"Gue gak suka lo ketawa karena cowok lain." Rara terkejut bukan main saat menemukan laki-laki yang ia ketahui bernama Juno ini berada disampingnya.
"Lo ngapain disini? Ngikutin gue? Dasar penguntit." Rara menatap Juno tak suka. Lagipula darimana pemuda ini tahu bahwa dirinya sedang berada di dalam perpustakaan sekarang jika Juni tidak mengikutinya?
"Lo denger gue ngomong tadi gak? Atau dia memang pacar lo?" Rara tidak mengerti apa yang dimaksud pemuda ini sungguh!
"Lo ngomong apa sih? Gak ngerti gue. Pacar apa? Cowok siapa?" Rara kembali sibuk pada bukunya. Besok ia ada ulangan harian dan ia harus mencari bahan belajar.
"Yang dikantin tadi, cowok lo bukan?" Rara mengingat kembali siapa yang bersamanya tadi saat makan dikantin.
"Maksud lo Ando?"
"Kalo cowok yang rambut rada botak yang pake gelang warna biru dongker murahan itu Ando. Maka iya." Rara berdecih tak suka saat mendengar kata 'murahan' terlontar dari mulut arogan pemuda yang sedang bersamanya itu.
"Ya terus kenapa? Lo ada masalah sama dia? Atau lo udah ditikung sama dia sampe gak nyelow begini." Juno mendengus mendengar pertanyaan tak masuk akal dari gadis yang jadi incarannya saat ini.
"Iya, dia nikung gue. Jadi bener dia pacar lo?" Rara melirik Juno sensi.
"Kepo banget sih. Lagian gue juga milih-milih kali kalo cari pacar, masa iya modelan Ando gitu jadi pacar gue. Yah walaupun mukanya lumayan dan orangnya asik tapi mana berani dia minta izin dengan bokap gue untuk pacaran sama gue."
"Yaudah kalo gitu pulang ini gue mau kerumah lo." Rara langsung menjatuhkan buku yang dipegangnya kaget. Bukan main lirik lagi, Rara bahkan sudah membalikkan tubuhnya menatap Juno.
"Lo waraskan? Ngapain kerumah gue? Kita kenal aja enggak."
"Masalah kenalan sama lo itu bisa nanti, masih banyak waktu. Yang penting gue udah pegang izin dari bokap lo, udah cukup buat gue."
"Eh kak yang gak gue tau namanya, lo jangan sok-sokan deh bertandang kerumah gue mau minta izin segala sama daddy. Lo itu b***k ya sampe gak denger kalo gue nolak lo kemarin?" Rara sampai menunjuk-nunjuk d**a pemuda itu.
"Dan gue bakal coba terus sampe lo terima gue." Juno dan keras kepalanya.
"Terserah. Pokoknya gue gak akan mau lo jadi pacar gue. Titik. Gak sudi punya pacar model lo gini." Setelah berkata demikian, Rara pergi meninggalkan Juno dengan dua buah buku yang dipegangnya.
Bukan Rara jual mahal, tapi ia realistis saja. Mau bagaimana pun bentuk, model, variasi atau inovasi lelaki yang menyukainya tetap saja ia tidak bisa berpacaran. Itu sudah keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat, memang sangat mengesalkan sekali hidup menjadi dirinya ini. Jadi daripada sakit hati karena sudah ada perasaan tapi tidak berjalan ya lebih baik di tahan sebelum ada perasaan.
"Lo lama banget sih Ra, lumutan nih gue." Rasya menggerutu tidak jelas sesampainya Rara dihadapannya.
"Sorry Sya, harus cari raknya dulu belum lagi cari bukunya. Makanya lama."
"Yaudah ayo ke kelas. Istirahat kedua udah mau habis nih."
Selama pelajaran berlangsung Rara menjadi tidak fokus, ia menjadi penasaran dengan kakak kelas yang bernama Juno itu. Kenapa sok-sokan banget mau datang kerumahnya, mereka kenal dekat juga enggak apalagi mau sampai tahap pedekate terus pacaran. Itu sama sekali tidak ada dalam bayangan Rara.
"Ra! Bengong terus sih, udah pulang kali udahan dulu itu bengongnya." Rata sedikit tersentak karena tepukan Rasya dibahunya.
"Oh udah pulang ya?" Dengan wajah linglung Rara melihat ruang kelasnya yang hanya tinggal beberapa siswa saja termasuk dirinya dan Rasya.
Rasya memutar kedua bola matanya malas. "Dari tadi kali neng, lu melamun aja sih. Mikirin kak Juno ya?"
Rara mendelik tak suka saat nama itu disebut. "Apaan sih Sya, pake bawa-bawa nama dia segala. Bete deh gue."
"Yaudah iya maaf deh gak lagi bawa-bawa kak Juno. Tapi lo mau pulang kan?" Rara dengan cepat mengangguk dengan tangannya yang gesit membereskan semua alat tulisnya untuk dimasukkan ke tas.
Saat mengambil ponselnya dilaci, ia melihat sebuah pesan masuk. Matanya terbelalak kaget melihat isi pesan tersebut.
"Ra, lo kenapa sih? Ada yang teror lo ya? Kok ekspresinya kaget gitu sih?! Ada apa Ra?" Rasya seketika dilanda panik melihat Rara yang masih menatap ponselnya tak percaya.
Tiba-tiba tanpa diduga Rara memeluk tubuhnya erat bahkan sampai dibawa melompat oleh gadis itu.
"Ra? Ih kenapa sih? Lo dapet lotre 1 M? Bahagia banget."
Senyum lebar tak lepas dari wajah cantik Rara yang kini menatap wajah sahabatnya itu tak faham.
"Lo tau Dinda kan Sya? Yang dari Australi itu??" Rasya mengangguk mengerti.
"Iya tahu, terus kenapa? Ada hubungan apa sama dia?"
"Lo jangan kaget, jangan histeris." Rasya mengangguk kembali karena dilanda penasaran.
"Dia bakal pindah tinggal disini, dan pindah kesekolah kita."
"WHAT??!!" Jeritan histeris kini terjadi lebih dahsyat karena berasal dari dua orang. Dari Rara yang bahagia bisa bertemu langsung dengan sahabat penanya dan Rasya yang ikut bahagia karena akan mempunyai teman bule.
"Ra yang bener lu jangan ngada-ngada."
"Ih gue beneran Sya, tadi Dinda chat gue. Bilang kalo dia tadi pagi baru sampe sini dan lusa akan langsung masuk sekolah kita."
"Oh My Lord! Pasti sekolah bakal gempar deh ada siswi bule cantik macam Dinda kesini."
"Setuju gue setuju."
"Yaudah ntar kita video call aja ya pas udah sampe rumah, gue harus balik sekarang. Ntar nyokap gue cari-cari anak gadisnya lagi."
"Oke oke, kayaknya juga bang Bi udah jemput dari tadi."
Rara dan Rasya berpisah didepan mobil jemputan mereka masing-masing. Bian melirik adiknya heran, kenapa wajahnya sumringah sekali.
"Nilai ulangan harian kamu bagus Ra hari ini? Kok bahagia banget." Rata hanya tersenyum lebar tanpa menjawab pertanyaan Bian, Bian pun tak ambil pusing dan melajukan mobil.
"Rara pulang!!" Senyum lebar dan bahagia Rara luntur begitu saja saat melihat siapa yang sedang duduk diruang tamu keluarganya.
Pemuda itu dan seluruh anggota keluarganya berada disana.
"Loh, ngapain disini?!" Ia tidak menyangka bahwa pemuda itu senekat ini.
"Rara, ini betul pacar kamu?"
"Hah?"
Vote and Comment guys!!!
Bungsu Haling❤