Aziel melenguh panjang meregangkan otot-ototnya setelah itu meraih cangkir kopi, menyesap perlahan meski sudah dingin dengan memutar kursi menatap gedung-gedung di seberang sana.
Sebentar lagi jam pulang kantor, namun dia tidak mau bergerak dari sana karena tau jalanan akan padat menimbulkan kemacetan dan dia tidak menyukai hal itu.
Tok… tok… tok…
Kursinya kembali berputar melihat seorang wanita dewasa melangkah pelan mendekatinya. Tulisan CEO begitu mempengaruhi keberadaan wanita tersebut meski dia lebih tua darinya.
"Presdir, pak Haris menitipkan ini katanya dari SMA Kusuma." wanita ber tag Liana Anggraini itu meletakkan paper bag dari Haris.
"Dia kemana?"
"Pak Haris sedang keluar, ada panggilan dari manajer Hotel."
"Oke."
"Permisi."
Setelah itu, Aziel mengeluarkan isi paper bag, senyumnya merekah melihat buku-buku pelajaran kelas 3 dengan sebuah catatan kecil disana.
"Anda bisa melihat-lihat ini jika ingin memulai"
Kepalanya menggeleng kecil menyimpannya kembali, bukan bermaksud sombong tetapi untuk apa dia dilantik jadi CEO utama di umur 20 kalau pelajaran SMA saja tidak tau. So, ini bukan apa-apa baginya.
Drrtt…
iPhone miliknya bergetar, panggilan dari bos besar mau tidak mau dia harus menerimanya kalau gak ya, siap-siap saja kepalanya pecah.
"Halo ma, Aziel masih… "
[ Mama gak peduli kamu masih dimana, yang masalah… KAMU NGAPAIN KE HOTEL SAMA COWOK HAH! EMANG PEREMPUAN DI DUNIA INI SUDAH PUNAH? ASTAGA… ZIEL ZIEL beneran deh mending bawa banci aja sekalian lebih enak dipandang, mama teh capek Ziel dengerin kakek kamu ngomel gak berenti. Kamu enak di apartemen, mama loh yang… ]
"Terus mama ngomel sambil teriak gini, emang kuping Aziel gak berdarah gitu?"
[ Biarin keluar nanah sekalian. ]
"Ih mama jorok."
[ Ck, pulang sekarang. Mama lelah beneran deh, sampe papa mu juga ikut ngomel.]
"Kan yang di omelin Aziel, kenapa jadi mama yang lelah?"
[ Iya sih? ]
Hadeh, kalau begini sih Aziel lebih lelah lagi. Lelah jadi orang tampan apa-apa selalu jadi pusat perhatian media. Lagian macho gini mainnya sama banci, mending jomblo sampai mati daripada main sama kaleng.
[ Tapi kan mama yang disini, intinya kamu pulang ke rumah jangan ke apartemen, satu lagi… mama ngidam bakso awas aja kalo gak dapat, mama giling kamu jadi babi guling! ]
Wuanjir sadis! Panggilan terputus secara sepihak, Aziel mengusap dadanya berucap sabar. Mama nya gak hamil kok, pengen makan bakso aja tapi kenapa ujung-ujungnya dia yang kena sih!?
***
Jovanka berbaring menyamping memeluk boneka memandang kalung di atas nakas. Kok rada aneh ya sama kalungnya? Apa perasaanku saja?
Tok… tok… tok…
"Jo,"
Suara wanita kesayangan keluarga ini terdengar di susul pintu terbuka. Senyum merekah dengan garis-garis halus terlihat di sudut mata melihat melihat anak keduanya melebarkan kedua tangannya ingin di peluk.
Velina sang mama mendekat membiarkan Jovanka memeluk nya manja.
"Kenapa belum ganti baju hem, emang gak mau makan? Mama udah masak makanan kesukaan kamu loh,"
"Nunggu abang aja, mau di suapin."
"Sama papa mau gak? Papa bentar lagi pulang, nunggu abang masih lama tadi habis nelpon mama."
"Mau sama abang mama."
Inilah Jovanka, akan manja saat di lingkungan rumah terutama dengan Johan. Dia tidak akan melakukan hal ini jika di luar, paling mengecup pipi Johannes itu juga gak sesering di rumah.
"Ya udah kalau mau sama abang, tapi emang gak mau ketemu Ryu, tante Ayana tadi mampir katanya Ryu udah balik."
Ryu Almeera Hwang sahabat kecil Jovanka dan Johannes, setelah lulus SMP dia mengikuti sang nenek kembali ke korea untuk menemani orang tua sang mama yang kebetulan asli orang sana.
"Emoh, dia aja pergi gak ngomong sama kita ngapain kesana, biarin kesini sendiri kalau emang masih nganggep kita sahabat. Tapi ngomong-ngomong kasian tuh si abang di php in Ryu hahaha."
"Dasar kamu ya."
"Hehe."
Ting!
Johannes merogoh saku, pesan dari nomor tidak dikenal namun berhasil membekukan hatinya yang dingin.
( Hai, ini gue Ryu. Masih di sekolah ya? Bisa ketemu di tempat biasa, tadi udah chat Jovan tapi gak di balas. )
Kalau boleh jujur, hati Johannes perlahan mencair hanya dengan memandang pesan Ryu tetapi tidak mau mengakui hal itu apalagi mengakui jika dia rindu.
Tidak lama satu pesan kembali masuk, bukan dari gadis bernama Ryu tetapi adiknya Jovan.
( Bang, Ryu udah balik. )
Johannes meng capture pesan dari Ryu lalu mengirimnya ke Jovanka.
Tidak lama pesan dari Jovanka masuk lagi. Kali ini Johannes memutar bola matanya kesal.
( Cie… yang hatinya lagi panas dingin, kekasih pujaan hati telah kembali CIYA CIYA CIYA (◕દ◕) )
( Mama bilang kamu belum makan, nanti makan sendiri ya )
( IHHHH IYA MAAF. Suapin ya hehe. )
( Cih, gak mau. )
Johannes mengulum senyum menyimpan kembali handphonenya. "Baiklah, rapat sampai disini dulu soal lusa jangan ladeni apapun syarat dari mereka permainan ini bukan dari kubu ini atau itu tapi dari pihak sekolah. Kalian boleh pulang sekarang." katanya menyudahi rapat koordinasi hari ini.
Anggota lain mengangguk, begitu juga Ali sahabatnya.
"Bro, langsung balik?" tanya Ali
"Iya. Lo?"
"Gue sama Togar mau ke kafe kucing, titipan Sherly."
"Gue duluan. Nih kuncinya gue titip."
"Wokeh."
"Gar duluan."
"Yo hati-hati." Togar salah satu anggota osis juga, diujung sana mengangkat tangan melihat kepergian ketua mereka.
Ada juga Haruka yang sedang bersiap-siap segera menarik tas nya berlari mengikuti Johannes. Dia juga anggota osis, makanya anak itu selalu saja sensi seumpama Jovanka mendapat poin pelanggaran.
"Haru… lah, mana tuh orang?" tanya Togar sampai rambut keriting pendeknya bersorak gembira terkena angin.
"Ngejar Johan kali. Yuk balik,"
"Oke."
"Johan tunggu," Haruka menahan lengan Johan yang hendak pakai helm.
"Bisa lepasin tangannya?" tutur Johannes pada Haruka, tatapannya mengarah pada lengannya yang di pegang gadis itu.
"Sorry, tapi gue boleh nebeng gak? Daddy masih di kantor, kakak juga masih ada kelas di kampus."
"Sorry juga, gue lagi buru-buru mending naik grab kalau takut naik ojol."
"Tapi Han,"
"Gue duluan." Johannes lebih dulu memakai helm lalu pergi dari hadapan Haruka. Bodohnya gadis itu, seharusnya kalau menyukai Johannes, dia bisa mengambil hati Jovanka agar Johannes bisa melirik sayangnya ia bukan orang munafik untuk melakukan hal tersebut.
Haruka menghentakkan kakinya melihat kepergian Johannes. Nyebelin pikirnya segera menghubungi sang kakak.
Di tempat lain, haris menendang ban mobilnya. Ban mobilnya pecah saat pulang dari pertemuan, mau di ganti juga dia lupa bawa ban cadangan.
"Sial. Kenapa harus sekarang sih?" udah sore gini, grab mana lewat sini." dengusnya sekali lagi menendang ban tapi malah kena pelek mobil.
"Sial. Sial. Sial." umpatnya melompat-lompat kesakitan tanpa melihat motor melaju kencang dari arah kanan.
Pittt… Haris melongo terdiam kaku melihat motor itu berusaha untuk berhenti sampai ban belakang terangkat.
Tak lama bunyi decitan cekit!!
Duk!
Haris terjatuh bukan karena ditabrak tetapi terkejut, terlebih lagi matanya seketika ingin keluar melihat pengendara motor tersebut seorang gadis cantik berwajah bulat bak boneka memakai baju basket.
Klek!
"Om, pocong bukan?" pertanyaan membangongkan, Haris sontak menggeleng keras masih dalam keterkejutan. Gadis itu mendekatinya setelah memarkirkan motornya.
"Ya udah kalo bukan ngapain pake lompat-lompat di tengah jalan? Kalau saya gak bisa ngerem gimana? Kalau mau mati jomblo jangan ngajak-ngajak lah om, kasian jodoh saya lagi otw, kan berabe kalau saya mati duluan."
Astaga! Anak siapa ini, mulutnya kok sangat kurang ajar sekali ya. Bentar, kok dia tau saya jomblo?
"Mohon maaf nih dek, bisa bantu saya berdiri dulu gak, baru deh kita adu bacot kalau situ emang pengen." lontarnya mengulurkan tangan.
Ah benar juga.
"Tau dari mana saya jomblo?"
Gadis itu menaruh telapak tangan tepat di wajah Haris lalu memutarnya. "Sring..sempurna dalam hal ke jomblo an. Muka om udah ngegambarin semuanya hehe."
Sialan.
"Namanya siapa kok nggak sopan banget ya?"
"Emang om hehe. Oyah Jovan, namanya dedek Jovanka om."
"Pantes."
"Cantiknya. Seksinya. Baiknya. Luar biasa pintarnya. iyakan om?"
Cih pede. Haris tersenyum paksa.
Jovanka tadinya mau ke tempat latihan habis janjian sama anggota lain, tapi pas di tengah jalan dia bingung ngeliat orang lagi lompat-lompat seperti pocong untung mukanya gak ada tampang pocong coba kalau iya, udah di sikat sekalian.
"Udah,kan?" tanya Jovanka setelah Haris berdiri. Yang di tanya diam melongo, bingung arah pertanyaan Jovanka kemana.
"Khem, saya tau saya ini cantik banget malahan tapi kira-kira dong om jangan sekarang terpesonanya 'kan mau adu bacot, gimana sih."
Bocah gendeng, untung dia benar-benar cantik dari tadi bikin emosi mulu perasaan. Dumel Haris dalam hati.
"Gini aja deh, maaf kalau saya salah,"
"Ya om nya emang salah."
"Oke fine saya salah, tapi boleh minta tolong gak?"
Mendengar hal itu, Jovanka berbalik kembali ke motornya dan menstater nya. "Kalau gitu saya deh yang salah, maaf om saya pamit duluan takut di cariin orang tua soalnya saya lupa ngomong mau main keluar. Permisi," kata Jovanka membuat Haris segera menghadap motornya dengan memasang badan setelah tau maksudnya.
"Ya elah om, kalau mau bunuh diri jangan di mari lah, kasian saya masih muda masa udah nangkring di penjara? Tega bener dah jadi human. Mana gadis cantik seperti saya lagi," lontar Jovan tanpa membiarkan Haris berbicara.
Terlihat Haris memutar bola mata kesal dan berkata, "Katanya masih muda, cantik, tapi kok bantu orang gak mau? Wah ternyata jiwa muda dan kecantikannya di luar doang, siapa yang mau kalau gini."
"Ada dong, tinggal kasih pelet tokek aja selesai hehe."
Njir!