Bab 11

1221 Kata
Ketegangan di keluarga Darmaputra semakin terasa. Keanan yang sejak awal menolak menikahi Nadia, kini tiba-tiba tak rela bila harus berpisah dari gadis itu —entah kenapa.  Mendapat dua pilihan, yang sepertinya memang sengaja Papanya lakukan demi memuluskan keinginan sang istri yang ingin bercerai dengannya, tanpa berpikir lebih jauh Keanan pun memutuskan.  "Aku memilih tetap mempertahankan rumah tanggaku bersama Nadia!" tegas Keanan menjawab.  Hilang sudah kekuatan Nadia kini, yang sejak awal menggebu untuk melawan suaminya. Pilihan yang sudah lelaki itu putuskan, membuat Nadia tak bersemangat.  "Kamu benar-benar sudah gila, Keanan," ucap Nadia, menatap nanar wajah suaminya.  "Terserah kamu mau bilang apa tentang diriku, Nadia. Sekarang kamu sudah tahu, aku adalah seorang pria miskin yang tidak memiliki apa pun. Semua yang aku miliki akan Papa ambil termasuk, perempuan yang selama ini sudah membuatmu cemburu dan menangis tiap malam di waktu tidurmu —Maura!" pelan Keanan berbisik di telinga istrinya. Sontak, perbuatannya membuat Nadia gemetar menahan amarah.  Tanpa merasa bersalah —memang sengaja hal itu ia lakukan untuk membuat sang istri marah— kembali Keanan menatap sang Papa.  "Apakah aku tetap harus berangkat besok, Pah?" tanya Keanan, mengabaikan tatapan Mamanya yang terlihat kesal.  "Ya, penerbanganmu jam delapan pagi take off dari bandara." Tak bertenaga, suara yang Pak Hari keluarkan.  Bagaimana pun waktu sudah mendesak, hanya Keanan yang sementara ini bisa ia andalkan untuk menggantikan dirinya menemui tuan Richard.  "Baik. Aku akan bersiap untuk tugasku besok. Yang mungkin akan menjadi tugas terakhir sebelum aku dipecat dari posisi sebagai wakil direktur." Tanpa mengucapkan pamit, lelaki itu beranjak dari ruang keluarga dan pergi meninggalkan kediaman Darmaputra, menuju ke apartemennya. Meninggalkan tiga orang yang sekarang sama-sama terdiam, masih syok.  "Nadia, sementara kita lupakan dulu kejadian barusan. Papa akan mencari cara atau jalan agar Keanan mau menceraikan kamu. Sekarang, ada hal yang lebih penting yang ingin Papa dan Mama sampaikan." Gadis itu berusaha fokus mendengar kalimat yang akan Pak Hari katakan. Mencoba melupakan apa yang sudah terjadi beberapa saat yang lalu. "Iya, Pah?" "Nadia, maafkan Papa dan Mama sebelumnya, jika hal yang akan kami sampaikan nanti akan menimbulkan pertanyaan dari dirimu, seperti kenapa dan bagaimana. Jadi, dengarkanlah baik-baik kalimat demi kalimat yang akan kami katakan kepada kamu." Pak Hari menjeda kalimatnya. Mencoba mengumpulkan tekad yang lumayan kuat, demi melepaskan beban yang selama ini mereka tanggung.  "Nadia, ketika orang tuamu meninggal —sekitar lima tahun yang lalu— usiamu yang sudah menginjak angka lima belas tahun waktu itu, tentu saja masih sangat lekat dalam ingatan masa-masa kebersamaan kamu bersama kedua orang tuamu dulu." "Selain fakta yang mengatakan jika kami adalah salah satu kerabat jauh dirimu, dan ada juga Sean —teman masa kecilmu— yang juga memiliki hubungan kekerabatan dengan kedua orang tuamu, ada fakta lain yang belum kami sampaikan padamu, dan kamu belum mengetahuinya." Nadia masih setia menyimak ucapan yang terlontar dari mulut Pak Hari. Dengan mengerjapkan kedua matanya sesekali, Nadia sungguh serius tak ingin ada satu kata pun yang lolos dari pendengarannya.  "Nadia bukannya niat atau rencana kami yang ingin menyembunyikan semuanya darimu, perihal apa yang nantinya akan kami katakan. Tapi itu semua semata-mata karena permintaan kedua orang tuamu melalui pengacara keluarga, sebelum ayah dan ibumu pergi." Pak Hari memandang wajah sang istri meminta kekuatan, walau dengan sebuah genggaman tangan saja.  "Ada warisan yang sebetulnya ayah dan ibumu berikan kepadamu. Harta yang seharusnya memang kamu miliki sebab memang adalah hakmu sebagai putri dari mereka. Namun ada persyaratan yang menjadi alasan mengapa kami tidak memberitahumu selama ini. Yaitu, di dalam surat wasiat itu mengatakan jika seluruh harta warisan yang kedua orang tuamu tinggalkan, akan diserahkan jika usiamu sudah memasuki angka dua puluh satu tahun." Perasaan lega mulai menghinggapi jiwa dan raga Pak Hari. Merasa enteng dengan kata-kata yang akan ia ucapkan berikutnya.  "Nadia, orang tuamu meninggalkan sebuah rumah besar. Rumah yang pernah kamu tinggali bersama kedua orang tuamu ketika mereka masih hidup. Rumah itu terjaga dengan sangat baik hingga kini, sebab ada orang yang kami suruh untuk merawatnya. Selain itu, mobil yang kamu pakai selama ini, ya, sepertinya kamu masih ingat kalau itu adalah mobil yang selalu orang tuamu pakai dulu. Sebetulnya ada sebuah mobil lainnya, tapi sudah kami jual karena sayang tidak ada yang pakai. Masih ada beberapa uang di dalam tabungan yang ayah dan ibumu tinggalkan. Ah iya, hasil penjualan mobil pun kami masukkan ke dalam rekening tabungan milikmu. Dan terakhir, ini hal penting yang harus kami sampaikan. Di perusahaan yang saat ini kamu bekerja, alias perusahaan Papa, kamu memiliki hak saham sebesar lima persen di dalamnya. Saham yang orang tuamu miliki yang otomatis jatuh ke tanganmu sebagai ahli waris satu-satunya." Nadia kini mengerti sudah, ucapan Sean beberapa waktu lalu ternyata benar adanya. Mengenai peninggalan harta warisan yang kedua orang tuanya berikan padanya. Ternyata ia tidak akan kekurangan atau pun menderita —dari segi ekonomi— meski seandainya berpisah dengan Keanan. Hal itu yang ia tangkap sekarang atas ucapan yang Sean sampaikan itu.  "Nadia, apakah kamu tidak ingin mengatakan sesuatu?" Pak Hari merasa bingung atas sikap Nadia yang tidak merespon.  Pria paruh baya itu menduga jika yang ia sembunyikan selama ini, apakah membuat gadis di depannya marah?  "Pah, Nadia hanya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang amat mendalam kepada Papa dan Mama. Kalian orang yang sangat berjasa bagi kehidupan Nadia. Setelah kedua orang tua Nadia meninggal kalian kini menjadi orang tuaku. Memberikan kasih sayang yang sama, tanpa membedakan aku anak kalian atau bukan. Mengenai harta warisan yang selama ini kalian simpan baik-baik, bagiku semua itu hanya berupa harta duniawi yang sewaktu-waktu akan habis atau pun hilang. Terima kasih sekali lagi Nadia sampaikan dengan tulus kepada Papa dan Mama, yang mana sanggup memikul beban sangat berat dengan menjaga amanah itu dengan baik." Nadia mendekati Nyonya Ranti dan menghambur memeluk wanita itu. "Terima kasih, Mah, atas semua hal yang Mama berikan kepada Nadia selama ini." "Kamu tidak perlu bicara seperti itu, Nadia. Kamu adalah putri kami. Sudah sepantasnya kami memberikan apa pun yang menjadi kebutuhan kamu." Nyonya Ranti membalas pelukan Nadia dengan sama eratnya.  "Mama malah ingin meminta maaf sama kamu, sebab pemaksaan yang kami lakukan supaya kamu menikah dengan Keanan, malah berujung rasa sakit di dalam diri kamu. Maafkan Mama dan Papa yah, Sayang. Mama akan mencari cara, kalau kamu memang tetap ingin berpisah dengan Keanan. Apa pun keputusan kamu, akan kami dukung." "Terima kasih, Mah, Pah." Nadia bergantian memeluk Pak Hari. Orang yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri. Seorang pria yang nyata sekali amat menyayanginya, melebihi rasa sayang kepada putranya sendiri, Keanan atau pun Andre.  "Kamu bisa kembali ke dalam kamar kamu sekarang. Istirahatlah. Hal yang sudah Papa dan Mama ingin sampaikan, sudah kami katakan." "Bagaimana dengan tugas Keanan ke Bali, apakah Papa yakin tetap menyuruhnya berangkat?" tanya Nadia yang merasa khawatir.  "Papa tetap yakin menyuruh dia berangkat, Nadia. Mau bagaimana juga, Keanan sudah biasa melakukan hal itu. Paling hanya masalah emosi saja yang Keanan butuhkan sekarang." "Tapi, Pah, dengan kondisinya seperti itu, apa ...?" "Tidak apa-apa, Nadia. Keanan tetap akan berangkat ke Bali besok. Dan kamu tidak pergi juga tidak apa-apa. Niat kami awalnya ingin membuat kalian jalan-jalan berdua, tetapi kami tidak tahu jika, yah ... begitulah. Papa tidak mau membahasnya lagi, yang pasti Papa minta maaf padamu." Nadia tak ingin berdebat dengan Pak Hari. Lelaki itu lebih tahu apa yang sudah menjadi keputusannya. Tapi di tengah kondisi Keanan yang sepertinya sedang emosi, Nadia merasa ragu jika lelaki itu bisa melakukan tugasnya dengan baik. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN