Sekitar 2 jam Maria berada di rumah Atika, ia menemukan kedamaian di rumah Atika. Meski keluarga Atika juga terbilang keluarga besar dan bersaudara banyak. Namun semua keluarga Atika saling melengkapi satu sama lain, apalagi bekerja sama dalam pekerjaan rumah, mengingat memang keluarga Atika semuanya terdiri dari saudara perempuan saja.
Maka dari itu kakak Atika juga semuanya adalah perempuan. Saat Maria memperhatikan Atika yang tengah memasak, dia tersenyum dengan bahagia lalu membenarkan posisi duduknya yang kini melihat foto keluarga Atika yang terlihat kebersamaan dan hangatnya.
"Aku malah berharap, aku memiliki seorang kakak perempuan yang dapat memarahiku," ucap Maria tersenyum ketika melihat Atika yang tengah memasak di dapur.
"Kamu itu ... jika memiliki kakak perempuan, justru kamu akan mengatakan jika kakak kamu Itu sangat berisik seperti kakakku," balas Atikah.
"Justru malah sebaliknya. Aku berharap ada yang berisik atau memarahi ku ketika aku salah atau aku nakal. Aku memang selalu salah dibandingkan seperti sekarang. Aku yang hidup di tengah-tengah keluarga besar. Apalagi saudara aku jauh lebih banyak dari kebanyakan orang lain." Maria terdiam.
"Berada di tengah-tengah kerumunanya keluarga yang banyak itu, aku justru malah merasakan kesendirianku dengan sangat jelas. Ketika aku melihat nenekku teriak tertawa memarahi anak-anaknya. Bibiku yang selalu protes kepada anaknya. Ibuku yang sangat menyayangi kakakku dengan lembut, begitupun dengan perlakuannya kepada adik-adikku. Aku justru tidak mendapatkan hal apapun di antara banyaknya Keluargaku itu," tambah Maria.
"Aku mau bertanya sama kamu Maria?" tanya Atika.
"Bukannya kamu dari tadi bertanya sama aku?" jawab Maria.
Maria tersenyum dan mengangguk Iya tidak menjawab pertanyaan Atika, namun ia mencoba untuk mendengarkan apa yang akan di tanyakan oleh sahabatnya itu.
"Apakah, jika seperti itu keluargamu! Apa kamu masih menyayangi mereka?" tanya Atika.
"Tentang rasa sayangku kepada keluargaku itu. Tidak mungkin di miliki oleh orang lain dan juga tidak akan dirasakan oleh siapapun. Karena saking besarnya rasa sayangku kepada mereka. Hingga tidak ada diantara mereka yang merasakan rasa sayangku kepadanya. Dan pada akhirnya aku pun tidak tahu, bagaimana cara mengungkapkan rasa sayang kepada keluarga ku," jawab Maria.
Pada awalnya Atika tidak mengerti dan memahami apa yang dibicarakan oleh Maria. Namun setelah mengingat ataupun meresapi Apa yang diucapkan oleh Maria. Atika mengangguk dan ia tersenyum tipis kepada Maria, lalu memberikan makanan kepada yang sahabatnya itu.
"Aku baru tahu, jika sahabatku ini pandai sekali memasak dan ini sangat enak," ucap Maria sembari memakan nasi goreng yang dibuat oleh sahabatnya itu.
"Makanlah yang banyak, biar kamu ada kekuatan untuk menghadapi kehidupan yang memang tidak bisa aku mengerti," balas Atikah.
Atika duduk di kursi meja makannya dan juga memakan nasi goreng yang memang khusus untuk mereka berdua.
"Yah kamu benar, aku memerlukan tenaga untuk menghadapi kenyataan hidup ini Meski aku sudah memiliki sahabat yang sangat, sangat, sangat lebih kuat dari aku yang bisa mengendalikan aku dengan sangat pintarnya," ucap Maria.
"Yang ada tuh kamu yang mengendalikan aku! Tiba-tiba saja aku selalu saja nurut sama kamu," balas Atika.
Maria tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya itu yang terdengar sangat konyol dan juga tidak masuk akal. Ketika Marialah yang telah mengendalikan sahabatnya itu. Pada kenyataannya Maria selalu menuruti perkataan sahabatnya itu, lain dari sifatnya yang memang tidak pernah menuruti perkataan orang lain terkecuali keluarganya.
Maria memang sangat menyayangi kedua orang tuanya, apalagi keluarganya. Maka dari itu dia selalu menuruti apapun yang dikatakan oleh ibunya, yang terbilang memang sangat menonjol sekali atau terlihat bahwa Ibu Maria itu memang tidak menyukai Maria.
Meski ia menyadarinya, Maria selalu menutupinya dengan dirinya yang ceria dan selalu tersenyum dalam keadaan apapun. Sehingga membuat keluarga Maria sudah terbiasa mendapati sifat ibunya atau perlakuannya kepada diri Maria.
Sesekali, ibunya itu selalu memukuli Maria, anak gadis yang kelahirannya sangat diinginkan oleh keluarga besarnya. Namun tidak diinginkan oleh ibunya sendiri. Meski Maria selalu ingin bertanya hal seperti itu kepada ibunya. Mengapa ibunya itu selalu melakukan hal seperti itu kepada dirinya.
Namun ia urungkan karena mengingat dirinya yang sangat menyayangi ibunya itu. Semakin ibunya tidak menyukai Maria atau sesekali ibunya itu selalu bersikap keras kepadanya dan juga terkadang selalu memukulinya.
Maria justru malah semakin menyayangi ibunya itu, bahkan apapun yang diucapkan ibunya. Maria pasti selalu mengabulkannya tanpa protes sedikitpun. Setelah berbincang dengan sahabatnya dan merasa lebih baik. Sekitar jam 3 sore Maria berpamitan kepada sahabatnya itu untuk pulang.
"Aku pikir kamu akan menginap di sini?" tqnya kakaknya Atika.
"Harusnya seperti itu Kak, tapi sepertinya adikmu itu tidak menginginkan aku berlama-lama di rumahmu," jawab Maria tersenyum tipis.
"Ya, aku memang tidak suka kamu berlama-lama di rumahku! Makan kamu sangat banyak," balas Atika.
Ketika mendengar penuturan Atika. Maria tersenyum begitupun dengan kakak Atika mendengar dan melihat adik yang sangat kesal kepada Maria. Setelah itu Maria berpamitan dan pergi dari rumah Atika dan kini ia berjalan perlahan.
Maria sebenarnya tidak menyukai perasaannya saat ini, ia berpikir sesaat sangat ingin sekali untuk tidak pulang ke rumahnya, mengingat kekecewaannya kepada kedua orang tuanya yang memang tidak pernah mau sekalipun atau berharap Maria bisa pulang lebih cepat.
Meski Maria tahu bahwa dirinya akan dimarahi oleh ibunya karena dirinya yang pulang telat. Namun Maria lebih sangat ingin tidak pulang sama sekali. Karena perasaan yang saat ini ia rasakan, adalah kekecewaan yang sangat dalam. Ketika yang datang saat ini adalah ibunya sendiri datang ke sekolah sebagai wali murid kakaknya.
Maria melihat ibunya masuk ke dalam kelas kakaknya dengan pakaian rapi nya wajah yang berseri-seri, ketika memasuki kelas kakaknya. Saat melihat hal itu, Maria sempat ingin menghampiri ibunya yang menggendong adik bungsunya itu.
Namun ia urungkan ketika dirinya yang menghampiri ibunya, apalagi mengingat ibunya yang selalu terlihat kesal atau merasa malu ketika berada dekat bersama dengan Maria di depan umum. Perasaan tidak dianggap dan dikucilkan oleh keluarganya itu, membuat Maria semakin ragu dan jauh jika bersama keluarganya terutama ibunya itu.
Dulu saat ia masih kecil, Maria mungkin menganggapnya itu adalah hal biasa saja, namun saat ini mengingat dirinya yang semakin remaja dan dewasa. Mungkin perasaan sakit di dalam hatinya mulai tumbuh, ketika mengingat perlakuan kedua orang tuanya atau sikap keluarganya yang menurutmu Maria memang adalah sikap dan perlakuan yang sangat tidak adil kepada dirinya.
Meski Maria tidak menyukai perasaannya saat ini. Namun ia selalu hanya memilih berdiam diri saja, tanpa mengungkapkan tentang apa yang ia rasakan kepada keluarganya. Apalagi kepada sahabatnya Atika. Dia lebih suka atau mengungkapkan semua isi perasaannya saat ia tengah bersembahyang di malam hari. Sebagai tempatnya untuk menangis di saat dirinya tengah beribadah menceritakan tentang apa yang ia rasakan kepada Tuhan.
Baginya adalah hal yang sangat dan tepat, ketika ia harus mencurahkan seluruh isi hatinya saat ia tengah bersembahyang sendiri saja di tengah malam. Sebagainya tidak ada orang yang melihat dirinya telah menangis. Itu jauh lebih baik, dibandingkan ketika mendapati orang-orang sekitarnya mengetahui atau melihat dirinya yang bersedih.
Prinsip dalam diri Maria adalah hal yang paling tidak dia sukai, yaitu mendapati belas kasihan dari orang lain atau orang lain yang justru malah menertawakan nasib Maria.
Saat sampai di rumah, Maria melihat keempat adiknya yang kini sedang bermain di halaman rumahnya. Maria mengucap salam, lalu menghampiri adik-adiknya itu, terutama adik bungsunya yang kini sudah sangat aktif bermain bersama dengan saudara-saudaranya.
"Sepertinya kamu baru ingat pulang! Aku kira kamu tidak akan pulang selamanya?" cetus Ibu Maria.
Maria melihat ke arah ibunya yang duduk di halaman rumahnya sembari membersihkan sayur yang ada di hadapannya. Maria tersenyum tipis, lalu ia memasuki rumahnya tanpa menghiraukan ibunya yang kini mengerutkan dahinya, ketika melihat Maria melewatinya tanpa menjawab pertanyaannya, bahkan Maria tidak berkata sepatah katapun saat melewati ibunya.
"Ada apa dengan anak itu? Sudah mulai berani mengabaikan aku!" gumam Ibu Maria.
Namun ibu Maria masih dengan sikapnya hanya memperhatikan anak-anaknya yang tengah bermain. Lalu setelah itu ia melihat Maria pergi membawa cuciannya tanpa berbicara dulu kepada ibunya. Apalagi mengajak adik adiknya yang memang sering Maria lakukan setiap harinya.
"Sepertinya dia sedang bermasalah," ucap Ibu Maria.
Maria yang kini tengah cuci pakaianya, ia sedikit terdiam ketika mengingat semua nasibnya yang memang di luar dari apa yang dialami oleh orang lain dan itu adalah kebalikan dari kehidupan orang lain yang terlihat sangat damai saja dan juga bahagia. Saat Maria sedang mencuci tiba-tiba ada seorang gadis yang juga mencuci pakaian di sumur umum itu.
"Maria kamu sendirian saja?" tanya Gadis itu.
"Eeh iya. Aku sendiri nih! Adik aku sedang bermain jadi aku ya sendiri saja mencucinya, lagipula biar cepet selesai," jawab Maria.
Meski keduanya bukan teman akrab. Namun karena mereka berada di tempat yang sama, kini mereka berbincang sembari mencuci bersama. Saat Maria sudah menyelesaikan cuciannya. Ia lalu pergi ke kamar mandi umum itu dan mencoba untuk membersihkan dirinya meski sebelumnya ia sudah berbicara kepada teman yaitu, yang masih mencuci.
Saat Maria tengah mandi, tiba-tiba Maria berteriak membuat temannya yang berada di luar kamar mandi itu terkejut, lalu berdiri menghampiri Maria dan ia mengetuk pintu kamar mandi.
"Maria ada apa? Apa yang terjadi dengan kamu?" tanya gadis yang bernama Dera.
Setelah tidak mendapati jawaban dari Maria. Dera semakin khawatir dan ia berulang kali mengetuk pintu kamar mandi itu. Namun setelah 30 menit kemudian pintu kamar mandi Maria terbuka. Dera terkejut ketika melihat Maria tengah menangis tersedu-sedu bahkan tidak berbicara sama sekali.
"Ada apa Maria? Apa yang terjadi sama kamu tanya?" tanya Dera kembali.
Ia sangat khawatir kepada Maria, meski Maria masih menangis. Maria tidak percaya dirinya menangis seperti itu didepan Dera.
"Ada apa Maria? Apa yang terjadi sama kamu?" tanya Dera lagi.
"Dera aku berdarah. Aku terluka!" ucap Maria menangis.
"Terluka? Apanya yang terluka, kamu kenapa kamu jatuh? tanya Dera semakin penasaran.
"Kemarilah lihat!" ajak Maria.
Maria mengajak Dera memasuki kamar mandinya. Dera terkejut, ia mengerutkan dahinya ketika melihat darah yang berserakan di lantai kamar mandi. Ia mengerutkan dahinya melihat Maria. Tubuh Maria yang tampak putih mulus mengenakan handuk, membuat Dera yang sebagai wanitapun menyukai tubuh Maria itu.
"Apa yang terluka Maria?" tanya Dera.
"Aku ... aku tidak tahu. Aku tidak tahu aku terluka atau tidak. Tapi itu ... itu keluar dari. Dari itu," jawab Maria ragu-ragu.
"Dari mana? Apa kamu bilanh yang jelas, mana yang terluka biar aku obatin," ucap Dera semakin penasaran ketika mendengar jawaban Maria Yang separuh separuh.
Maria tidak menjawab pertanyaan Dera, namun ia segera membersihkan dirinya begitupun dengan darah yang berserakan. Meski banyak pertanyaan di dalam di Dera, namun dia mengerti dan mencoba untuk menunggu apa yang akan dijelaskan oleh Maria.
Saat ini keduanya tengah duduk di tempat duduk di sumur umum itu, sembari Maria yang kini sudah mengenakan pakaiannya. Dera masih terdiam dan mencoba untuk sabar menunggu apa yang akan diucapkan oleh Maria. Dera sangat khawatir ketika melihat darah yang begitu banyak terdapat dari Maria.
"Sebenarnya apa yang terluka Maria? Aku semakin penasaran sama kamu yang terluka padahal tubuh kamu mulus-mulus saja?" tanya Dera.
"Sebenarnya aku tidak terluka, tapi darah itu keluar saat aku sedang buang air kecil," jawab Maria pelan.
"Apa? Benarkah? Lalu bagaimana apa sakit? Kenapa kamu bisa terluka di bagian itu? Jangan-jangan kamu sakit dalam lagi Maria?" tanya Dera semakin penasaran.
"Aku juga tidak tahu itu kenapa atau jangan-jangan aku sakit di dalam ya? Yang seperti usus atau bagian tubuh aku yang terluka?" jawab Maria terkejut.
"Kenapa ya? Sebentar apa kamu masih sakit? Atau itu masih ada?" tanya Dera.
"Mereka itu malah makin keluar dan itu membuat aku tidak nyaman, bahkan tidak sakit sama sekali! Itu tidak terasa hanya sepertinya aku buang air kecil terus!" jawab Maria semakin tegang.
"Astagfirullooh Maria, aku jadi takut kamu sakit," ucap Dera juga ikut panik.
"Kalau ini aku harus bagaimana?" tanya Maria.
Dera mengedikan bahunya, dia juga tidak tahu apa yang harus ia lakukan mengenai apa yang terjadi pada diri Maria.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan saat ini Maria?" tanya Dera.
"Aku tidak tahu, kalaupun aku sakit juga keluarga aku tidak akan peduli sama aku! Biarkanlah aku sakit habis itu aku mati," jawab Maria sendu.
"Ya ampun Maria, aku ikut sedih tapi aku juga tidak mau kamu mati!" ucap Dera ketakutan ketika mendengar Maria berbicara seperti itu.
"Maafkan aku Dera, jika selama ini aku selalu mengacuhkan kamu. Bahkan aku sepertinya jahat ya sama kamu," ucap Maria sembari memajukan bibirnya.
"Maria jangan seperti itu. Aku jadi takut ini bagaimana. Apa kamu masih berdarah?" tanya Dera.
Ia memegang lengan Maria. Maria terdiam, bahkan ia sangat sedih ketika mengingat dirinya merasakan bahwa darah itu semakin keluar didalam dirinya. Apalagi saat ia melihat Dera yang kini juga ikut bersedih tentang dirinya.
Namun ia semakin sedih ketika mengingat dirinya yang memang sudah tahu bahwa keluarganya memang tidak akan pernah sedih meski ia mati sekalipun. Namun ia sangat takut sekali ketika ia sakit dan diketahui oleh keluarganya, ia takut akan menyusahkan keluarganya itu.
Tanpa berbicara Maria dan Dera kini berpisah dan pulang ke rumahnya masing-masing.
Meski masih belum tahu apa yang tengah terjadi namun Maria terap berjalan pulang tanpa mengkhawatirkan apapun yang akan terjadi pada dirinya.