Kenaikan kelas

1998 Kata
Selama kelas 11 pelajaran sekolah Maria cukup lancar, bahkan tidak ada hal apapun yang membuatnya dalam masalah atau au kehidupannya tampak biasa saja. Meski seperti itu tidak mengurangi kegiatan atau kebiasaan Maria yang selalu bersama dengan ke empat adiknya. Selain bersama dengan ke empat adiknya, Maria juga harus mencuri waktu dengan kekasihnya. Kedekatan mereka sudah tidak di pungkiri lagi. Bahkan saat kenaikan kelas, Nana selalu menemaninya dan menyemangati Maria. Selama ini, Topan dan Atikah tahu akan hubungan Maria dan Nana. Mereka memahami situasi dan memberi kesempatan kebersamaan hubungan Maria. Kedua sahabatnya memilih membiarkan Maria menemui kekasihnya. "Kamu di sini?" tanya Maria tersenyum dengan lembut. "Iya, aku menjemput seorang gadis yang cantik, meski sedikit galak juga," jawab Nana menyambut kekasihnya. Maria tersenyum, kini mereka berjalan bersama keluar dari kelasnya, tanpa di sadari, seorang pria dari kejauhan memperhatikan mereka. Raut wajahnya tampak penuh perasaan yang kecewa melihat Maria yang tengah pergi dengan kekasihnya itu, meski dia tahu bahwa keduanya memang memiliki sebuah hubungan yang sangat jelas. Bahkan sudah di ketahui begitu banyak orang akan hubungan mereka. Meski seperti itu, Lafi masih tidak menyangka bahwa dia tahu akan hubungan keduanya memang memiliki ikatan sepasang kekasih, yang sangat jelas bahkan sudah bukan hal di sembunyikan jika mereka adalah sepasang kekasih. "Sudahlah Fi, kamu gak usah berharap tentang Maria itu," ucap Ani berbicara pada Lafi yang tengah memandangi Maria yang pergi dengan kekasihnya. "Hmmm, aku pergi!" balas Lafi meninggalkan Ani. Ani yang tidak ditanggapi oleh Lafi, ia begitu sangat kesal ketika mengingat dirinya sama sekali tidak bisa mendekati pria itu, bahkan meski sudah jelas bahwa Maria tidak menanggapi perasaan lelaki itu. Namun Lafi masih tetap saja tidak menanggapinya meski sudah berulang kali ia mendekati Lafi yang saat ini tengah sendirian saja tanpa seorang pasangan. "Kenapa sih selalu Maria saja? Kenapa kalian tidak mau lihat wanita lain selain Maria?" cetus Ani terlihat kesal. Ani menggerutu dan berdecak apalagi tahu hampir semua pria yang ia sukai malah menyukai Maria. Bahkan status Maria hanyalah gadis sederhana yang bahkan dia gadis miskin jauh dari kata berada. Dan Maria tidak pernah berpenampilan molek seperti yang lainnya apalagi seperti dirinya yang setiap kali selalu berdandan untuk tebar pesona. Nyatanya ia yang kalah pesona dari Maria yang hanya seorang gadis sederhana dan biasa saja. Bahkan Maria terkenal dengan sikapnya yang cetus dan acuh kepada siapapun, tetapi banyak yang menyukainya hal ini yang jadi bahan pertanyaan para gadis di sekolah. Maria yang masih tidak memahami tentang apa yang ada di dalam diri Maria. Hanya dengan sikap galaknya Maria para pria begitu dengan mudahnya mengagumi dan bahkan bisa bisa sedekat itu dengan gadis itu. Tidak seperti mereka yang sudah melakukan banyak hal untuk mendekati para pria, yang ada di sekolahnya itu. Namun hasilnya mereka tetap saja tidak dipandang sama sekali oleh para pria itu. Dengan perasaan kesal dan geram Ani berjalan memasuki kelasnya tanpa menghiraukan Lafi yang kini duduk bersama dengan Boyan berbincang tidak menghiraukannya. Saat melihat Ani pergi dengan perasaan yang kesal, tiba-tiba Ina datang menghampiri Ani. "Kamu tahu sendiri kan kalau Maria seperti memasang sesuatu pada dirinya? Karena aku juga heran kenapa dia pria bisa menyukainya?" ucap Ina tanpa henti kepada Ani. "Ya, aku juga tidak tahu! Padahal dia itu hanya gadis miskin. Bahkan dia itu sangat kucel bajunya saja itu-itu aja. Tidak seperti kita yang, bahkan semua bermerek! Memang sih soal kecantikan dia jauh lebih cantik dariku, bahkan tanpa dipoles pun dia memang sudah terlihat cantik hanya. Gadis tomboy kenapa semua pria menyukainya?" jawab Ani menggerutu berbicara kepada Ina yang baru saja datang tiba-tiba berbicara kepadanya. "Aku yakin suatu saat nanti akan ada hal dimana Maria tidak akan disukai oleh banyak orang apalagi seorang pria," ucap Ina berdecak kesal. Keduanya berbincang membicarakan Maria tanpa henti, mengungkapkan ketidak sukaan keduanya pada Maria. Tanpa memperhatikan teman sekelasnya, yang terheran-heran mendengarkan pembicaraan keduanya yang tanpa hentinya berbicara dengan ekspresi kesal satu sama lain. Saat Maria berjalan bersama dengan kekasihnya Nana, ia tampak bahagia ketika mendapati kekasihnya itu selalu bersikap dengan lembut kepada dirinya. Namun Nana masih saja memanjakan Maria dengan sangat lembut sampai saat ini. "Kenaikan kelas ini kamu mau minta apa?" tanya Nana dengan lambut. "Aku minta apa? Aku tidak tahu Aku harus minta apa?" ucap Maria. "Kamu minta sesuatu padaku. Nanti aku akan mengabulkannya dan mencoba untuk memberikannya untukmu," ujar Nana kepada Maria. "Hmm, apa ya? Nanti aku pikirkan deh, tapi beneran ya. Kamu kabulkan permintaanku permintaannya berapa ini aku mau yang banyak permintaannya," jawab Maria dengan manja berbicara kepada kekasih hatinya itu. "Iya nanti aku coba kabulkan semua permintaan kamu. Bahkan akan aku usahakan semua terkabulkan hanya untukmu," jawab Nana tersenyum dengan lembut. Nana mencubit pangkal hidung Maria. Maria begitu sangat bahagia ketika mendapati perlakuan lembut dari kekasih hatinya itu lalu mereka berdua sini bercanda bersama hingga lupa akan waktu bahwa hari itu adalah hari dimana para kedua orangtua lah mereka kumpul di sekolah untuk mengambil laporan kenaikan kelas. "Apa kedua orang tuamu, masih tidak ada yang datang sayang?" tanya Nana dengan lembut. "Sepertinya iya! Dan itu aku sudah terbiasa nanti juga aku saja yang ngambil tidak apa-apa kok," jawab Maria. "Bagaimana kalau nanti ayahku yang akan mengambilkannya untukmu," tawar Nana dengan lembut kepada Maria. "Tidak perlu! Itu tidak hal yang tidak penting juga! Lagi pula wali kelas aku itu sangat baik, dia pasti memberikan kan laporan kenaikan kelas ku dengan mudah tanpa mempersulit aku," ucap Maria dengan tegas, ia menolak tawaran Nana. "Beneran tidak apa-apa?" tanya Nana lagi dengan lembut. Maria mengangguk dan merangkul lengan kekasihnya sembari tersenyum dan bersandar di pundak kekasihnya itu. Nana menanggapi Maria dengan lembut dan senyum manis menunjukkan lesung pipinya. Ia lebih memahami Maria yang memang tidak pernah ingin siapapun ikut campur tentang kehidupannya. Apalagi merasa kasihan kepada Maria, lebih tidak ingin jika orang lain memandangnya dengan rendah bahkan mengatakan bahwa dirinya butuh bantuan. Ketika acara kenaikan kelas seperti biasa kedua orang tua Maria memang tidak pernah datang. Apalagi untuk mengambil hasil ujiannya Maria. Masih seperti biasa ia mengambil sendiri hasil ujian begitupun dengan raport yang seharusnya di ambil oleh kedua orangtua atau wali murid. Dia yang sudah terbiasa dengan wali kelas Maria. Yang sudah tahu itu, apa yang akan dilakukan oleh Maria dan begitupun dengan kedua orang tuanya yang memang tidak pernah mau untuk mengambil hasil ujian Maria. Apalagi raportnya padahal setiap orangtua sangat menginginkan atau mengharapkan nilai seperti Maria yang memiliki. Nilai yang sangat bagus dan sempurna meski hanya peringkat dua yang bisa Maria dapat. Saat Maria keluar dari kelasnya, Kakak Maria yang bernama Amran kini berada tepat di luar kelas Maria. Dia tersenyum tipis ketika melihat adik perempuannya itu keluar meski dengan raut wajah yang biasa saja saat keluar dari kelasnya. "Kamu sudah mengambilnya, Sayang?" tanya Amran. "Iya sudah, aku ambil. Kakak juga sudah?" balas Maria tersenyum. Lalu Maria merangkul lengan kakaknya itu dan tersenyum. Saat Maria melakukan hal seperti itu, sebuah kilatan kamera dari arah belakang berhasil Ina dapatkan dan ia tersenyum licik. Ketika melihat hasil potretan dia. Lalu ia pergi di mana Maria dan kakaknya berada. Saat Maria kini berjalan bersama dengan sahabatnya Atika, Maria tampak biasa saja tanpa ada raut wajah bahagia, rasa syukurnya ketika ia mendapati peringkat dua seperti sebelumnya. Atika yang menemaninya, ia mengerutkan dahinya ketika melihat raut wajah sahabatnya itu, yang memang seperti biasa terlihat dingin dan tidak ada hal yang membuatnya bahagia padahal dirinya jauh lebih memiliki peringkat dari Atika atau anak-anak yang lain. "Harusnya tuh kamu yang lebih bahagia dari aku! Kamu memiliki peringkat yang sangat bagus. Apalagi nilai kamu sangat besar dan tinggi sedangkan aku hanya memiliki peringkat untuk naik kelas aja," ucap Atika. Maria mengerutkan dahinya ketika mendengar penuturan sahabatnya itu, namun ia mencoba untuk menghibur sahabatnya itu meski dirinya sangat kecewa kepada kedua orang tuanya. Maria hanya tersenyum menanggapi sahabatnya itu. "Ya ... aku sangat bahagia kok. Apalagi saat kamu juga naik kelas. Aku lebih bahagia melihat nilai kamu. Bahkan terlihat sangat bahagia ketika mendapati nilai yang biasa saja, namun membuat kamu dan keluarga kamu bahagia karena kamu bisa naik kelas dibandingkan, aku yang mendapatkan peringkat, itu sama sekali bukan apa-apa," ucap Maria tersenyum. "Apa kamu mau aku peluk?" tanya Atika. "Hmmm, aku normal ya. Aku tidak perlu berpelukan sama cewek," jawab Maria. "Kenapa? Memang tidak beres jika berbicara sama kamu," cetus Atika. Maria tersenyum dan tertawa ketika melihat Atika yang kini mulai acuh tanpa memperhatikan nya lagi. Apalagi berbicara lagi kepada Maria. Atikah bahkan berjalan lebih dulu darinya meninggalkan Maria, yang kini tersenyum dan tertawa ketika melihat sahabatnya itu kini marah kepadanya. Maria lalu mengejarnya dengan cepat lalu memeluk Atika dari belakang hingga keduanya tersenyum dengan cara mereka masing-masing. Atika yang tersenyum tipis begitupun dengan Maria memeluk Atika dari arah belakang yang tampak sangat bahagia ketika mendapati pelukan hangat dari sahabat yaitu. "Sebenarnya aku itu, sangat-sangat bahagia ketika aku memiliki sahabat seperti kamu. Dibandingkan aku memiliki orang lain apalagi kedua orang tuaku," ucap Maria pelan. Atika mengerutkan dahinya ketika mendengar penuturan Maria yang sangat tidak disangka ketika mendengar ucapan sahabatnya itu. Atika berbalik lalu ia menatap lekat pada wajah sahabatnya itu yang ternyata terlihat sendu dan ia serius dengan ucapannya. "Aku sudah bilang sama kamu. Jika kamu mau menangis menangislah. Jika kamu mau marah-marah lah. Jika kamu mau teriak-teriak jangan memendamnya sendirian! Apalagi kamu menyimpan semua beban kamu tanpa bercerita kepadaku yang kata kamu sahabat kamu!" ucap Atika sembari menatap lekat ke arah Maria. "Wow ... kamu sekarang panjang sekali ya berbicaranya Atika!" goda Maria. Mendengar ucapan Maria. Atika menatap lekat ke arah Maria dengan tajam, lalu ia merapatkan kembali bibirnya dan berjalan meninggalkan Maria. Saat melihat Atika yang kini marah lagi kepadanya. Maria tersenyum dan ia memegang tangan sahabatnya itu. Kini keduanya berjalan beriringan sembari Maria memegang tangan sahabatnya. Dia tampak bahagia ketika mendapati sahabat seperti Atika, begitupun dengan Atika yang sangat bangga dan bahagia ketika mendapati sahabat seperti Maria. Gadis yang tangguh namun dia sangat ceria dalam keadaan apapun dia tidak ingin membuat orang-orang sekitarnya tampak sedih. Apalagi berharap kasihan dari orang-orang sekitarnya masih seperti itu mencoba menjadi sahabat yang baik ataupun selalu ada untuk Maria memang membutuhkan tempat untuk tersenyum. Apalagi saat seperti ini, Maria memang yang selalu tampak menutupi dan lebih pintar dari hal apapun terutama menutupi kesedihannya dengan keceriaannya. Namun bagi Atika itu adalah hal yang sangat istimewa di dalam diri Maria. Setelah sampai di depan rumah Atika, Maria tidak segera pulang, namun ia masuk kedalam rumah Atika duduk dan merebahkan tubuhnya di kursi ruang tamu Atika. Saat melihat Maria yang malah masuk ke dalam rumahnya bahkan Maria tengah merebahkan tubuhnya dan tersenyum menatap langit-langit rumah Atikah. Atika mengerutkan dahinya dan duduk di samping Maria. "Kenapa kamu malah duduk di sini, dan juga kenapa tidak segera pulang biasanya tuh kamu ingin sekali cepat-cepat pulang!" tanya Atika. "Memangnya kenapa kalau aku bermain di rumah sahabatku sendiri?" tanya Maria. "Kamu itu kebiasaan , jika aku tanya kamu malah berbalik bertanya. Kenapa kamu tidak pulang?" tanya Atika. Atika bertanya dengan nada sedikit heran. "Kalaupun aku pulang ataupun tidak pulang itu hanya akan ada hal yang sama biasa saja. Lagi pula aku sudah mengerjakan semua pekerjaan rumahku tidak ada yang spesial ataupun yang berharap aku untuk pulang!" jawab Maria. Atika terdiam ketika mendengar penuturan sahabatnya itu, dia emang sudah tahu apa yang seringkali dilakukan kegiatannya. Apalagi lagi hal yang dialami oleh Maria setiap harinya. Atika lebih tahu ketika Maria lebih sering dimarahi oleh ibunya, ada walau dengan sebab ataupun tidak ada sebab sama sekali. Ketika semua orang tua berharap memiliki seorang putri seperti Maria. Seorang gadis yang sangat cantik, baik rajin dan juga pintar. Namun tidak dengan kedua orang tua Maria terutama ibunya yang justru malah mengacuhkan putrinya yang sangat sempurna. Bagi Atika di dalam hal apapun Maria memiliki kemampuan itu, apalagi dia adalah seorang gadis yang cukup sempurna untuk dibanggakan oleh kedua orang tuanya. Namun lain dari dugaan Atika ternyata tidak ada hal yang membuat Maria bangga kepada kedua orang tuanya. Apalagi soal perilaku kedua orang tuanya terhadap Maria. Masih seperti itu Atika membiarkan sahabatnya itu tinggal dan beristirahat di rumahnya cukup lama, meski pada akhirnya Maria tetap saja harus pulang dan melakukan kegiatannya seperti biasanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN