Ayo kita menikah!

1079 Kata
“Selamat sore, Pak. Maaf, dua hari kedepan saya minta izin karena anak saya sedang sakit dan tidak bisa ditinggalkan,” ucap Bianca dengan pelan. Alex dan Arsen saling pandang seakan sedang melempar sebuah kode. Alex sangat mengerti arti dari tatapan Arsen barusan. Dia segera mengirimkan sebuah pesan. “Halo, Pak,” ucap Bianca saat tidak terdengar jawaban dari bosnya itu. Bianca sudah memutuskan jika tidak diberikan izin, maka dia akan mengundurkan diri karena keselamatan Abi jauh lebih penting dari pekerjaannya. “Oh, maaf. Kamu diberikan izin selama seminggu kedepan. Semoga Abian segera sembuh,” ucap Dion seraya memutuskan sambungan teleponnya. “Thanks, God,” ucap Bianca dengan tersenyum manis hingga belahan dagunya tampak dengan sangat jelas. Arsen tersenyum tipis saat melihat wajah Bianca yang sangat bahagia. Semua itu tidak terlepas dari pengamatan Alex yang tidak pernah melihat Arsen tersenyum selama enam tahun ini. Meskipun hanya sekilas, tetapi Alex sangat mengetahui bahwa mood bos sekaligus sahabatnya itu sedang sangat baik. Bianca menoleh kepada Alex yang berdiri di dekatnya. “Terima kasih banyak, Pak,” ucap Bianca seraya meraih tangan Alex karena dia tau pasti Alex yang memberikannya izin. “Perkenalkan ini Arsenio Rasendra. Dia Presiden Direktur tempat kita bekerja,” bisik Alex pada Bianca yang menatap Arsen dengan mata melebar dan rasa tidak percaya. “Rasendra?” lirihnya dengan jantung yang berdetak dengan sangat cepat. Seketika senyuman manisnya menghilang dari sudut bibirnya. Matanya mengerjap ngerjap dengan beragam pertanyaan yang muncul di kepalanya. “Bagaimana mungkin? Bukankah anda yang menjadi pimpinan Rasendra grup?” tanya Bianca dengan kening berkerut dan kepala yang menggeleng geleng. “Bukan,” jawab Alex singkat seraya memperhatikan ekspresi Bianca dengan sangat teliti. Sebagai informasi tambahan dalam penyelidikan kasusnya. Bianca memundurkan langkahnya saat Arsen mendekat kearahnya. “Ada apa dengan nama Rasendra, Nona? Sepertinya anda memiliki sebuah kenangan dengan nama tersebut?” bisik Arsen tepat di telinga Bianca. Seketika bulu bulu halus di tangan Bianca menjadi berdiri. Dadanya bergemuruh dengan hebat, hingga Arsen bisa mendengar debar jantungnya yang sedang berpacu dengan sangat kencang. “Oh, tidak ada, Dokter. Maaf, saya hanya kaget,” ucap Bianca dengan suara bergetar dan berusaha berbicara senormal mungkin serta menguasai dirinya kembali. “Bersiaplah, ini baru awalnya saja. Selanjutnya anda akan selalu berhadapan dengan saya, karena saya telah berjasa sangat besar dalam hidup anda, Nona!” bisik Arsen seraya berjalan keluar dengan diikuti oleh Alex dibelakangnya. Sedangkan Bianca merasakan persendiannya yang melemah. Dia langsung terduduk di lantai ruangan tersebut. Bianca meracau sendirian seraya mengacak rambutnya dengan frustasi. “Bagaimana mungkin Dokter yang telah menyelamatkan nyawa anaknya sekaligus Presiden Direktur tempatnya bekerja adalah sosok yang bernama Rasendra? Masalah apalagi yang akan dihadapinya setelah ini? Apakah ini hanya kebetulan? Ada berapa orang yang memiliki nama Rasendra di dunia ini?” racau Bianca sendirian tanpa mengetahui kedatangan Dokter Eva yang mendengarkan semua ucapannya tersebut. Dokter Eva menatap Bianca dengan kening berkerut saat melihat penampilan wanita itu yang sudah acak acakan. “Apakah anda baik baik saja?” tanya Dokter Eva seraya memegang tangan Bianca yang mengusap wajahnya dengan kasar. Bianca terkejut dan langsung berdiri dari lantai. Dia merapikan penampilannya kembali meskipun masih terlihat berantakan. Dokter Eva sangat terkejut saat Bianca menggenggam lengannya dengan kuat. “Siapa yang telah mendonorkan darahnya untuk anak saya, Dok?” tanya Bianca dengan bibir bergetar dan mata yang berkaca kaca. “Dokter Arsen,” jawab Dokter Eva singkat seraya berjalan mendekati ranjang pasien dan meninggalkan Bianca yang termangu sendirian. “Inikah akhir hidupku?” monolog Bianca sendirian yang didengar jelas oleh Dokter Eva. Dia melanjutkan memeriksa Abian yang sudah mulai membaik. “Kondisi Abi sudah mulai membaik, mungkin sebentar lagi dia akan sadar,” ucap Dokter Eva seraya meninggalkan ruangan tersebut. Dilain tempat, Arsen melepaskan tawanya saat membayangkan ekspresi wajah Bianca saat mengetahui nama belakangnya. Rasa penasarannya makin bertambah besar. Sedangkan Alex hanya menggelengkan kepalanya melihat Arsen yang tertawa lepas. Sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan saat melihat Arsen bisa tertawa untuk pertama kalinya setelah enam tahun berlalu. Pemandangan yang patut untuk diabadikan, tetapi Alex takut hapenya akan dilemparkan oleh sang pimpinan jika dia mengambil gambarnya. “Happy banget,” dengus Alex dengan memutar bola matanya. “Segera urus berkas pernikahan kami,” ucap Arsen dengan sangat yakin. “Baiklah,” jawab Alex dengan menganggukkan kepalanya patuh. Tiga hari berlalu semenjak kecelakaan yang dialami oleh Abian. Selama itu pula, Bianca tidak meninggalkan Abian sendirian. Keadaan anaknya sudah sangat membaik, dan lusa sudah diperbolehkan pulang dengan catatan harus kontrol setiap minggunya. “Anda dipanggil Dokter Arsen, Buk,” ucap seorang perawat saat memasuki ruang rawat Abian. “Baik, Suster. Saya titip Abian sebentar, ya,” ucap Bianca yang dijawab patuh oleh perawat tersebut. “Mommy keluar sebentar, sayang. Ada yang perlu dibicarakan dengan Dokter yang telah merawat Abi,” ucap Bianca dengan sangat lembut kepada anaknya. “Iya, Mommy,” ucap Abi dengan tersenyum manis. Bianca mengecup pipi anaknya dengan lembut, dan berjalan meninggalkan ruangan rawat tersebut. Bianca sudah berdiri di depan ruangan pribadi Dokter Arsen. Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, dia melangkahkan kakinya mendekati Arsen. Aroma parfum yang menguar dari tubuh Arsen membuat persendiaan Bianca melemah seketika. Kakinya bergetar menopang berat tubuhnya yang kurus. Jantungnya berdebar tidak menentu seirama dengan pikirannya yang mulai kacau. “Terima kasih atas semuanya, Dokter,” ucap Bianca dengan suara sepelan mungkin agar tidak terdengar bergetar. Wanita itu menghela napas panjang dan menghembuskannya dengan kuat. “Saya mau menagih janji kamu kemarin,” ucap Arsen dengan mata yang tidak terlepas dari wajah Bianca. “Oh, itu. Saya pikir ada apa,” ucap Bianca lega seraya mengelus dadanya pelan. Semua itu tidak luput dari tatapan Arsen, dia makin yakin dengan dugaannya. “Apa yang bisa saya lakukan?” tanya Bianca dengan tersenyum manis hingga belahan dagunya tampak jelas. Bibirnya yang tipis melengkung dengan sangat indah. Satu kata yang bisa Arsen berikan untuk penampilan Bianca, seksi bahkan sangat seksi di mata Arsen. “Ayo kita menikah,” ucap Arsen dengan suara serak seraya berdiri dengan tegap di depan Bianca. Sontak membuat Bianca bergetar karena tubuh mereka yang hanya berjarak beberapa senti saja. Aroma napas mint Arsen tercium begitu jelas di hidung Bianca. “Ma-maksudnya apa, Dok?” gagap Bianca dengan wajah memucat dan mata yang terbuka lebar. Dia membalikkan tubuhnya yang gemetar dan jantung yang bergemuruh. “Kita menikah sebagai balasan dari apa yang telah aku berikan untuk menyelamatkan Abi,” ucap Arsen seraya menggesekkan hidungnya di wajah wanita tersebut dan membelai bibir Bianca dengan lembut. Hingga gelenyer aneh itu muncul dalam tubuh mereka masing masing.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN