Bujukan Bang Az

1044 Kata
Entah untuk ke berapa kalinya Rara menghela nafas kesal beberapa hari ini. Ia mencoba mendiskriminasi pria tak tahu diri di hadapannya ini, tetapi tak pernah berhasil. Devano terus mengoceh seakan memprovokasi seluruh anggota keluarga untuk semakin mengawasi pergerakan Rara dengan alasan keterlambatan Rara ke gerbang sekolah selama 20 menit yang tak berarti itu. "Pliss deh bang, lo udah ngomong begitu sampe beribu kali. Bosen gue dengernya. Lagian gue juga udah gak terlambat lagi kan? Udah deh jangan kompor." Gerutu Rara sebal. "Enggak gitu princess. Gue tuh sebagai abang lo sangat mengkhawatirkan 20 menit waktu yang sangat menegangkan untuk gue. Gue cuma berbagi rasa." "Tinggi banget bahasa lo bang." Dengus Elang yang berada di sebelah Devano. Devano tak mengindahkan perkataan adiknya, ia malah menatap wajah seluruh anggota keluarganya yang berjumlah 8 orang ini, termasuk dirinya. "Jadi keputusan untuk hal ini apa?" Tanyanya. Rara bangkit dari duduknya dan menatap Devano kesal. "Gak ada. Dad kan udah bilang kemarin kalo hal itu memang cuma sekali terjadi dan Rara gak akan mengulangi lagi. Abang jangan berlebihan dong, Rara gak suka dikekang." Kemudian gadis itu mengalihkan tatapannya pada kedua orangtunya seakan minta keadilan. "Rara gak mau begini terus." Setelah mengatakan hal itu Rara pergi meninggalkan meja makan dan berlari menuju kamarnya. Lagi-lagi keributan yang sangat tidak diinginkan terjadi. "Mommy sudah sering bilang, jangan terlalu mengekangnya. Biarkan dia bebas dan merasakan dunia remajanya." Ify menatap para lelaki yang sangat berarti di hidupnya itu dengan wajah sendu. "Azka akan bujuk Rara Mom." Seusai berkata demikian sang putera sulung segera bangkit dari duduk nyamannya dan beranjak menuju kamar adik bungsunya yang tengah merajuk. "Ra.." 'Tok tok tok' "Buka pintunya, ini abang Azka." Tak perlu berkali-kali Azka berucap dan mengetuk pintu, Rara sudah membuka pintu dengan wajah sembabnya. "Abang.." Azka hanya bisa menenangkan sang adik yang tiba-tiba memeluknya erat. "Hiks.. selalu aja begitu. Rara gak mau semua yang Rara lakukan harus dibesar-besarkan. Gak mau.. hiks.." "Sudah Ra, nanti Abang akan bicarakan ini dengan Devano. Dia tidak akan mengulangi lagi." "Dari kemaren bang Az juga ngomong begitu. Tapi nyatanya? Bang Ano emang ember, mulutnya itu kompor bang, otaknya cetek." Rara terus berkeluh kesah tentang abang keempatnya yang memang paling mengesalkan. "Iya nanti abang beritahu dia." "Janji?" Jari kelingking Rara sudah berada didepan wajah Azka berharap kakaknya itu mau berjanji padanya. "Iya abang janji." Rara tersenyum puas dan kembali memeluk pria yang umurnya cukup jauh darinya itu cukup erat walau sebentar. "Makin sayang deh sama bang Az. Aku selalu mendoakan semoga bang Az cepet cepet nikah." Azka menatap adiknya tak mengerti, "Kenapa harus berdoa agar kakak cepat menikah?" Kini Rara yang salah bicara. "Emm bukan itu bang, maksud Rara mah baik, pengen punya kakak ipar aja gitu. Kan abang anak pertama jadi otomatis abang yang nikah duluan dong. Jadi aku harus doakan bang Az duluan. Iya gitu." "Lebih baik kamu tidur, abang rasa pikiran kamu semakin tidak jelas seperti ucapanmu barusan." Mengusap rambut adiknya pelan, Azka pun melenggang pergi dari hadapan Rara yang sudah bersungut karena ucapan pria itu. Tapi sisi lain dari Rara pun membenarkan ucapan kakak pertamanya itu, ia butuh tidur sekarang sebelum malam semakin larut dan ia terlambat masuk sekolah. 'Tok tok tok' "Gadis kecil." "Ohhh princess bangunlah..." 'Tok tok tok' "Gak nyahut dobrak nih." Rara tak perduli dengan suara yang tanpa henti berteriak dari luar kamarnya itu. Ia semakin bergelung dalam balutan selimut tebal miliknya. "Satu..." "Dek, beneran ih. Abang gak bercanda ini. Buka pintunya." 'Tok tok tok' "Dobrak nih dobrak nih." "Oyy dek open the door please." "Dua.." 'Tok tok tok' "Buka pintu atau abang dobrak dan berakhir dimarahin daddy." "Ti.." 'Tok tok tok' "El jangan seperti di hutan pagi-pagi. Berisik." Rara tersenyum lebar mendengar suara berat dan serak milik bang Chiko. "Eh. Maaf bang. Salahin Rara nih kebo banget." "Bisa pelan-pelan kan membangunkannya?" Sungguh ironi abang kelimanya itu karena di pagi hari sudah mendapatkan pertanyaan pedas dari bang Chiko. "Tapi El udah telat bang. Setengah jam lagi harus sampai ke kampus bimbingan." "Ya sudah. Kamu pergi saja biar nanti Rara berangkat dengan abang." "Sip. Abang emang terbaik walau bermulut cabe akut. Yaudah El berangkat ya bang." Rara masih dapat mendengar dengan jelas pembicaraan kedua abangnya walaupun dengan mata tertutup. "Ra.." suara itu terdengar lembut tidak seperti suara cempreng beberapa saat yang lalu. "Abang tahu kamu sudah bangun dari tadi. Cepat mandi lalu sarapan dibawah." Seusai berkata demikian Rara tak lagi mendengar suara apapun. Tetapi dengan cepat ia melaksanakan apa yang diucapkan Chiko kepadanya. "Pagi mom." "Pagi. Duduk sayang, kamu ingin makan apa?" "Kayak biasa aja mom." Ify mengangguk faham dan memberikan Rara makanan kesukaannya. "Dimana yang lain mom? Kok sepi." Rara celingukan di ruang makan yang hanya ada dirinya dan juga sang mama. "Azka sudah berangkat ke kantor bersama papa, ada meeting penting dari perusahaan di Dubai katanya." "Bang Bi udah pergi ke rumah sakit?" Ify mengangguk. "Dia sudah pergi sejak jam 3 pagi, ada kecelakaan parah hingga harus di operasi." Rara mengangguk paham dan melanjutkan makan. "Kamu gak tanya bang Ano? bang El atau bang Iko gitu?" "Bang El ke kampus mau bimbingan skripsi mom, kalo bang Iko masih dikamar siap-siap mungkin kan dia yang bakal anterin aku. Terus kalo bang Ano biarin aja siapa peduli." Rara merasa nafsu makannya hilang mengingat kekesalannya tak lenyap dalam hati pada Devano. "Jangan begitu Ra, bang Ano kan abang kamu juga sama seperti yang lain." "Tapi mom dia itu ngeselin, walaupun bang El itu menyebalkan dan mengesalkan tapi bang Ano itu lebih-lebih mom bahkan dia semakin sesat akhir-akhir ini." Ify tertawa puas mendengar gerutuan putrinya. Ia tahu benar sikap Devano yang memang begitu adanya, tapi tidak perlu dijabarkan juga kan? "Dia itu sayang sama kamu, cuma gak tau aja cara ungkapinnya. Tahu sendiri dia gengsinya selangit." Rara misah-misuh saat mamanya terus membela kakak terlaknatnya. "Sudah, putri mommy jangan cemberut begitu. Cantiknya jadi hilang. Habiskan sarapan kamu sampai bang Iko turun." Rara mengangguk patuh dan memakan makanannya. "Morning mom." Chiko mengecup pipi Ify setibanya ia di meja makan. "Kamu mau sarapan apa?" Tanya Ify perhatian, "Gak perlu mom, Iko takut Rara terlambat. Lagipula ada janji juga setelah nya jadi bisa sambil makan." "Oke." "Siapkan?" Tanya Chiko pada adiknya yang sudah bangkit dari kursi. "Siap boss." Vote and Comment guys!! Bungsu Haling❤
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN