Siang ini Lidia nyaris dibuat kesal bukan main oleh Arya. Pasalnya pria itu tak pernah berhenti mengikutinya. Arya selalu mengintili kemanapun ia pergi dan pria itu tak pernah peduli apakah saat itu dirinya akan marah atau tidak.
Mulai dari ia pamit ke kamar mandi, Arya juga ikut walaupun pria itu hanya menunggu di luar, tapi tetap saja ia risih. Siapa tahu nanti saat ia pipis, pria m***m itu mengintipnya. Untuk zaman sekarang ini, mempercayai hantu itu tidak boleh. Karena hantu sendiri punya tipu daya.
Bahkan saat Lidia belanja di kantin sekolah, pria itu juga mengikutinya.
Dan sampai siang ini, saat ia pulang sekolah dan berjalan menuju parkiran motornya, ia juga diikuti oleh Arya.
Lidia masih bisa mendengar jelas Arya sedang bersenandung di belakangnya. Membuat ia seketika kesal.
Dengan cepat Lidia memutar tubuhnya ke belakang lalu berkacak pinggang, "Lo nggak punya kerjaan ya selain ngintilin gue?" tanya Lidia kesal.
Gadis itu melirik wajah Arya yang terlihat masa bodoh.
"Gue nggak ngintilin lo! Pe de itu jangan tinggi amat neng."
"Gue nggak pe de. Emang buktinya lo ngintilin gue dari tadi. Lo pasti mau m***m kan?" tuduh Lidia.
Arya melotot kaget, namun seketika Arya tertawa, "Gue? m***m sama lo?" Arya memperhatikan dari atas ke bawah, "Nggak nafsu gue lihatnya."
Sialan!
Umpat Lidia dalam hatinya yang tentu saja Arya tahu.
Arya masih belum berhenti tertawa, membuat Lidia jengah.
"Oke. Kalau lo nggak ngintilin gue. Kenapa lo bisa ada di sini. Di manapun gue berada lo selalu ada. Gue ke toilet, gue ke kantin, tadi pas gue ke perpus, dan sekarang ke sini. Mau lo apa sih?"
Arya masih bersikap santai, "nggak mau apa-apa. Cuma mau ikutin lo doang."
"Iya tapi tujuannya apa? Fungsinya apa? Kurang kerjaan ya lo?"
Arya mengangguk ,membuat Lidia semakin kesal.
Gadis itu berjalan cepat menuju parkiran motor dan mencari motornya. Setelah dapat ,ia langsung menaiki motor tersebut dan mestaternya.
Lidia melirik dari spion motornya. Dengan spontan ia melirik ke belakang, "ngapain lo nangkring di sini?"
Arya yang ditanya hanya tertawa cengengesan.
"Turun!"
Arya menggeleng.
"Turun gue bilang!!"
Lagi-lagi Arya menggeleng.
Lidia menghela nafas kesal. Ia siap ingin membentak namun justru ia yang dikejutkan.
Saat ia membuka mata setelah menghela nafas kesal, Arya tiba-tiba muncul di hadapannya sambil mengeluarkan wajah memelas.
"Astaghfirullah.." pekik Lidia tertahan.
Ia hampir saja terjatuh dari motornya.
"Lo!"
"Gue ikut lo ya! Ngapain gue di sini." ucap Arya dengan tatapan seperti anak kucing.
"No! BIG NO!!"
"Ayolah! Gue janji nggak bakalan ganggu. Please!!" Arya kembali memelas. Kali ini bahkan dengan kedipan mata.
Lidia memperhatikan semua itu. Bahkan Arya terlihat seperti anak kecil di matanya.
Lidia menatap Arya , ia melipat tangannya ke d**a.
"Sebenarnya umur lo berapa sih?" ucapnya bertanya.
Arya tak menjawab. Ia melihat ke arah belakang Lidia dan memberi kode pada gadis itu jika ada sesuatu di belakangnya.
Dengan cepat Lidia memutar tubuhnya ke belakang dan betapa terkejutnya ia saat Cia muncul di belakangnya.
"Cia? Lo ngagetin gue aja tahu nggak."
"Lo ngomong sama siapa? Perasaan di sini nggak ada siapa-siapa." Cia menatap ke sekelilingnya dan memastikan ucapannya benar bahwa tak ada orang di sekitar mereka.
Lidah Lidia mendadak kelu. Ia tak bisa menjawab pertanyaan simple dari cia.
"Itu---tadi itu gue ngomong --hmm, gue lagi nelpon, iya lagi nelpon. Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Lidia balik. Ia berharap pertanyaannya bisa mengalihkan pertanyaan Cia tadi padanya.
"Bohong banget ih! Lo nggak megang hp."
"Eh?"
"Kok gue perhatiin sejak kita kemping, lo aneh banget deh. Sering ngomong sendiri. Lo lagi ngomong sama siapa?" Lidia bisa melihat betapa penasarannya Cia.
Entah kenapa dalam benaknya, ia sangat ingin mengerjai gadis itu.
Lidia turun dari mobil dan melangkah mendekati Cia, "lo mau tahu gue ngomong sama siapa?" tanya Lidia memancing.
Cia mengangguk antusias.
"Sama sesuatu yang nggak bisa lo lihat dan lo dengar."
"ha? Maksud lo?"
"Hmm--gimana ya cara bilangnya. Gue cuma nggak mau lo ketakutan."
Mendengar kata 'ketakutan' dari Lidia, otak cerdas Cia seketika merespon apa maksudnya. Mendadak Cia merinding. Ia melihat ke sekeliling nya dan melangkah merapat pada Lidia.
Melihat respon Cia yang begitu lucu di mata Lidia, ia pun semakin menakut-nakuti teman beda kelasnya itu.
"Lo takut?" ucap Lidia bertanya.
Cia seketika menggeleng. "Gue nggak takut Lid. Cuma agak parnoan aja. Lo bisa lihat yang begituan?"
Lidia mengangguk.
"Seriusan?"
Lagi-lagi Lidia mengangguk.
"Lo mau coba lihat mereka?"
Cia nampak terkejut. Ia menatap Lidia dengan seksama, "Lo bisa lakuin itu?" tanya Cia penasaran.
Lidia mengangguk, "Lo mau?" tanya Lidia menantang.
"Eh! Lo gila antang anak orang lihat yang beginian?" Arya memukul pundak Lidia lalu menunjuk sosok menyeramkan yang berdiri di tiang sekolah dekat parkiran.
Lidia tak menjawab, ia hanya tersenyum pada Arya lalu kembali menatap Cia.
"Gimana?" tanya Lidia kembali.
"Tapi wajah mereka serem-serem nggak?"
"Hmmm, sebenarnya kalau bisa gue gambarin ya, gue takut lo nggak bisa tidur setelahnya."
"Ya alah, berarti serem banget dong."
Lidia mengangguk , "Banget. Gimana?"
"Lid. Jan ngadi ngadi deh." tegur Arya lagi.
"Udah! Tenang aja kenapa sih!"
"Mana bisa gue tenang Lid. Lo mau lihatin gue yang begituan. Gue kan kudu siap mental dulu."
Arya langsung tertawa. Cia salah mengira. Ia pikir Lidia bicara dengannya.
Melihat Arya tertawa, Lidia ikutan tertawa. Ia yakin Cia tak akan mau.
"Gimana?" tanya Lidia lagi.
"Mau sih Lid, cuma kan gue mesti siapin mental dulu."
Mendengar jawaban Cia, Baik Lidia maupun Arya seketika dibuat melongo tak percaya. Biasanya orang-orang akan menolak jika ditawari hal seperti ini, namun berbeda dengan Cia. Gadis ini justru menerima begitu saja haya saja mentalnya belum kuat, atau bisa dikatakan belum terlalu kuat.
Lidia melihat Arya berjalan ke samping Cia. Entah apa yang Arya lakukan, Lidia melhat Arya memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali. Namun detik. Berikutnya Lidia dibuat terkejut karena Arya menepuk pundak Cia cukup keras membuat Cia terkejut bahkan nyaris terpekik. Gadis itu berhamburan memeluk Lidia.
"Uwaaa! Apa itu Lid. Ya Allah. Ya allah, maaf! Maaf Cia salah bicara. Ya Allah, tadi itu apa? Ya Allah, belum juga ngomong belum dibuka beneran, tapi udah di tepok. Iiiii---" Cia menggigil tak karuan. Ia memeluk Lidia erat. Lidia dibuat tertawa keras karena keusilan Arya pada Cia dan karena respon Cia yang tadi berani, kini justru mendadak menciut.
"Itu salah satu dari mereka." ucap Lidia dengan nada suara yang dibuat menyeramkan.
"Lo seriusan?"
"He eh. Trus gimana ini? Jadi nggak mau dibukain mata batinnya?"
Cia menggeleng dengan cepat. Ia tak mau bahkan tak akan pernah mau.
Jujur, ia tertarik dengan hal seperti itu, namun ternyata jika sudah merasakan sendiri, rasa takutnya jauh lebih besar. Mungkin selama ini orang melihatnya hanya sebuah candaan yang ada di film-film horor, namun ternyata merindingnya jauh lebih gila dari yang dibayangkan.
Berarti intinya seperti ini. Banyak orang yang mengatakan mereka tak takut dengan hal itu. Mereka mengatakan mereka tak takut horor, bahkan mereka berani menonton film horor sendirian, tapi ternyata lain cerita jik mereka sudah bertemu langsung. Rasa takut itu seketika muncul membuat keberanian yang dulu menggebu-gebu langsung menghilang.
"tapi Lid. Gue bisa minta tolong nggak. Sebenarnya ini udah lama nyari orang yang bisa bantuin gue, tapi susah nyarinya."
"Minta tolong apa?"
Cia tampak berpikir, "gini. Tapi lo janji nggak bilang siapa-siapa."
"Hahaha. Kenapa sih? Kok misterius gitu?"
"Bukan misterius Lid sebenarnya gue itu penulis dan status gue ini nggak ada yang tahu."
"Wuiih! Beneran? Bagus dong! Kok nggak boleh orang tahu? Kan prestasi namanya."
"Hmmm. Sebenarnya begini. Gue itu awalnya terjun jadi penulis dengan cerita genre dewasa romantis gitu. Dan banyak adegan ranjangnya. Jadi karena itu gue takut kasih tahu orang kalau gue itu penulis."
Lidia manut-manut paham. "Trus gue harus bantu apa?"
"Gue mau bikin cerita horor. Tapi gue nggak bisa lihat. Kepengen bisa lihat, cuma pas tadi ditepok doang nyali gue langsung ciut, apalagi gue lihat langsung. Jaid lo maukan bantuin gue. Please.!" mohon Cia yang sangat sulit Lidia turuti.
Ia kebingungan harus menjawab apa. Ia menatap Arya, namun Arya hanya mengangkat bahunya acuh sebagai respon jika pria itu juga tak tahu harus merespon seperti apa.
"Gini Cia. Sebenarnya bukan gue nggak mau bantuin lo, tapi--"
"Please Lid. Siapa tahu gue berhasil bikinnya."
'Terus kalau lo berhasil, gue gimana?' rutuk Lidia dalam hati membuat Arya seketika tertawa.
"Mau ya Lid. Gue mohon."
Lidia tersenyum renyah. "Sebenarnya, bukannya gue nggak mau, hanya saja gue sibuk Cia."
"Tapi kan.--"
"Gimana kalau lo minta bantuan Amel."
"Amel?"
"Iya Amel. Amel kan bisa liat juga."
"Ha? Seriusan lo?"
"Serius gue. Tanya aja sama Amel. Dan gue yakin Amel mau bantuin lo."
Seperti mendapatkan jawaban terbaik, Cia pun langung memeluk Lidia erat. "Ya Ampun lid. Kalau gue nggak ketemu lo, mungkin cerita gue itu masih Mentok di prolog terus."
"Hehehe. Semangat ya.'
"Pastinya. Makasi ya. Salam buat teman-teman lo." ucap Cia dengan senangnya. Gadis itu lalu berlari pamit meninggalkan Lidia yang masih terheran-heran.
"Teman lo cantik, cuma bego." celetuk Arya yang sudah berdiri di sebelah Lidia. Gadis itu spontan melirik Arya tajam membuat Arya salah tingkah.
"Jadi ,gimana permintaan gue tadi? Gue boleh ya ikut sama lo. Gue nggak punya teman, lo nggak kasihan sama gue? Lo nggak mikir apa nanti kalau gue diganggu tante tante gimana? Kan gue---"
Arya terdiam. Ia merasa seperti ada yang aneh pada tubuhnya.
"Gue--" lagi-lagi Arya sulit bicara. Entah apa yang terjadi dengannya. Ia merasa tubuhnya terasa sakit dan sulit bergerak membuat Lidia menatapnya heran.
"Lo kenapa?" tanya Lidia namun gadis itu belum berbuat apapun. Ia masih berdiri menatap Arya.
Arya tak bicara. Ia memejamkan matanya sejenak lalu kembali membukanya.
Ia sudah merasakan nyaman pada tubuhnya.
"Nggak. Gue--gue nggak kenapa-napa." jawabnya yang juga merasa bingung. Ia bingung dengan yang terjadi padanta barusan. Ini aneh. Ini pertama kalinya ia merasakan seperti itu dan ini sungguh sakit. Ia seperti dihantam kayu bertubi-tubi.
Apa yang terjadi sebenarnya?
Arya terdiam dan hanya bertanya pada dirinya sendiri.
*****