Bab 1 : Reinkarnasi
Alisha merasakan nyeri yang menusuk sekujur tubuhnya saat dia meraih bunga liar terakhir di ladang gersang keluarganya. Ini adalah pemandangan yang biasa dia lihat setiap hari, tetapi hari ini terasa berbeda. Bunga itu, meski layu dan kering, masih memiliki keindahan yang tersisa. Begitu pula dengan dirinya.
Keluarganya adalah salah satu dari mereka yang terjebak dalam siklus kemiskinan yang tak berujung. Hutang-hutang yang tumbuh begitu besar, seperti gulma liar yang tak bisa dihapus. Kehidupannya yang penuh penderitaan dan pekerjaan keras membuatnya merindukan kebahagiaan yang selalu terasa jauh di luar jangkauannya.
Alisha kembali ke rumah yang kumuh di desanya. Rumah yang menyimpan kenangan-kenangan kelam. Saat dia masuk, ibunya, seorang wanita paruh baya dengan mata lelah, menatapnya dengan kepedihan yang dalam.
"Ibu, aku telah mengumpulkan bunga-bunga terakhir," kata Alisha dengan suara lembut.
Ibunya tersenyum, meski senyum itu tak terlalu tulus. "Terima kasih, Alisha."
Alisha melihat ayahnya, seorang pria yang tubuhnya yang kurus terpapar oleh beban hidup yang berat, sedang duduk dengan pandangan kosong. Dia bisa melihat bahwa ayahnya telah kehilangan harapan.
Ayahnya tiba-tiba berteriak kepada Alisha. "Heh, bodoh. Cepat buatkan aku makanan!"
Alisha mengangguk perlahan, mengguncangkan rambut panjangnya yang kusut, dan bergegas memasuki dapur yang sempit. Dia meraih beberapa bahan sederhana yang mereka miliki, dan dengan hati-hati memasak apa yang bisa dia sajikan kepada ayahnya.
Seiring waktu berlalu, keluarga Alisha semakin terjerat dalam utang yang melambung tinggi. Keadaan semakin sulit, dan ketika keluarga mereka kehabisan pilihan, seorang pria tua yang berkedok pemberi pinjaman muncul. Pria tua itu berusia sekitar enam puluh tahun, dimana dia memiliki sifat jahat dan tamak. Dia menawarkan pinjaman besar agar bisa melunasi hutang keluarga Alisha dengan syarat satu-satunya: Alisha harus menikahi pria tua itu.
Alisha menolak dengan keras pada awalnya, tetapi tekanan dari ayahnya yang kejam dan harapan akan masa depan yang lebih baik untuk keluarganya membuatnya menerima tawaran itu. Pernikahan itu adalah pernikahan yang direncanakan dengan sangat cepat, dan meskipun keluarga Alisha mendapatkan kembali rumah dan tanah mereka, hati Alisha merasa hampa.
Pesta pernikahan berlangsung cepat, tetapi Alisha merasa seperti seekor domba yang dijual kepada sang pemilik. Pria tua itu sangat kejam dan seringkali mabuk. Dia sering kali menyiksa Alisha baik secara fisik maupun emosional. Alisha sering terjebak di dalam kamarnya, dipaksa untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga yang berat, dan menderita pukulan serta cemooh dari suaminya.
Setiap hari, Alisha merindukan kebebasannya, dan setiap malam, dia menangis dalam ketakutan. Tubuhnya dipenuhi dengan bekas luka dan lebam. Dia merasa terjebak dalam neraka yang tidak berujung. Tetapi dia harus bertahan demi keluarganya. Kehidupan yang dia alami adalah mimpi buruk yang tak ada ujungnya.
Suatu malam, ketika Alisha sedang tidur di kamar tidurnya yang mewah, Pria tua itu datang dengan kemarahan yang meledak-ledak. Dia menyalakan lampu dan menuntut Alisha untuk mematuhi perintahnya. Alisha yang saat itu kelelahan, jelas saja menolak permintaan pria tua itu hingga membuatnya semakin marah.
Dia mulai memukuli Alisha dengan kejam. Alisha merintih kesakitan dan berteriak meminta tolong, tetapi tidak ada yang mendengar. Pria tua itu terus menerus menyiksanya, dan Alisha mulai kehilangan kesadarannya.
Saat Alisha terbangun keesokan harinya, dia melihat luka di sekujur tubuhnya. Begitu banyak bekas luka dan lebam yang memadati tubuhnya, mengingatkannya pada malam mengerikan yang baru saja berlalu. Dia merasa tubuhnya hancur, tapi lebih dari itu, hatinya hancur. Alisha tidak tahan lagi dengan penderitaan yang dia alami setiap hari.
Dia merenungkan pilihan-pilihan yang ada di depannya. Tetapi dia juga tahu bahwa jika dia mencoba melarikan diri, Pria tua itu akan menemukan dan menghukumnya dengan lebih kejam lagi. Alisha merasa terjebak dalam pernikahan yang membuatnya merindukan kebebasan dan martabatnya.
Alisha terduduk di tepi tempat tidur, pandangannya kosong saat dia merenungkan masa depan yang suram. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubah situasinya. Kehidupannya sekarang adalah mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.
***
Beberapa bulan berlalu, dan Alisha terus hidup dalam penderitaan. Dia mencoba mempertahankan semangatnya, terutama ketika dia berpikir tentang keluarga yang membiarkannya pergi dengan pria tua ini. Dia berharap bahwa suatu hari, keadaan akan berubah, dan dia akan bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Namun, takdir sepertinya memiliki rencana lain untuknya. Suatu malam, saat dia sedang tidur di dalam kamar mewah yang telah menjadi penjara bagi dirinya, pria tua itu datang lagi dengan kemarahan yang meledak-ledak. Alisha mungkin merasa tubuhnya mulai terbiasa dengan rasa sakit, tetapi tidak ada rasa terbiasa yang bisa meredakan ketakutan dan keputusasaannya.
"Aku lelah," gumam Alisha.
Pria tua itu mengancam Alisha dengan lebih banyak kekerasan. Dia merasakan getaran keras dari suara teriakan dan tamparan. Alisha berusaha keras untuk tidak mengeluarkan suara, takut bahwa jika seseorang mendengarnya, itu hanya akan membuat situasinya semakin buruk.
Aku mohon, tolong aku.
Saat malam itu berlalu, Alisha merasa lebih hancur daripada sebelumnya. Tubuhnya yang lemah dan terluka menjadi saksi bisu atas siksaan yang tak ada akhirnya. Hatinya merasa hampa dan hancur. Dia merenungkan tentang bagaimana hidupnya bisa berubah menjadi mimpi buruk seperti ini.
"Aku benar-benar lelah, Tuhan."
Dan kemudian, ketika cahaya fajar mulai menyelinap masuk ke dalam kamar tidurnya, Alisha memutuskan bahwa dia telah mencapai batas kesabarannya. Dia tidak bisa lagi menerima hidup dalam penderitaan seperti ini. Sesuatu harus berubah.
"Aku harus keluar dari tempat ini." gumamnya perlahan.
Tapi apa yang bisa dia lakukan? Bagaimana dia bisa melarikan diri dari pria tua yang selalu mengawasinya? Apa yang akan terjadi pada keluarganya jika dia mencoba melarikan diri? Alisha merenungkan semua pertanyaan itu saat air mata membasahi pipinya yang lebam.
Kemudian, dia membuat keputusan. Dia akan mencari jalan keluar dari neraka ini, tidak peduli apa pun risikonya. Dia akan mencari cara untuk melindungi dirinya dan mengakhiri siksaan yang dia alami.
Alisha mulai merencanakan pelarian diam-diam. Dia menyusun rute pelarian dan menyimpan makanan serta uang dalam rahasia. Dia mempelajari kebiasaan pria tua itu, mencoba mencari celah dalam pengawasannya yang ketat.
Beberapa minggu berlalu, dan rencananya semakin matang. Dia tahu bahwa ini adalah tindakan putus asa, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa lagi menerima hidup dalam penindasan dan ketakutan.
Pada suatu malam yang gelap dan berangin, Alisha memutuskan bahwa saatnya tiba. Dia memasukkan sedikit pakaian dan semua uang yang dia kumpulkan ke dalam tasnya, lalu diam-diam berjalan ke pintu keluar kamar tidurnya. Tetapi saat dia hampir mencapai pintu itu, suara langkah kaki mendekat dari arah berlawanan. Alisha berhenti, hatinya berdebar kencang. Dia tahu bahwa jika dia tertangkap, konsekuensinya akan sangat mengerikan.
"Aku mohon, pergilah." ucap batin Alisha.
Alisha menutup mulutnya dengan tangan gemetar, berusaha keras untuk tidak mengeluarkan suara. Dia bersembunyi di balik sebuah dinding, berharap bahwa orang yang mendekati akan melewati dirinya tanpa mencurigai apa pun.
Tuk.
Tuk.
Tuk.
Langkah kaki semakin mendekat, dan Alisha merasa detak jantungnya semakin keras. Dia merasakan keringat dingin yang mulai mengucur di punggungnya karena kecemasan yang melanda. Dia tahu bahwa saat-saat seperti ini bisa menentukan nasibnya.
Tiba-tiba, langkah kaki berhenti tepat di depan pintu keluar kamar tidurnya. Alisha menutup matanya, berdoa dengan keras agar orang itu segera pergi. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika dia tertangkap.
Aku mohon. Lindungi aku Tuhan.
Beberapa saat kemudian, langkah kaki itu mulai menjauh, dan Alisha bisa merasakan kelegaan yang besar. Namun, dia tidak bisa terlalu lama bersembunyi. Dia tahu bahwa dia harus segera melanjutkan pelariannya sebelum pria tua itu menyadari bahwa dia akan pergi.
Alisha dengan hati-hati membuka pintu dan melangkah keluar ke dalam malam yang gelap. Dia merasa beban berat terangkat dari bahunya saat dia mulai berlari menjauh dari rumah yang pernah menjadi penjara baginya. Hatinya dipenuhi dengan harapan, meskipun dia tahu bahwa perjalanan ke depan tidak akan mudah.
Teruslah berlari, Alisha. Jangan lihat kebelakang.
Keringat yang bercucuran tidak melemahkan hati Alisha untuk menjauh dari rumah itu.
Jangan berhenti, Alisha.
Selama berjam-jam, Alisha terus berlari melewati jalan-jalan gelap dan hutan-hutan yang lebat. Dia tidak punya tujuan pasti, tetapi satu-satunya yang dia inginkan adalah kebebasan. Dia ingin menjauh dari pria tua yang telah menyiksanya begitu lama.
Saat fajar mulai menyingsing di cakrawala, Alisha merasa lega. Dia telah berhasil melarikan diri, setidaknya untuk sementara waktu. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi dia merasa telah mengambil langkah pertama menuju kebebasannya.
"Apakah aku sudah terbebas?" gumam Alisha melirik ke sekitarnya.
Nyatanya tidak. Nasib memiliki rencana lain. Saat Alisha berjalan keluar dari hutan yang sunyi, dia tiba-tiba mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari belakang. Dia berpaling dan melihat pria tua itu, wajahnya penuh dengan kemarahan.
"Bagaimana bisa?" ucap Alisha terbata-bata.
Tanpa berpikir panjang, Alisha berlari secepat mungkin, tetapi langkahnya terasa berat dan kelelahan merayap pada dirinya. Pria tua itu semakin mendekat, dan Alisha merasa putus asa.
Dor.
Dor.
Dor.
Tiba-tiba, suara tembakan menggema di udara, dan Alisha merasakan luka yang menusuk di dadanya. Dia terjatuh ke tanah, pandangannya memudar. Pria tua itu tersenyum dengan penuh kepuasan, senapan di tangannya.
Pria tua itu, apa yang dia bicarakan?
Alisha menghela napas terakhirnya dengan mata yang semakin kabur. Kehidupannya yang penuh penderitaan akhirnya berakhir dalam kegelapan. Seukir senyuman terpancar dari bibir Alisha, membuat pria tua itu menembakkan pelurunya lagi.
Dan di saat itu, ketika semuanya tampak akan berakhir, Alisha tiba-tiba terbangun di suatu tempat yang asing. Dia berbaring di atas tempat tidur rumah sakit dengan tubuh yang terasa berbeda.
"Di-Dimana aku?"