Pengikat Hati

1075 Kata
Hari ini Rara tidak bertemu dengan makhluk itu, kalian tahu kan siapa? "Jadi setelah ini kita langsung ke apart lo aja nih Din? Gak mau duduk cantik sambil makan dimana gitu." "Kita delivery aja ya? Biar aku yang traktir. Lagian kalo mau nongkrong dulu nanti waktunya sedikit dan kalian pulang terlalu sore." "Oh oke oke. Diantar sopir gue aja ya? Oh iya Ra abang-abang lo kasih tau bonyok juga ntar berabe kalo gak dikabarin." "Udah kok. Hapenya juga udah gue matiin biar gak ada teror telfon dan chat." "Sip sip. Nah itu mobilnya, yuk." Selama perjalanan mereka isi dengan candaan dan tawa. Rara sangat senang hari ini karena ia memiliki satu sahabat lagi yang harus ia jaga, tapi ada yang aneh dengan perasaannya. Seperti ada yang hilang. "Udah sampe." Suara girang itu mengagetkan Rara dari lamunan singkatnya. "Yuk masuk, apartemen aku ada di lantai 10." Memasuki lift untuk menuju lantai tempat tinggal Dinda. "Dan ini dia nomor 92." Membuka pintu dengan menggunakan kartu, mereka pun masuk kedalam. "Kelihatan sih dari luar gedung juga ini mewah, dalemnya juga gak salah-salah." "Lo sendirian disini Din?" Dinda menganggukkan kepalanya dan menuju pantry didapur mini miliknya. "Kalian mau minum apa?" "Apa aja yang penting seger." "Betul." "Ini cuma ada jus jeruk gak papa?" "It's oke, dinginkan?" "Iya dingin kok." "Jadi Dinda please tell me kenapa kamu bisa tinggal disini sendirian." Dinda meminum jus di gelas miliknya pelan. "Seperti yang kalian tahu. Aku lahir disini tapi menetap disana, kedua orang tuaku ingin bercerai dan mereka sedang sibuk dengan itu tanpa mempedulikan aku. Jadi aku memilih untuk sendiri, lagipula sebentar lagi aku sudah cukup umur untuk hidup sendiri disini tanpa memikirkan hak asuh orangtua." "Kamu kesini nekat ya? Kamu gak pernah cerita punya sanak saudara disini." "Ya begitulah, aku udah gak betah disana jadi karena aku punya kamu Ra aku nekat tinggal disini dengan semua tabunganku tanpa izin orangtua. Ibuku hanya anak yatim piatu yang hidup disini dan bertemu ayahku and well." Rara menggenggam tangan sahabatnya itu dan menatapnya lekat. "Kami ada disini Din, dukung lo apapun keputusan yang lo ambil. Gak perlu khawatir." Rasya pun memeluk Dinda sayang. Rara menghela nafas lelah setibanya ia ditempat tidur setelah mobil supir Rasya mengantarnya. Melirik ke arah paper bag warna-warni itu, Rara pun tak sabar membukanya. "Baju, Sweater, Topi, Sneakers, Dream Catcher?" Rara memiringkan kepalanya menatap benda itu. Ia jadi ingat kamar Dinda jika melihat benda ini. "Itu apa?" Pertanyaan dari suara tersebut mengagetkan Rara. "Ini Dream Catcher bang, masa gak tau." Jawab Rara tanpa menoleh kearah kakak pertamanya itu. "Kamu percaya itu benar benar menangkap mimpi buruk?" Tanya Azka yang aneh dengan sikap adiknya itu. Rara mengangguk antusias. "Aku sih awalnya gak percaya tapi karena ini pemberian khusus untuk aku jadi aku terima aja lagian gak ada salahnya aku coba percaya hal seperti ini." Jelas Rara. Azka mengangguk sekilas. "Kamu kayak Bian. Suka gantung gantung barang." Tukas Azka yang dibenarkan Rara. "Iya juga sih bang Az. Aku dapet kayak gini dari Dinda. Aku liat juga dikamarnya penuh dengan Dream Catcher." "Dinda?" "Iya Adinda Parsha Dornan sahabat aku." "Teman baru?" "Iya dia murid baru disekolah dan kebetulan dia adalah sahabat pena aku jadinya kita dekat deh." Ujar Rara. "Ooh gitu.." "Iya kapan kapan deh abang ketemu sama dia. Tapi ada syaratnya..." Azka menaikan salah satu alisnya. "Apa?" "Bang Az gak boleh jatuh cinta pandangan pertama sama sahabat aku yang ini." Azka terkekeh mendengar penuturan adik kecilnya ini. "Gak mungkin abang jatuh cinta sama gadis kecil seusia adik abang yang paling kecil ini. Lagian abang juga gak minat mau cari pasangan. Abang terlalu sibuk sama kantor dan kalian yang ada dirumah mana ada abang waktu untuk itu semua." "Oke aku pegang kata kata bang Az kalo melanggar ada hukumannya. Deal??" "Oke deal. Omong-omong, kamu dari semalam nyari Bian kan? Itu orangnya sudah ada dikamar." Senyum lebar tercipta dibibir Rara. "Thanks abang infonya." Melangkah riang Rara menuju kamar Bian untuk membujuknya. Siapa sih yang tidak terayu oleh bujukan princess Haling? Buktinya Bian Dirgantara Haling pria tampan yang berprofesi sebagai Dokter Umum itu berhasil dibujuk hingga Bian rela mengantar adiknya sekolah hari ini padahal bukan jadwalnya. "Aku masuk dulu ya bang, hati-hati dijalan." Kecupan di pipi Bian membuat hatinya menghangat setelah adegan merajuknya kemarin. "Oke princess. Belajar yang rajin ya." "Siap." Rara pun masuk ke area sekolahnya yang mulai ramai. Tanpa mengindahkan pandangan yang lain Rara berjalan lurus menuju kelasnya. "Ra, udah ngerjain PR Kimia?" "Udah, dibantu bang Bi tadi malam." "Ih emang the best deh abang-abang lo Ra, Abangable banget lah pokoknya." "Jelas dong." "Inget ya Ra. Habis istirahat kita ada jam kosong 3 jam pelajaran Biologi dan harus buat rangkuman materi dengan power point, kita ngerjainnya di perpustakaan aja ya? Kita berlima lo, gue, Dinda, Ando dan Dion." "Oke bu ketua atur aja." "Sip deh, laptop gue juga udah ready pakai ini." Mata Rara berkeliling memperhatikan setiap sudut kantin yang penuh dengan para murid disekolah milik ayahnya ini. Tapi tidak ada orang yang dicarinya, sebenarnya kemana pemuda itu sih? Ia cukup berhasil membuat Rara bertanya-tanya dan merasakan perasaan yang ia tidak tahu ini. "Hari ini gue yang traktir ya gengs, lagi ada rejeki." Rara menatap Rasya yang sedang menghitung uang. "Cie cie pasti narik arisan." Tebak Rara yang dibalas tawa gadis itu. "Tau aja bu, udah ah gue mau bayar dulu. Lo berdua tunggu sini karena abis ini kita ke kelas dan langsung ke perpustakaan." "Siap Nyonya." Setelah anggota lengkap mereka segera menuju perpustakaan. "Ra. Lo cari tentang bahasan yang ini ya? Dan lo Ando yang nomor tiga, Dinda nomor empat, gue nomor lima. Dion nomor dua." "Oke." Rara berjalan menuju rak buku untuk menjadi sumber materinya. "Itu siswi baru?" Suara itu sedikit mengejutkan Rara. Melirik sedikit ia tahu itu pemuda yang dua hari ini membuatnya linglung. "Iya kenapa? Suka? Ntar gue salamin." "Gak perlu. Aku gak suka." Rara yang sok sibuk mencari buku melirik pemuda itu sedikit. "Kenapa? Dia cantik, baik, ramah. Gak usah pura-pura baik karena janji deh, atau jangan-jangan lo gay lagi." "Aku gak pura-pura. Sebanyaknya perempuan lain yang cantik dan perempuan baik kalau kalau sudah ada yang mengikat, tetap saja perempuan lain itu tidak ada apa-apanya dibanding perempuan yang mengikat hati. Dan aku gak perlu beritahu kamu kan, siapa perempuan pengikat hati itu? Karena kamu tahu sendiri jawabannya." Setelah berkata demikian Juno meninggalkan Rara yang sudah berdiri tak karuan menahan debaran jantungnya. Vote and Comment guys!!! Bungsu Haling❤
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN