Kemana dia?
Alex yang tidak datang, untuk sementara waktu digantikan oleh dosen pengganti. Katanya Alex ada pendidikan di luar kampus untuk beberapa hari, atau bisa berminggu-minggu. Mengingat pekerjaannya di perusahaan sudah terbengkalai, maka dari itu ia harus izin sejenak dari kesibukannya mengajar.
Namun, selain sibuk dengan segudang pekerjaan yang nyaris tidak tersentuh, Alex juga lupa memberi kabar kepada Viola. Sehingga membuat Viola semakin khawatir dengan keadaan suaminya itu. Bahkan kini Viola berpikir yang tidak-tidak, karena Alex tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Nyaris satu minggu Alex menghilang, membuat Nuri kembali berulah dan mengganggu Viola. Gadis itu kembali mem-bully Viola dengan kata-kata yang tidak pantas. Mumpung sang dosen yang selalu membela tidak ada, sehingga cocok untuk melampiaskan sakit hatinya selama ini.
Sudahlah gerakannya dibatasi, Nuri juga harus menyaksikan bagaimana Alex memberikan perhatiannya terhadap Viola. Sehingga beberapa mahasiswa mencemoohnya, yang ditolak Alex hari itu.
"Ha … Cupu!"
Nuri menepuk bahu Viola yang sedang memakan bekal yang ia bawa dari rumah.
Viola hanya diam, dan meneruskan makan siangnya tanpa mempedulikan Nuri yang berada di sampingnya. Kalau diladeni, masalah akan semakin panjang dan tak akan pernah berujung.
"Ah, ternyata sekarang ini kamu bukan hanya buruk rupa, tapi tuli juga." Nuri melipat kedua tangannya diatas d**a, dan lanjut berkata, "Kamu sudah berani mengabaikan aku itik buruk rupa?"
Viola akhirnya menghentikan acara makannya, dan kembali menutup kembali kotak makan siang yang baru beberapa suapan dinikmati.
"Maafkan aku, Nuri. Tapi setiap kata yang kamu ucapkan sudah tidak mampu mematahkan kepercayaan diriku. Aku tidak ingin lagi itu terjadi, jadi lebih baik aku tuli ketika kamu berbicara," balas Viola, seraya memasukkan kembali kotak makan siangnya ke dalam tas dan meninggalkan Nuri yang sudah memasang wajah kesal.
"Guys, kita harus memberikan pelajaran kepada mahasiswi cupu itu!" ujar Nuri kesal kepada beberapa orang temannya yang ada di kelas tersebut.
Ia juga bertolak pinggang dan menyunggingkan senyum kemenangan di bibirnya. Teman-teman satu geng dengan Nuri, terlihat melakukan hal yang sama. Seakan telah tersinkron dengan baik, beberapa orang mahasiswa tersebut sudah menyusun beberapa rencana untuk mengerjai Viola.
"Nuri, sebaiknya kita beri dia pelajaran saat pulang kampung. Agar kita bebas mengerjai si Cupu itu. Karena sudah terlalu lama kita tidak melakukannya. Semenjak pak Alex mengajar di sini, kita sudah tidak bisa mengganggu dia." Yuna, teman dekat Nuri menyenggol lengannya, sebelum berucap, "Eh, ngomongin pak Alex dia kemana, ya? Kok nggak pernah kelihatan."
"Aku nggak tahu, Yuna. Kata papi, pak Alex izin selama dua minggu kedepan." Nuri mendaratkan bokongnya di atas meja, "Kamu tahu, sekarang aku sangat merindukan dia. Sangat-sangat rindu."
"Kamu jatuh cinta kepada pak Alex, Nur?"
"Iyalah, Yuna … siapa sih yang nggak bakal jatuh cinta kepada dosen setampan itu. Tubuhnya tinggi berotot pula. Dadanya yang bidang pastinya sangat nyaman untuk dijadikan tempat untuk bersandar. Seraya memeluk dan .... pokoknya aku jatuh cinta kepadanya. Dia sosok pria yang sangat istimewa. Aku sudah pernah menggodanya, tapi dia sama sekali tidak tergoda dengan rayuanku, dan membuat aku semakin penasaran serta semangat untuk mendekati dirinya." Nuri menggigit bibir bawahnya dan langsung membayangkan ia tidur didalam pelukan Alex.
"Nur. Nuri, kamu melamun?" melihat Nuri yang terpana seperti orang yang salah minum obat, Yuna segera mengguncang tubuh sahabatnya itu.
"Apa sih, Yuna. Ganggu aja tau, nggak?" gerutu Nuri mencebikkan bibirnya.
"Kamu mikirin apa, sih? Sampai melamun seperti itu."
"Aku sedang membayangkan tidur di dalam pelukan pak Alex, dan bercinta dengannya satu malam penuh. Aku tidak peduli, dia mencintaiku atau tidak. Yang penting aku bisa tidur dan menikmati tubuhnya," tutur Nuri santai. Seolah tidur dengan seorang pria bukanlah masalah besar.
"Kamu gila!" gerutu Yuna sambil memukul dahi Nuri.
"Aku tidak gila, Yuna. Tapi aku tergila-gila kepada pak Alex. Ah, andai saja, kemarin itu dia mau menyentuhku. Pasti akan aku layani dia dengan sepenuh hati, hingga puncak surga dunia." Nuri menangkup pipinya sendiri, dan membayangkan bercinta dengan Alex. Sungguh liar.
Yuna menggelengkan kepalanya, ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Nuri yang selalu saja ingin tidur dengan pria yang ia cintai. Waktu mereka masih kelas dua belas, Nuri sudah pernah bercinta dengan ketua OSIS yang tidak lain adalah kekasihnya sendiri. Mereka melakukannya di ruangan kesehatan sekolah, saat Nuri berpura-pura pingsan ketika melakukan upacara bendera. Dan disaat itu Yuna
yang menjadi pengawal untuk mereka agar tidak ketahuan oleh murid dan guru.
Semua ucapan yang keluar dari mulut Nuri terdengar dengan jelas oleh Viola yang ingin mengambil dompet ke dalam kelas. Langkahnya berhenti di depan pintu, karena mendengar pembicaraan Nuri dan Yuna. Hati Viola langsung terasa sakit dan nyeri. Saat suaminya dijadikan bahan fantasi oleh wanita lain.
Tidak ingin mendengar hal yang lebih, Viola membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam kelas.
***
Saat jam kampus tiba, Viola mendapatkan tugas untuk merangkum seluruh materi pengajaran dari seorang dosen dan harus diserahkan hari ini juga.
"Akhirnya selesai juga," keluh Viola menutup laptop yang ada di hadapannya. Segera ia berkemas untuk menyerahkan laptop tersebut kepada dosen yang bersangkutan.
Namun, saat Viola ingin bangkit dari tempat duduknya, seorang mahasiswi merebut laptop tersebut.
"Biar aku saja yang mengantarkan ini kepada bu Airin. Kamu tungguin disini. Nuri ingin berbicara denganmu," ucap mahasiswi tersebut, sebelum melengos pergi.
"Ta-tapi …."
Byur …
"Nuri?"
Viola tersentak. Saat satu gayung air yang disiramkan Nuri membasahi wajahnya.
"Apa? Kami datang kesini dengan niat baik untuk membersihkan tubuhmu dari debu."
Tanpa ampun, Nuri terus saja menyiram Viola, dengan air yang telah disediakan teman-temannya. Dan untuk menghilangkan masalah dari dosen, mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Viola.. Diiringi dengan guyuran air yang tak ada habisnya, sehingga Viola basah kuyup.
Alih-alih marah, Viola hanya diam. Membiarkan Nuri puas dengan apa yang Ia lakukan. Toh, hanya sebatas air saja. Hanya membuatnya basah bukan terluka.
Namun, saat melihat Viola yang tidak bergeming, membuat Nuri marah dan mendorong tubuhnya hingga keluar dari kelas dan menimpa tubuh seseorang.
Seluruh mata tertuju kepada mereka berdua, karena pria yang ada di bawah tubuh Viola adalah Yogi, mahasiswa cukup populer di kampus mereka. Tapi Viola tidak mengenal siapa mahasiswa tersebut.
Viola mengerjapkan matanya melihat seorang pria yang meringis di bawah tubuhnya. Ia langsung beringsut turun dari tubuh pria tersebut, dan mengulurkan tangannya untuk membantu pria tersebut berdiri. Tubuhnya yang memiliki berat di atas rata-rata tentunya akan membuat pria itu kesakitan.
"Maafkan, aku!" cicit Viola, sambil mengulurkan tangannya.
"Tidak apa-apa. Perkenalkan, nama aku Yogi Finanda, kakaknya Yuna. Kamu pasti kenal Yuna karena dia satu kelas denganmu." Yogi tersenyum lebar dan menjabat tangan Viola.
"Udah, ya, salam-salamannya, kakakku tidak pantas untukmu." Yuna yang tak suka melihat kakaknya bersentuhan dengan Viola, menghentakkan tangan gadis itu.
"Maaf," Viola segera masuk ke kelas dan meraih tasnya. Cepat ia lari, menjauh dari rombongan orang-orang yang tidak memiliki hati tersebut.
"Kamu kenapa jadi kasar begini sih, Yuna?" Yogi menatap tajam kepada adik perempuannya, "Kakak kecewa sama kamu, Yuna. Setahuku kamu tidak pernah bersikap seperti ini kepada siapapun." Ucap Yogi sebelum ia mengejarnya Viola.
"Kak ..., aku tidak rela Kakak sekat dengan si Cupu itu!" sergah Yuna, sebelum Yogi hilang dari pandangannya.
"Sepertinya si Cupu itu mulai memakai pelet, agar semua pria tampan membelanya. Kemarin pak Alex, sekarang kakak kamu, Yuna." Nuri mengusap bahu Tuna, terus ia memanasi agar Viola tidak pernah memiliki teman di kampus.
"Aku berjanji, Nuri. Aku akan menghancurkan Viola hingga titik terendahnya, jika dia berani mendekati kakakku. Aku tidak sudi mereka berdua dekat." Yuna mengepalkan tangannya kuat. Kebencian yang dari dulu ditanamkan oleh Nuri padanya, membuat amarah itu semakin besar saja.
Di luar gerbang, Yogi berhasil mengejar Viola dan meraih tangan gadis itu.
"Vio, maafkan adikku."
"Lepaskan aku! Aku tidak ingin menambah daftar kebencian orang lain terhadapku!" Ucap Viola sambil melepaskan tangannya dari genggaman Yogi. "Permisi."
Bergegas meninggalkan Yogi yang diam mematung. Sumpah, ini kali pertama ada gadis yang menolak kehadirannya. Ini adalah momen yang sangat langka, dan tentu saja hanya bisa dilakukan oleh gadis yang sangat istimewa.
Walaupun Viola tidak secantik gadis idamannya, namun sikap dan perilaku gadis itu mampu meruntuhkan dan menggetarkan hati Yogi.
Viola menghembuskan nafasnya, ia merasa lega karena Yogi tidak mengikuti langkahnya. Viola juga mempercepat langkah karena ia mulai merasa masuk angin karena tubuhnya yang sudah basah kuyup disiram Nuri dan teman-temannya.
Hampir setengah jam berjalan, Viola akhirnya sampai di apartemen, dan segera mengganti pakaian. Setelah itu Ia masuk kedalam selimut untuk menghangatkan tubuh. Rasa nyaman dan hangat membuat Viola perlahan tertidur dan hanyut ke dalam dunia mimpi.
Baru beberapa lama ia tertidur, Viola terbangun karena merasakan sebuah tangan kekar yang menyusup ke balik kaos yang ia gunakan. Perlahan, Viola membuka mata dan terkejut melihat Alex yang sedang tersenyum kepadanya.
"Aku merindukanmu, istriku," ucap Alex lembut, sebelum ia mengulum bibir ranum Viola.
Viola yang terkejut hanya diam dan menikmati permainan Alex yang sangat pandai memainkan bibirnya.
"Balas aku, Sayang," bisik Alex lagi, sambil meraba gundukan kenyal milik Viola.
Viola menutup kedua matanya merasakan sensasi aneh yang menjalar di sekujur tubuhnya. Apa lagi, jari Alex mulai memainkan ujung d**a milik Viola, membuat gadis itu berusaha menahan suara desahan yang telah sampai di pangkal tenggorokan.
"Sayang, apa aku boleh melakukannya sekarang?" Alex berbisik tepat di telinga Viola.
Tidak mampu menolak, Viola pun mengangguk pelan untuk menyetujui permintaan Alex. Tidak bisa dipungkiri, ia juga mendambakan hal yang lebih dari Alex yang tak henti menggoda kedua gundukan yang masih tersimpan di balik piyama yang ia kenakan.
Alex tersenyum, dan membuka seluruh pakaiannya sendiri, sebelum ia membuka piyama yang dikenakan Viola. Menyisakan dalaman yang masih membalut tubuh Viola
Sesudah itu, Alex langsung menindih tubuh Viola dan membuka penutup atas yang masih menutupi gundukan gundukan kenyal istrinya itu. Viola menutup rapat kedua matanya, saat Alex menyesap kedua ujung yang telah mengeras secara bergantian. Amat lembut, tapi sangat menggebu.
Tubuh Viola semakin bergetar saat Alex meraba Viola yang masih tertutup dalaman di bawah sana.
"Kamu yakin, Sayang?" Alex memandang sayu kepada Viola. Jari-jarinya aktif bergerak di bawah sana. Semakin menghadirkan gelenyar aneh yang berputar di perut bagian bawah.
Viola meneguk ludahnya dengan kasar, saat merasakan Alex yang sudah mengeras menyapa pahanya. Membuat ia tak kuat menjawab, sehingga ia hanya merespon dengan cara membukanya celana dalamnya sendiri. Setelah itu membuka pahanya lebar-lebar untuk memberi tanda bahwa miliknya sudah siap untuk dimasuki. Tatapan mata sayu Alex seakan menghadirkan sihir yang tak mampu membuatnya menolak. Bahkan ia malah mendamba Alex masuk dan memuaskannya.
Dan ketika Alex masuk ....
"Astaga …." Viola membuka matanya lebar-lebar. Nafasnya putus-putus hingga dahinya basah dengan keringat. Segera ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar.
"Mimpi?" gumamnya dalam hati. Saat tak menemukan keberadaan Alex. Kamar yang ia tempati juga mulai gelap, pertanda tak ada orang lain disana kecuali Ia sendiri.
Viola juga mengintip ke dalam selimut yang ia gunakan. Piyama yang ia kenakan masih utuh membalut tubuhnya yang berisi.
"Otakmu begitu kotor, Vio. Sampai-sampai mimpi yang tidak-tidak seperti tadi," umpat Viola kepada dirinya sendiri. Entah kenapa ia bisa bermimpi bermain dengan Alex seperti tadi.
Jangankan main, pulang saja suaminya itu sudah tak pernah lagi semenjak kejadian hari itu.